Senin, 07 November 2011

Diagnosis dan Pemeriksaan Psikiatri.

Diagnosis dan Pemeriksaan Psikiatri.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengelompokkan gejala klinik yang teramati, diagnosis diskriptif (dengan mengabaikan berbagai latar belakang teori yang menjelaskan mengapa gejala tersebut muncul.
1. Diagnosis multiaksial mempunyai 5 aksis :
 Aksis I : Diagnosis Klinik
Merupakan gejala-gejala klinik yang terbukti dalam pemeriksaan dikelompokkan ke dalam kriteria diagnosis.
Contoh : gangguan depresi (gejala utama adalah rasa sedih), gangguan psikotik (gejala utamanya kehilangan kemampuan menilai realitas), gangguan cemas (gejala utamanya adalah cemas).
 Aksis II : Ciri/gangguan Kepribadian & Retardasi Mental
Merupakan ciri atau gangguan kepribadian yaitu pola perilaku yang menetap (kebiasaan, sifat) yang tampak dalam persepsi tentang diri dan lingkungan (yang akan ditampilkan dalam pola interaksi dengan orang lain).
Contoh : gangguan kepribadian anankastik  segala sesuatu yg dilihat harus sempurna, orang lain harus mengikuti perkataannya shg seringkali menimbulkan kekecewaan pd dirinya  sering terdpt suatu yg mengakibatkan obsesif kompulsif
 Aksis III : Penyakit Fisik
Penyakit atau kondisi fisik, khususnya yang perlu diperhatikan pada tatalaksana atau menjadi penyebab munculnya gangguan yang dituliskan di aksis I.
 Aksis IV : Stresor Psikososial
Merupakan stressor psikososial yaitu semua peristiwa yang mencetuskan gangguan yang dituliskan di aksis I.
Contoh : hubungan antar individu (bercerai, ditinggal meninggal).
 Aksis V : Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian yang dinilai dari :
- fungsi social (hubungan social dengan keluarga dan masyarakat)
- fungsi peran (yang dinilai mutu dan produktivitas peran yang disandang subyek)
- pemanfaatan waktu luang
- fungsi perawatan diri
2. Pemeriksaan Psikiatri
Teknik umum :
a. Bina rapport sejak awal
b. Tentukan keluhan utama
c. Gunakan keluhan utama untuk DD (Differential Diagnosis)
d. Singkirkan DD dengan pertanyaan focus dan lebbih rinci
e. Lanjutkan jawaban pasien bila ada jawaban yang kurang jelas (samara-samar)
f. Biarkan pasien bicara bebas untuk mengetahui proses pikir
g. Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup
h. Jangan takut bertanya hal yang sulit atau mungkin membuat pasien malu
i. Tanya tentang ide suicide
j. Berikan kesempatan pasien bertanya pada akhir wawancara
3. Garis besar riwayat psikiatrik
a. Data identitas
b. Keluhan utama dan masalah
c. Riwayat penyakit sekarang onset dan factor presipitasi
d. Riwayat penyakit dahulu psikiatrik, medis, riwayat penggunaan zat dan atau alcohol
e. Riwayat pribadi (prenatal, masa kanak dini, pertengahan dan akhir atau remaja, masa dewasa, riwayat pekerjaan, perkawinan, pendidikan, agama, aktivitas social, lingkungan tempat tinggal sekarang)
f. Riwayat seksual : pernah mengalami trauma dimasa muda/tidak (spt diperkosa), pernah melihat kekerasan seksual yg dilakukan ayahnya pd ibunya/tdk.
g. Riwayat keluarga : ada keluarga yg pernah mengalami gangguan jiwa spt schizophrenia/tdk
h. Fantasi dan impian : bisa mempengaruhi munculnya gejala tertentu.
4. Garis besar status mental
a. Deskripsi umum : penampilan, perilaku yang dapat diobservasi
b. Mood dan afek
c. Pembicaraan
d. Persepsi
e. Isi pikir dan proses pikir
f. Sensorium dan kognisi : kesadaran, orientasi, daya ingat, konsentrasi, perhatian, daya pikir abstrak
g. Impuls
h. Judgment dan insight
i. Realibility (taraf dapat dipercaya)


19 September 2008
Penyebab Umum Gangguan Jiwa :
Insidens Menurut WHO - Schizophrenia  0,2-0,8 %
- Retardasi mental  1-3 %
- Anak-anak  3-15 tahun  5-15 % gangguan jiwa
Di Indonesia - Psikosis fungsional – 4 %
- Soo akut – 0,5 %
- Soo menahun – 1 %
- Retardasi Mental – 2 %
- Neurosa – 5 %
- Psikosomatik – 5 %
- Gangguan kepribadian – 15
- Ketergantungan obat – 1000

Sumber penyebab Gangguan Jiwa :
a. Somatogenik (badan)
b. Sosiogenik (lingkungan sosial)
c. Psikogenik (psike)
d. Pada umumnya beberapa penyebab sekaligus terjadi bersamaan :
- Depresi  nafsu makan berkurang  daya tahan tubuh berkurang  infeksi.
- Anak gangg otak  Hiperkinetik  sulit diasuh  pengaruh lingkungan (ortu).
Uraian :
a) Faktor perkembangan Somatogenik
 Keturunan :
- Kembar Monozygot  86,2 %, Kembar Heterozygot  14,5 %
- Saudara kandung  14,2 %, Saudara tiri  7,1 %
- Masyarakat umum  0,85 %
 Konstitusi dan Perilaku abnormal :
- Atletik  tinggi kurus : pendek gemuk
- Individu dengan reaksi agresif  stress
- Reaksi emosi tinggi  reaksi berlebihan thd dorongan ringan
 Kongenital  retardasi mental
b) Faktor Sosiologik yang salah
 Kecepatan perubahan & pergantian dalam (kesementaraan, kebaruan, keanekaragaman)  rangsangan berlebihan  kekacauan mental.
 Shock kebudayaan  mendadak berada ditengah2 kebudayaan asing.
 Lingkungan fisik (subur  tandus), keadaan sosial (ketidakadilan, diskriminasi)  daya tahan frustrasi kurang  gangguan mental.
c) Faktor Perkembangan Psikogenik
 Ketidakmatangan (fixasi)  gagal berkembang ke fase berikutnya
 Pengalaman traumatis
 Distorsi  gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal/pola reaksi yang tidak sesuai :
a. Deprivasi (kehilangan)  kehilangan asuhan ibu, kehilangan rangsangan umum.
b. Pola keluarga :
- Memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian
- Hubungan/interaksi ortu yang salah seperti : penolakan, perlindungan berlebihan, manja berlebihan, tuntutan perfeksionistik, standar mental kaku & tidak realistic, disiplin salah, persaingan yang tidak sehat.
c. Masa remaja  krisis identitas  bingung dan terombang-ambing tanpa tujuan.

Stress dan Penyesuaian Diri
 Stress  respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
 Distress  adanya suatu beban/stressor yang mengakibatkan gangguan pada suatu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
 General Adaption Syndrome (Biological Stres Syndrome) :
- Alarm Reaction  tanda awal terhadap stressor, daya tahan tubuh berkurang.
- Stage of Resistance  daya melawan tubuh terhadap stress & dapat diimbangi daya tahan.
- Stage of Exnaustion  tubuh kehabisan energi untuk beradaptasi.
 Manifestasi stress terhadap jaringan psiko-neuro imunologi :
- Stressor  susunan saraf pusat (system limbic, neurotransmitter), kelenjar endokrin (hormonal & kekebalan/immunity  cemas, stress, depresi)
- Stress  hypothalamus  glandula pitultaria  ACTH  cortex adrenal  glucocorticol (stress hormone)  menghadapi stressor.


17 Oktober 2008
PSIKIATRI

1. Psikiatri adalah ilmu yang mempelajari segala segi kejiwaan baik dalam keadaan sehat maupun sakit, proses terjadinya dan menegakkan diagnosis untuk membantu merencanakan dan melaksanakan pengelolaan, pengobatan, pencegahan (prevention), pemulihan keadaan (restoration), dan rehabilitasi.
2. Gangguan jiwa atau mental adalah pola perilaku atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna yang mengakibatkan keluhan yang bersifat subjektif sehingga mengakibatkan suatu distress dan hendaya (impairment/disability).
Contoh : - terjadi hendaya dalam fungsi sosial  klien menarik diri dari lingkungan sosial, malas berteman/bersosialisasi
3. Hendaya (impairment) adalah kehilangan atau abnormalitas fungsi dimanisfestasi secara psikologi oleh gangguan fungsi mental seperti daya ingat, perhatian dan fungsi emosi.
Macam-macam hendaya :
 Hendaya fungsi peran  contoh : tidak mau sekolah, menarik diri dari lingkungan social.
 Hendaya pemanfaatan waktu luang  contoh : tidak mau melakukan hobinya seperti olah raga, musik, dll.
 Hendaya perawatan diri  contoh : tidak mau makan, minum, mandi.
4. Disability adalah keterbatasan atau kekurangan kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam batas yang dianggap normal untuk manusia.


 Gangguan-gangguan psikiatri.
Gangguan Psikiatri :
 Terdiri dari tanda yang bersifat obyektif  diobservasi kumpln tanda &
 Gejala (symptom) bersifat subyektif  keluhan & perasaan subyek symptom sindrom
 Batasnya tidak begitu tegas shg sering tumpang tindih  gang.psikiatri
 Cirri-ciri orang yang mengalami gangguan :
- Menimbulkan keluhan subyektif
- Mempengaruhi kehidupannya sehari2
- Timbul bermacam2 symptom yang menunjukkan suatu gangguan jiwa
Misal : orang sedang cemas  cemasnya berlebihan  keluar keringat dingin, tidak bisa berpikir, & sulit beraktifitas.

A. Kesadaran.
 Relasi (hubungan) dan limitasi dengan sekitar/lingkungan
 Dikatakan baik  dpt mengenal, mengerti & mengetahui keadaan tentang dirinya/sektrnya
 Gangguan  berhub dgn kerusakan otak
1. Gangguan Kesadaran
a. Disorientasi : gang orientasi waktu, tempat/orang.
b. Kesadaran berkabut : kejernihan ingatan tidak lengkap dalam kaitan dengan gangguan persepsi dan sikap.
c. Stupor : tidak adanya reaksi dari stimulus yang muncul dari luar lingkungan, hanya diam.
d. Delirium : seperti pikun, tjdnya tergantg kondisi fisik  disorientasi, halusinasi, takut
e. Koma : derajat kesadaran paling berat.
f. Koma Vigil : koma dimana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat dibangunkan.
2. Gangguan Perhatian.
a. Distrakbilitas : tidak mampu memusatkan perhatian.
b. Inatensi Selektif : perhatian/kewaspadaan berlebih yang menimbulkan kecemasan
c. Autisme : perhatian (-).
d. hipervigilitas : perhatian berlebihan pada stimuli eksternal dan internal.
e. Trance : atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah/keadaan tak sadarkan diri.

B. Keadaan Afektif dan Reaksi Emosionil.
1. Keadaan Afektif.
Adalah merupakan corak perasaan yang sifatnya menetap atau konstan, lama, sifatnya subyektif.
a. Eutimik : corak perasaan yang normal.
b. Distorik : corak perasaan yang tidak menyenangkan.
c. Hipertim : suasana perasaan yang meninggi tanpa sebab yang jelas atau obyektif.
Misalnya : - ekspansive (ekspresi perasaan tanpa hambatan, sering disertai dengan penilaian diri yang berlebih seperti merasa diri orang penting)
- elevasi (suasana gembira dan percaya diri lebih dari biasa).
d. Eufori : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
e. Eksaltase : keyakinan diri berlebihan dan sering terpusat pada pikiran kebesaran.
f. Ekstase : gembira yang mendalam sekali disertai perasaan kepuasan.
g. Irritabel : rasa gampang tersinggung.
h. Depresi atau hipotim : suasana dan perasaan menjadi menurun atau sedih
i. Anhedonia : hilang minat, menarik diri dari semua aktivitas biasa dan menyenangkan.
j. Paratimi : keadaan afektif yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
k. Aleksitimia : ketdkmampuan merasakan emosi.

2. Reaksi Emosionil.
Adalah perasaan yang tidak stabil, dapat berkembang dan surut dalam waktu relative singkat, mengandung komponen fisik (kenaikan tekanan darah, berkeringat).
a. Stabilitas : stabil >< labil b. Pengendalian : kuat >< lemah c. Echt – Unecht : sungguh-sungguh >< tak sungguh-sungguh. d. Dalam dangkal : dalam >< dangkal. e. Empati : kemampuan pemeriksa untuk dapat menghayati dan meraba rasakan perasaan pasien, baik dalam keadaan normal atau patologik. f. Skala Diferensiasi : sempit (pengurangan intensitas irama perasaan; hanya pada peristiwa emosionil, perasaan yang konkret saja) >< luas (termasuk yang abstrak, bersifat simbolik, kiasan). g. Reaksi emosionil/afek : - Afek Datar : tidak adanya ekspresi afek spt suara monoton & wajah tdk bergerak - Afek sesuai/tdk : kondisi harmonis/tdk harmonis antara perasaan emosional dgn gagasan, pikiran/pembcran yang menyertai - Afek Tumpul : penurunan dalam intensitas irama perasaan yang diungkap keluar - Afek Labil : perubahan irama perasaan yang cepat & tiba2 - Afek Terbatas : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah daripd afek yg tumpul tapi menurun 3. Emosi yang lain. a. Kecemasan : perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi (dugaan) bahaya yang berasal dari dalam atau luar individu. b. Panik : serangan anxietas yang akut, episodic, dan kuat disertai rasa takut yang hebat dan pelepasan otonomik. c. Ambivalensi : adanya dua dorongan perasaan yang bertentangan tehadap hal yang sama pada satu orang yang sama serta saat yang sama. d. Apati : irama emosi yang tumpul disertai ketidakacuhan e. Abreaksional : pelepasan/pelimpahan emosi setlh mengingat pengalmn yg menakutkan f. Anoreksia : hilang/menurunnya nafsu makan g. Hiperfagia : meningkatnya nafsu makan h. Insomnia : hilangnya kemampuan untuk tidur i. Hipersomnia : tidur yang berlebihan j. Konstipasi : ketidakmampuan defekasi k. Agitasi : kecemasan berat yg disertai dgn kegelisahan motorik C. Perilaku Motorik. 1. Sikap. Statis, gerakan badan terbatas, gangguannya : a. Indifferent-netral : mampu menyesuaikan situasi. b. Apatik : masa bodoh c. Kooperatif : mau bekerja sama d. Negative pasif : manolak petunjuk tanpa alasan obyektif e. Infantil : kekanak-kanakan f. Rigid : kaku, tidak fleksibel g. Curiga : tidak percaya dengan orang lain h. Berubah-ubah : menunjukkan kegelisahan i. Tegang : tidak tenang j. Pasif : tidak ada inisiatif k. Aktif : inisiatif berlebihan l. Dependen : bergantung pada orang lain berlebihan m. Bermusuhan : matang, menyerang n. Katalepsi : suatu sikap yang aneh, tidak bergerak yang dipertahankan dalam waktu yang cukup lama, yang biasa ditemukan pada pasien pengidap schizophrenia. 2. Tingkah Laku – Lebih aktif, gangguannya : a. Ekopraksi : menirukan gerakan yang patologis pd orang lain b. Katatonia : kelainan motorik dlm gangguan non organic (sbg lawan dari gang kesadaran & aktivitas motorik sekunder), a.l :  Katalepsi : posisi tidak bergerak yg dipertahankan terus.  Impulsif : tiba-tiba perilakunya berlebihan.  Stupor : si pasien mematung sehingga seluruh aktivitas normalnya hilang semua.  Posturing : penerimaan yg tdk sesuai/kaku yg disadari yg dipertahankan dlm waktu lama  Rigiditas : sikap yang kaku, tidak fleksibel, menahan, dan melawan.  Fleksibel cerea : sikap yang bisa dibentuk apapun oleh pemeriksa dan jika telah dibentuk biasanya pasien akan bertahan dalam waktu yang lama pula (seperti lilin). c. Negativisme aktif : mrpk sikap menolak dg cara aktif (contoh : jika ditanya langsung pergi). d. Katapleksi : tiba-tiba lemas, seolah-olah tidak memiliki tenaga, merasa tulang-tulang tubuhnya hilang. e. Stereotipik : gerakan yang sama dan diulang-ulang dalam waktu yang cukup lama (contoh : tangannya digoyang-goyangkan terus) f. Mannerisme : gerakan-gerakan aneh pada kelompok tangan dan kaki, dan gerakan tersebut tidak disadari, tidak dikontrol dan menjadi kebiasaan pasien (contoh gerakan pencak silat). g. Grimasseren : gerakan otot-otot wajah, seringkali merupakan symptom dari schizophrenia (contoh meringis). h. Gerakan otomatis : melakukan gerakan tanpa bisa dilakukan. i. Overaktivitas : tingkah laku yang terdapat pada pasien semuanya akan berlebihan.  Agitasi Psikomotor : kognitifnya berlebihan tetapi tidak produktif, karena yang dilakukannya tidak sempurna (akan beraktivitas berlebihan).  Hiperaktivitas : tidak bisa diam seakan-akan tidak mengenal lelah.  Tik : suatu kejangan syaraf dari kelompok otot-otot di wajah, biasanya terdapat pada orang yang mengalami ketegangan (contoh matanya berkedip-kedip sendiri).  Somnabulisme : berjalan pada saat tidur.  Akathisia : Orang yang mengalami ini biasanya tidak bisa duduk diam, gelisah, mondar-mandir terus, rasa subyektif akibat adanya ketegangan motorik sehingga munculnya rasa kegelisahan.  Kompulsi : adanya suatu dorongan atau impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan gerakan atau aktivitas yang berulang-ulang dan jika dia tidak melakukannya akan menimulkan ketegangan. - Dipsomania : dorongan untuk minum alcohol. - Kleptomania : dorongan untuk impuls untuk mengambil barang berulang-ulang - Nimfomani : dorongan melakukan hubungan seksual pada wanita. - Satriasis : dorongan untuk melakukan hubungan seksual pada laki-laki. - Trikotilomani : dorongan untuk mencabut rambut. - Ritual : aktivitas menurunkan kecemasan yg orisinil  Ataksi : gagalnya koordinasi pada otot atau irregularitas gerakan otot (contoh : tidak bisa berjalan dengan gerakan teratur).  Polifagi : dorongan untuk makan makanan secara berlebihan.  Hipoaktivitas : penurunan aktivitas motorik dan kognitif  Agresi : tindakan yg kuat dan berlebihan scr verbal & fisik.  Ambivalensi : 2 kemauan bertentangan, pd 1 individu, pd 1 waktu  Abulia : penurunan impuls untuk bertindak atau berpikir.  Mimikri : aktivitas motorik tiruan & sederhana pd anak2. D. Berfikir  Emosi. Merupakan proses intrapsisik berupa pikiran dan paham baru seperti membayangkan, menghayalkan, memahami, membandingkan, dan mengambil kesimpulan. 1. Gangguan bentuk pikiran. a. Dereisme  tidak realistik Adalah bentuk pikiran yang tidak realistic & tidak sesuai pengalaman dan logika  biasa terjadi pada pasien gangguan psikosis. Contoh : “Tembak nyamuk dari Kalimantan  takut ibunya terganggu”. b. Autisme Adalah berfikir secara fantasi di dalam alam pikirannya sendiri. Preokupasi adalah terpaku dalam satu hal dalam pikirannya (berfantasi sendiri). c. Psikosis Adalah keadaan tidak mampu membedakan kenyataan dari fantasi dimana apa yang dialami sebenarnya tidak nyata. Dapat dites menggunakan tes realita (hasil +). d. Neurosis Adalah gangguan mental dimana tes realitanya masih utuh, perilakunya tidak melanggar norma social. Kondisi ini relative bertahan lama/terulang jika tanpa pengobatan/pengobatannya berhenti. 2. Gangguan Progresi/Kelancaran/Arus Pikiran a. Flight of Ideas : Bicaranya cepat, terus menerus, tidak bisa disela, disertai dengan asosiasi bunyi/asosiasi pikiran, bergeser dari satu ide ke ide lain  biasa terjadi pada pasien gangguan manic. b. Retardasi : Bicaranya pelan, lambat, arus tidak cepat  biasa terjadi pada pasien depresi. c. Circumstantial : Jika ditanya jawabannya berputar-putar, bicaranya tidak langsung, menjelaskan rincian-rincian yang sebenarnya tidak perlu diungkapkan meskipun akhirnya sampai pada tujuan yang diharapkan  biasa terjadi pada pasien gangguan schizophrenia awal. d. Blocking  penghambatan dalam bicara : Terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum suatu pikiran atau gagasan diselesaikan (pada saat bicara tiba-tiba berhenti, meskipun belum selesai)  biasanya setelah blocking terjadi, orang itu bisa mengingat apa yang dikatakan. e. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang hanya dapat dimengerti oleh pasien. f. Inkoherensi : Bicaranya kacau, antara kata satu dengan kata yang lain tidak nyambung  hubungan antar kata tidak ada dan tidak bisa dipahami. g. Tangensiality : Ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang bertujuan. Contoh : Dari Sumatera naik layar, terus naik roda. h. Preseverasi : Kalimat yang sama diulang-ulang. i. Verbigerasi : Kata-kata yang sama diulang-ulang. j. Ekolali : Menirukan pembicaraan orang lain. k. Jawaban yang tidak relevan : Jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaannya. l. Asosiasi Longgar : Aliran pikiran dimana gagasan-gagasan bergeser dari satu subjek ke subjek lain dengan cara yang sama sekali tidak berhubungan. m. Asosiasi Bunyi : Bunyi sama namun artinya tidak sama (ada bunyi yang mirip). Contoh : kapal terbang, kapal laut, laut Jawa Tengah. n. Word salad (gado2 kata) : campuran kata& frase yg membingungkan. o. Kondensasi : penggabungan berbagai konsep mjd 1 konsep. p. Derailment (keluar jalur) : penyimpangan yg mendadak dlm urutan pikiran tnp penghambtn. q. Glossolalia : ekspresi pesan2 yg relevan mell kata2 yg tdk dapat dipahami. 3. Gangguan Isi Pikiran. a. Kemiskinan Isi Pikiran Pikiran yang hanya memberikan sedikit informasi  jika ditanya jawabannya hanya ya/tidak/tidak tahu,dll. b. Gangguan Berlebihan Keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan. c. Waham Keyakinan palsu yang didasarkan pada kesimpulan yang salah terhadap kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan inteligensi pasien maupun latar belakang kultural. Contoh latar belakang kultural  ada yang menyantet saya. Contoh tidak sesuai inteligensi  merasa punya dana yang akan diberikan ke sekolah. Ciri-ciri waham : - sifatnya egosentris (mengenai dirinya sendiri) - tidak bisa dibantah - diyakini 100% - tidak rasional dan tidak logis Jenis Waham :  Waham Nihilistik  perasaan seperti pernah meninggal dan hidup lagi sehingga bisa menceritakan pengalaman matinya.  Waham Berdosa  suatu keyakinan palsu tentang penyesalan yang dalam dan bersalah.  Waham Paranoid : - Waham Kejar/persekutorik  merasa bahwa ada yang mau mengganggu, membunuh, mencelakakan dia. - Waham Kebesaran  gambaran mengenai kepentingan, kekuatan, identitas seseorang yang berlebihan. Contoh : merasa dirinya seorang ilmuwan padahal hanya lulusan SD. - Waham Rujukan/referensi  keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada dirinya. Contoh : merasa ada orang yang mau merampok ketika di lampu merah dan langsung pergi karena ia membawa banyak uang.  Waham Aneh (merupakan tanda khas gangguan Schizophrenia) : - Waham Penyisipan  pasien merasa pikirannya disisipi pikiran orang lain, sehingga merasa kalau dalam pikirannya ada pikiran orang lain juga. - Waham Pengendalian  pikirannya dikendalikan orang lain/tenaga lain. - Waham Penyedotan  pikirannya disedot keluar/dihilangkan oleh orang lain/tenaga lain. - Waham Penyiaran  keyakinan bahwa pikirannya bisa dibaca/diketahui orang lain seperti pemancar radio. - Waham Cemburu  keyakinan palsu yang didapat karena kecemburuan patologis.  Waham Kacau  keyakinan palsu yg aneh & tidak masuk akal. Contoh : orang luar angkasa menanamkan suatu elektroda pada otak pasien.  Waham Tersistematisasi  keyakinan palsu yg digabungkan oleh peristiwa tunggal. Contoh : pasien dimata2i oleh agen rahasia.  Waham yg sejalan dgn mood  co : pasien mers bertanggung jwb utk penghancuran dunia.  Waham Kemiskinan  pasien merasa kehilangan semua hartanya.  Waham Somatik  merasakan palsu ttg fungsi tubuhnya. Contoh : merasa otak pasien berakar/mencair.  Erotomania  keyakinan bahwa ada seseorang yang mencintai dirinya.  Hipokondriasis  merasa bahwa ada satu kelainan/interpretasi yang berlebihan terhadap kelainan fisik yang terjadi. Contoh : pusing  tumor.  Obsesi  pikiran dan perasaan yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika. Contoh : pintu sudah dikunci belum ?  biasa diikuti oleh Kompulsif (perilaku yang berulang terjadi sebagai respon terhadap suatu obsesi). • Koprolalia  pengungkapan scr kompulsif dr kata2 yang cabul. • Preokupasi pikiran  pemusatan isi pikiran pd ide tertentu, disertai irama person yg kuat. • Egomania  preokupasi pd diri sendiri yg patologis. • Monomania  preokupasi pd suatu objek tunggal. • Noesis  su person bhw pasien telah dipilih utk memimpin setelah mendpt wahyu.  Fobia  rasa takut patologis yang irasional, persisten, berlebihan, dan selalu terjadi terhadap suatu jenis/stimuli tertentu : - Fobia sederhana : takut pada objek/situasi yg jelas (co : takut pd laba2/ular) - Fobia sosial : takut thd keramaian masyarakat (co : takut bicara dgn masyarakat) - Akrofobia : takut pd tempat yg tinggi - Agoraphobia : takut pd tempat yg terbuka - Algofobia : takut thd rasa nyeri - Ailurofobia : takut thd kucing - Eritrofobia : takut thd warna merah - Panfobia : takut thd segala sesuatu - Klaustrofobia : takut thd tempat yg tertutup - Xenofobia : takut thd orang asing - Zoophobia : takut thd binatang E. Gangguan Bicara. Adalah bentuk dari gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa. 1. Logorrhea : Bicaranya banyak sekali, pembicaraannya masih logis, masih bisa dipahami tapi sulit disela  biasa terjadi pada pasien gangguan manic. 2. Gagap/Stuttering : Pengulangan/perpanjangan suara/suku kata yang sering, sehingga menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas. 3. Disartri : Kesulitan di dalam artikulasi bukan dalam pengulangan kata (artikulasi tidak jelas). 4. Tekanan Bicara : bicara cepat (peningkatan jml & kesulitan utk memutuskan pembcran). 5. Kemiskinan bicara : pembatasan jumlah bicara yg digunakan. 6. Bicara yg tidak spontan : tidak ada bicara yg dimulai dr diri sendiri. 7. Disprosodi : hilangnya irama bicara yg normal. 8. Kekacauan : bicara yg aneh & distrimik. 9. Afasia. a. Afasia Motorik  tidak bisa mengucapkan tetapi memahami pembicaraan. Jika bicara sering terhenti-henti, susah, dan tidak akurat (area broca). b. Afasia Sensorik  bicara lancer, spontan, tetapi tidak mampu memahami pembicaraan orang lain sehingga membingungkan dan bicaranya yang bukan-bukan  terjadi karena kelainan organic (area wernicke). c. Afasia Nominal  kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu benda (sering disebut afasia anomia/amnestik)  gagar otak. d. Afasia Sintatikal  tidak mampu menyusun kata-kata baru dalam urutan yang tepat. e. Afasia Logat Khusus  kata2 yg dihasilkan seluruhnya neologistik/diulang dgn bbgi intonasi. f. Afasia Global  kombinasi afasia yg sangat tidak fasih & afasia fasih yg berat. F. Gangguan Persepsi. Suatu proses memindahkan informasi fisik menjadi informasi psikologi  melihat, mendengar, merasakan sesuatu yang ada objeknya. Macamnya : 1. Halusinasi. Merupakan persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan stimuli eksternal yang nyata  Sering terjadi pada orang yang mengalami gangguan berat (psikosis). Macamnya : a. Hypnagogik  muncul menjelang tidur  normal. b. Hypnopompik  terjadi saat bangun tidur  normal dengan seseorang dan jenisnya sesuai panca indera. c. Kinestetik  merasa anggota tubuhnya bisa lepas sendiri. d. Autoskpik  merasa dirinya bisa melihat dirinya sendiri. e. Auditoris/dengar  bunyi yg palsu & bunyi2 yg lain. f. Sinestesia  disebabkan oleh sensasi lain (co : suatu bunyi dirasa dialami sbg hal yg dilihat). g. Halusinasi Liliput  benda2 seperti tampak lebih kecil. h. Halusinosis  berhubungan dgnpenyalahgunaan alcohol. i. Halusinasi panca indera :  Akustik : merasa ada suara di telinga yang menyuruh dia melakukan sesuatu sehingga merasa harus menuruti suara itu.  Visual : merasa bisa melihat malaikat, jin, arwah, dan meramal sesuatu.  Gustatorik : tidak makan apa-apa tapi merasakan sesuatu di mulutnya.  Taktil : merasa tubuhnya menyentuh sesuatu.  Olfaktorius : merasa ada bau wangi tapi sumbernya tidak ada. 2. Ilusi. Merupakan persepsi yang salah  ada stimuli eksternal tapi dipersepsikan salah. Perbedaan Halusinasi Stimuli eksternal (objek) (-) Persepsi (+) Ilusi Stimuli eksternal (+) Persepsi (+) tapi salah, tidak sesuai dgn stimuli eksternal 3. Hubungan dengan fenomena konversi dan disosiasi. a. Anestesi Histerikal  hilangnya modalitas sensoris yang disebabkan oleh konflik emosional. Contoh : saya dicubit tetapi tidak merasakan apa-apa. b. Makropsia  merasa bahwa keadaan disekelilingnya menjadi besar. c. Mikropsia  merasa bahwa keadaan disekelilingnya menjadi kecil  berhubungan dengan keadaan organic (pada orang yang mengalami epilepsy)  tidak menggangu pertumbuhan. d. Depersonalisasi  perasaan subyektif yang merasa sekitarnya tidak nyata, aneh atau tidak mengenali diri sendiri. Contoh : ini bukan tangan saya, ini tangan adik saya. e. Derealisasi  perasaan subyektif bahwa lingkungan tidak nyata atau aneh  suatu perasaan mengenai perubahan realitas. f. Fuga/fugue  mengambil identitas baru pd amnesia identitas lama. g. Kepribadian ganda  1 orang yg tampak pada waktu yg berbeda mjd 2/lebih karakter yg berbeda. 4. Gangguan Kognitif : a. Anosognosia : ketidakmampuan ttg penyakit b. Somatopagnosia : ketidakmampuan utk tahu ttg tubuh c. Agnosia visual : ketidakmampuan utk mengenali benda2/orang. d. Astereognosis : ketidakmampuan utk mengenali benda mell sentuhan e. Prosopagnosia : ketidakmampuan utk mengenali wajah f. Apraksia : ketidakmampuan utk melakukan tugas tertentu g. Simultagnosia : ketidakmampuan utk mengerti >1 elemen visual
h. Adiadokokinesia : ketidakmampuan utk melakukan gerakan yg berubah dgn cepat


14 November 2008
G. Gangguan Daya Ingat.
Adalah besarnya penilaian asosiasi dengan peristiwa yang dihubungkan dengan kuatnya emosi tergantung pada penerimaan dan pencatatan serta penyimpanan reproduksi.
Orang yang mengalami gangguan daya ingat bisa mengarah ke depresi.
1. Daya ingat jangka panjang
Ingatan tentang kejadian-kejadian penting di masa lampau  missal : tempat lahir, pekerjaan.
2. Daya ingat jangka pendek
Kemampuan mengingat kembali kata-kata yang tidak berhubungan satu dengan yang lainnya, sesudah perhatiannya dialihkan selama 5-15 menit.
3. Daya ingat segera
Kemampuan mengulang 6 angka secara berurutan sesudah diucapkan pemeriksa (perlu perhatian dan konsentrasi).
4. Hemisfer otak kiri  daya ingat verbal logika matematika.
5. Hemisfer otak kanan  daya ingat visual (seni).
6. Gangguan/hendaya daya ingat (Dysmnesia) :
a. Amnesia : tidak mampu mengingat pengalaman masa lampau (sifatnya organic (misal : skecelakaan lalu gagar otak).
 Amnesia Retrograd : hal ikhwal sebelum trauma
 Amnesia Anterograd : hal ikhwal sesudah trauma
b. Hipersnesia : proses ingatan yang berlebih (biasanya dlm lingkungan sosial kaku & cuek, orgnya pintar sekali).
c. Eidetic image : ingatan visual ttg kejelasan halusinasi.
d. Screen memory : ingatan utk menutupi ingatan yg menyakitkan.
e. Represi : mekanisme pertahanan yg ditandai oleh pelupaan scr tdk disadari thd gagasan yg tdk dapat diterima.
f. Letologika : ketidakmampuan sementara utk mengingat suatu nama/kata benda dgn cepat.
g. Paramnesia : pemalsuan daya ingat karena distorsi proses mengingat, dapat terjadi pada orang normal meliputi :
 Konfabulasi : pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang berupa fantasi tetapi orang lain percaya  sering muncul pd alkoholik.
 De Ja Vu : belum pernah mengalami tapi mengaku pernah mengalami.
 Jamais Vu : pasien tidak mengenali suatu situasi nyata yang pernah dialami.
 De Ja Entendu : ilusi pengenalan auditoris.
 De Ja Pense : ilusi bahwa pikiran baru dikenali sebagai pikiran yg pernah dirasakan.

H. Intelegensia
Merupakan kemampuan utnuk mengerti, mengingat, menggerakkan, dan menyatukan secara konstruktif terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.
1. Demensia (karena kerusakan otak)
 Deteriorisasi/kemunduran intelektual disertai gangguan ingat yg berat tnp kesadaran berkabut
 disebabkan factor organ obiologik
 kehilangan efisiensi intelektual yang sifatnya permanent dan ilfersible.
 Interaksi sosialnya aneh.
 Awalnya normal  krn faktor usia/penyakit  abnormal (co : stroke  penyakit, alzeimer  usia).
 Macamnya :
- Diskalkulia : hilangnya kemampuan dlm berhitung
- Disgrafia : hilangnya kemampuan menulis dlm gaya yg kursif/hilang struktur kata
- Aleksia : hilangnya kemampuan membaca bkn krn gangguan penglihatan
2. Retardasi Mental (terjadi sjk masa kanak2)
 Berkurangnya taraf kecerdasan sampai derajat dimana terdapat gangguan fungsi atau kinerja, social, kejuruan pada individu di bawah 18 Hz.
 Idiot (usia <3tahun), Imbesil (usia 3-7tahun), Moron (usia ±8 tahun)
3. Pseudodemensia
Sama seperti demensia tetapi penyebabnya karena gangguan depresi.
4. Berpikir Konkret : penggunaan kiasan yg terbatas tanpa pengertian arti
5. Berpikir abstrak : kemampuan menggunakan kiasan & hipotesis dgn tepat

I. Tilikan (Insight)
Adalah kemampuan pasien untuk mengerti arti dan sebab yang benar dari suatu situasi  biasa terjadi pada penderita gangguan jiwa berat schizophrenia.
Derajat tilikan :
 Penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit
 Sadar sakit dan butuh bantuan, tetapi pada saat yang sama juga menyangkal
 Sadar sakit tetapi menyalahkan orang lain atau factor lain
 Sadar sakit disebabkan sesuatu yang tidak diketahui di dalam dirinya.
 Tilikan Intelektual : mengetahui bahwa penyakit disebabkan oleh perasaan yg tidak rasional
 Tilikan Emosional : kesadaran emosional ttg penyebab sakit. Kesadaran itu menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian shg membuka diri utk pendpt yg baru, konsep diri & org2 penting dlm hidupnya.

Jumat, 04 November 2011

PRASANGKA SOSIAL

A.Definisi Prasangka Sosial
Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial.
Menurut Mar’at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yangmemiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif. Sedangkan menurut Brehm dan Kassin (1993), prasangka sosial adalah perasaan negatif terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu.

Menurut David O. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut.
Selanjutnya Kartono, (1981) menguraikan bahwa prasangka merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas. Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alas an yang mendasar pada pribadi orang tersebut. Lebih lanjut diuraikan bahwa prasangka sosial berasal dari adanya persaingan yang secara berlebihan antar 2 individu atau kelompok. Selain itu proses belajar juga berperan dalam pembentukan prasangka sosial dan kesemuanya ini akan terintegrasi dalam kepribadian seseorang. Allport, (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka social merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang objektif untuk membenci kelompok tersebut. Selanjutnya Kossen, (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan pra hukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup. Dengan demikian bila seseorang berupaya memahami orang lain dengan baik maka tindakan prasangka sosial tidak perlu terjadi.
Menurut Sears individu yang berprasangka pada umumnya memiliki sedikit pengalaman pribadi dengan kelompok yang diprasangkai. Prasangka cenderung tidak didasarkan pada fakta-fakta objektif, tetapi didasarkan pada fakta-fakta yang minim yang diinterpretasi secara subjektif. Jadi, dalam hal ini prasangka melibatkan penilaian apriori karena memperlakukan objek sasaran prasangka (target prasangka) tidak berdasarkan karakteristik unik atau khusus dari individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya yang menonjol
B. Ciri-Ciri Prasangka Sosial
Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagii dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu“kelompok kita” ( in group ) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grup sendiri (“kelompok mereka”). Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaanin group dan out group yang menguat.
Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah :
1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain.
Menurut Ancok dan Suroso (1995), jika ada salah seorang individu darikelompok luar berbuat negatif, maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar. Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negaitf tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota kelompok sendiri lainnya.
2. Kompetisi social
Kompetisi sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untuk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik daripada kelompok lain.
3. Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain
Individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa penilaian negatif.
4. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu.
Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotipe. Stereotipe adalah keyakinan (belief ) yang menghubungkan sekelompok individu dengan ciri-ciri sifat tertentu atau anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok luar. Jadi, stereotipe adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok, suatu image yang pada umumnya sangat sederhana, kaku, dan klise serta tidak akurat yang biasanya timbul karena proses generalisasi. Sehingga apabila ada seorang individu memiliki stereotype yang relevan dengan individu yang mempersepsikannya, maka akan langsung dipersepsikan secara negatif.

5. Perasaan frustasi (scope goating).
Menurut Brigham (1991), perasaan frustasi (scope goating) adalah rasa frustasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuannya menghadapi kegagalan. Kekecewaan akibat persaingan antar masing-masing individu dan kelompok menjadikan seseorang mencari pengganti untuk mengekspresikan frustasinya kepada objek lain. Objek lain tersebut biasanya memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan dirinya sehingga membuat individu mudah berprasangka.
6. Agresi antar kelompok
Agresi biasanya timbul akibat cara berpikir yang rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung berperilaku agresif.
7. Dogmatisme
Dogmatisme adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah tertentu, salah satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme dapat berupa etnosentrisme dan favoritisme. Etnosentrisme adalah paham atau kepercayaan yang menempatkan kelompok sendiri sebagai pusat segala-galanya. Sedangkan, favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik, paling benar, dan paling bermoral.

B. Sumber-Sumber Penyebab Prasangka Sosial
Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu :
1. Prasangka Sosial.
Sumber prasangka sosial, antara lain :
a. Ketidaksetaraan Sosial . Ketidaksetaraan sosial ini dapat berasal dari ketidaksetaraan status dan prasangka serta agama dan prasangka. Ketidaksetaraan status dan prasangka merupakan kesenjangan atau perbedaan yang mengiring ke arah prasangka negatif. Sebagai contoh, seorang majikan yang memandang budak sebagai individu yang malas, tidak bertanggung jawab, kurang berambisi, dan sebagainya, karena secara umum ciri-ciri tersebut ditetapkan untuk para budak. Agama juga masih menjadi salah satu sumber prasangka. Sebagai contoh kita menganggap agama yang orang lain anut itu tidak sebaik agama yang kita anut.
b. Identitas Sosial :
Identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa aku?” yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan dalam sebuah kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain kita cenderung untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri.
c. Konformitas
Konformitas juga merupakan salah satu sumber prasangka sosial. Menurut penelitian bahwa orang yang berkonformitas memiliki tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkonformitas
2. Prasangka secara Emosional
Prasangka secara Emosional sering kali timbul dipicu oleh situasi sosial, pada hal faktor emosi juga dapat memicu prasangka sosial. Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh frustasi dan agresi, kepribadian yang dinamis, dan kepribadian otoriter.
a. Frustasi dan Agresi Rasa sakit sering membangkitkan pertikaian. Salah satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi. Ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu, misalnya pekerjaan, rumah, dan derajat sosial, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan frustasi bagi pihak yang lain.
b. Kepribadian yang dinamis Status. Untuk dapat merasakan diri kita memiliki status, kita memerlukan adanya orang yang memiliki status dibawah kita. Salah satu kelebihan psikologi tentang prasangka adalah adanya sistem status, yaitu perasaan superior. Contohnya adalah ketika kita mendapatkan nilai terbaik dikelas, kita merasa menang dan dianggap memiliki status yang lebih baik.
c. Kepribadian Otoriter . Emosi yang ikut berkontribusi terhadap prasangka adalah kepribadian diri yang otoriter. Sebagai contoh, pada studi orang dewasa di Amerika, Theodor Adorno dan kawan-kawan (1950) menemukan bahwa pertikaian terhadap kaum Yahudi sering terjadi berdampingan dengan pertikaian terhadap kaum minoritas.
3. Prasangka Kognitif
Memahami stereotipe dan prasangka akan membantu memahami bagimana otak bekerja. Selama sepuluh tahun terakhir, pemikiran sosial mengenai prasangka adalah kepercayaan yang telah distereotipekan dan sikap prasangka timbul tidak hanya karena pengkondisian sosial, sehingga mampu menimbulkan pertikaian,akan tetapi juga merupakan hasil dari proses pemikiran yang normal. Sumber prasangka kognitif dapat dilihat dari kategorisasi dan simulasi distinktif.
Kategorisasi merupakan salah satu cara untuk menyedehanakan lingkungan kita, yaitu dengan mengkelompokkan objek-objek berdasarkan kategorinya. Biasanya individu dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan etnik. Sebagai contoh, Tom (45 tahun), orang yang memiliki darah Afrika-Amerika. Dia merupakan seorang agen real estat di Irlandia Baru. Kita memiliki gambaran dirinya adalah seorang pria yang memiliki kulit hitam, daripada kita menggambarkannya sebagai pria berusia paruh baya, seorang bisnisman, atau penduduk bagian selatan. Berbagai penelitian mengekspos kategori orang secara spontan terhadap perbedaan ras yang menonjol. Selain menggunakan kategorisasi sebagai cara untuk merasakan dan mengamati dunia, kita juga akan menggunakan stereotipe. Seringkali orang yang berbeda, mencolok, dan terlalu ekstrim dijadikan perhatian dan mendapatkan perlakuan yang kurang ajar.
Berdasarkan pada perspektif tersebut, sumber utama penyebab timbulnya prasangka adalah faktor individu dan sosial. Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Berkaitan dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas Mar’at,(1988) menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
o Kekuasaan faktual yang terlihat dalam hubungan kelompok mayoritas dan minoritas.
o Fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas.
o Fakta mengenai kesempatan usaha antara kelompok mayoritas dan minoritas. Fakta mengenai unsur geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan minoritas menduduki daerah-daerah tertentu.
o Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas
o Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya
Prasangka sosial terhadap kelompok tertentu bukanlah suatu tanggapan yangdibawa sejak lahir tetapi merupakan sesuatu yang dipelajari. Menurut Kossen(1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok tertentu yang menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi, seseorang memiliki prasangka terhadap orang lain karena terjadinya proses belajar.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prasangka Sosial :
Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Pengaruh Kepribadian : Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga, berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri.
2. Pendidikan dan Status : Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial.
3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua : Dalam hal ini orang tua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai family ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial.
4. Pengaruh Kelompok ; Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu.
5. Pengaruh Politik dan Ekonomi ; Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka social terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas.
6. Pengaruh Komunikasi ; Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang.
7. Pengaruh Hubungan Sosial : Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial. Sehubungan dengan proses belajar sebagai sebab yang menimbulkan terjadinya prasangka sosial pada orang lain, maka dalam hal ini orang tua dianggap sebagai guru utama karena pengaruh mereka paling besar pada tahap modeling pada usia anak-anak sekaligus menanamkan perilaku prasangka social kepada kelompok lain. Modelling sebagai proses meniru perilaku orang lain pada usia anak-anak, maka orang tua dianggap memainkan peranan yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashmore dan DelBoka,(dalam Sears et all, 1985) yang menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan yang penting dalam pembentukan prasangka sosial dalam diri anak. Jadi, terdapat korelasi antara sikap etnis dan rasial orang tua dengan sikap etnis dan rasial pada diri anak.
Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka social terjadi disebabkan adanya perasaan berbeda dengan orang lain atau kelompok lain. Selain itu prasangka sosial disebabkan oleh adanya proses belajar, juga timbul disebabkan oleh adanya perasaan membenci antar individu atau kelompok misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Rose (dalam Gerungan, 1991) menguraikan bahwa faktor yang mempengaruhi prasangka sosial adalah faktor kepentingan perseorangan atau kelompok tertentu,yang akan memperoleh keuntungan atau rezekinya apabila mereka memupuk prasangka sosial. Prasangka sosial yang demikian digunakan untuk mengeksploitasi golongan-golongan lainnya demi kemajuan perseorangan atau golongan sendiri. Prasangka sosial pada diri seseorang menurut Kossen (1986) dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketiadaan tentang objek atau subjek yang diprasangkainya. Seseorang sering sekali menghukum atau memberi penilaian yang salah terhadap objek atau subjek tertentu sebelum memeriksa kebenarannya, sehingga orang tersebut memberi penilaian tanpa mengetahui permasalahannya dengan jelas, atau dengan kata lain penilaian tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta yang cukup.
Selanjutnya Gerungan, (1991) menguraikan bahwa prasangka sosial dipengaruhioleh kurangnya pengetahuan dan pengertian akan fakta-fakta kehidupan yang sebenarnya dari golongan-golongan orang yang diprasangkainya.

II. TEORI TEORI PRASANGKA SOSIAL
Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagian besar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yang dapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapat menyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalam interaksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan deprivasi relative
1. Teori Konflik Realistik
Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi (biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber langka, seperti ekonomi dan kekuasaan) dan konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota out group. Kompetisi yang terjadi antara dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbale balik. Jadi, prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat dielakan. Judd dan Park (1988) menyatakan bahwa ketika kelompok ada dalam situasi kompetisi maka akan memunculkan efek homogenitas out group , yaitu kecenderungan untuk m elihat semua anggota dari out group adalah sama atau homogen semakin intensif. LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang terjadi sebagai konflik kelompok yang realistik. Biasanya terjadi karena kedua kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber langka yang sama. Contoh dari teori konflik realistik adalah prasangka anti-Negro di Selatan (Amerika Serikat) yang menyatakan bahwa penyebabnya adalah konflik kelompok yang realistis. Pada saat itu, di daerah Selatan relatif miskin, dan sangat tergantung pada perkebunan kapuk dan tembakau, serta industri yang relatif kecil. Ladang kerja sedikit dan jauh, sehingga kelas pekerja berdasarkan jenis kulit mengalami persaingan. Individu negro merupakan pekerja yang tidak terampil dan kurang terdidik berusaha memperebutkan ladang kerja yang langka itu dengan individu kulit putih yang pada dasarnya merupakan pekerja yang terampil dan terdidik. Berdasarkan teori, konflik yang terjadi antara kedua kelompok tersebut menumbuhkan rasialisme dan menunjang timbulnya diskriminasi kerja terhadap individu Negro, karena individu kulit putih memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar.
2. Teori Belajar Sosial
Menurut teori belajar sosial, prasangka adalah sesuatu yang dipelajari seperti halnya individu belajar nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotipe dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotipe dan prasangka. Contoh dari teori belajar sosial adalah di Amerika, banyak anak kulit putih yang mungkin melihat tuanya bersikap diskriminatif terhadap individu kulit hitam, mendengar ucapan-ucapan orang tuanya yang meremehkan kulit hitam, dan melarang anaknya untuk bermain dengan anak-anak kulit hitam. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka akan mendengar pembicaraan teman-teman sebayanya yang mengatakan bahwa individu kulit hitam adalah jelek dan mereka akan dikucilkan jika kelihatan bermain dengan kulit hitam. Orang tua mereka juga menekankan cerita-cerita yang mengatakan individu kulit hitam merupakan pelanggar hukum. Sehingga dari kejaadian-kejadian tersebut anak diajarkan untuk berprasangka terhadap individu kulit hitam. Anak-anak memiliki model orang tua dan teman sebaya yanag berprasangka dan juga menghukum jika ia bermain dengan individu kulit hitam, dengan demikian anak belajar untuk membenci kulit hitam.
3. Teori Kognitif Teori kognitif
menjelaskan bagaimana cara individu berpikir mengenai prasangka (objek yang dijadikan sasaran untuk diprasangkai) dan bagaimana individu memproses informasi dan memahami secara subjektif mengenai dunia dan individu lain. Dalam mengamati individu lain, seseorang berusaha mengembangkan kesan yang terstruktur mengenai individu lain dengan cara melakukan proses kategorisasi. Kategorisasi sering kali didasarkan pada isyarat yang sangat jelas dan menonjol, seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan logat bahasa. Berdasarkan teori kognitif, prasangka timbul karena adanya atribusi dan perbedaan antara in group dan out group
a. Teori AtribusiAtribusi adalah proses bagaimana kita mencoba menafsirkan dan menjelaskan perilaku individu lain, yaitu untuk melihat sebab tindakan mereka. Menurut teori atribusi, prasangka disebabkan oleh individu sebagai pengamat melakukan atribusi yang “bias” terhadap target prasangka. Thomas Pettigrew (1979), Emmot,Pettigrew, dan Johnson (1983) mengemukakan bahwa individu yang berprasangka cenderung melakukan ultimate attribution error ”, yang merupakan perluasan dari “fundamental attribution error ”. Pettigrew juga menyebutkan adanya ketidakkonsistenan atribusi individu yang berprasangka terjadi karena target prasangka menunjukkan perilaku positif, yaitu :
• Kasus yang terkecuali (exceptional case) Individu yang berprasangka akan memandang tindakan positif individu yang ditunjukkan target prasangka sebagai kasus yang terkecuali. Sebagai contoh,individu kulit putih yang melihat individu kulit hitam memiliki perilaku yang baik akan menyebutkan bahwa individu kulit hitam tersebut berbeda dari individu kulit hitam lainnya.
• Nasib baik atau keberuntungan istimewa (luck or special advantage) Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukan sebagai potensi atau pembawaan yang baik dari target prasangka, melainkan target prasangka sedang mengalami nasib baik atau mendapatkan keberuntungan.
• Konteks situasional Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, makamereka akan mempersepsikan hal tersebut lebih banyak dipengaruhi olehfaktor paksaan situasi (konformitas), bukan disebabkan oleh faktor disposisikepribadiannya.
• Usaha dan motivasi yang tinggiIndividu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif (misalnya berprestasi), maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukansebagai usaha dan motivasi target prasangka untuk mencapai kesuksesan,bukan karena kemampuannya.
• In group dan out group Secara umum, in group dapat diartikan sebagai suatu kelompok dimanaseseorang mempunyai perasaan memiliki dan “common identity” (identitasumum). Sedangkan out group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelasberbeda dengan “ in group ”. Adanya perasaan “ in group” sering menimbulkan “ingroup bias”, yaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri. Menurut Henry Tajfel (1974) dan Michael Billig (1982) In group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out group dan perasaan suka pada ingroup . Hal tersebut terjadi kemungkinan karena loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai devaluasi kelompok lain. Berdasarkan Teori Identitas Sosial, Henry Tajfel dan John Tunner (1982)mengemukakan bahwa prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh “in groupfavoritism”, yaitu kecenderungan untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group di atas out group. Berdasarkan teori tersebut, masing-masing dari kita akan berusaha meningkatkan harga diri kita,yaitu : identitas pribadi (personal identity ) dan identitas sosial yang berasal darikelompok yang kita miliki. Jadi, kita dapat memperteguh harga diri kita dengan prestasi yang kita miliki secara pribadi dan bagaimana kita membandingkan dengan individu lain. Identitas sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu.Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri danharga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitaskelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jikakelompok yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu jugaakan menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.Demikan pula akhirnya prasangka diperkuat.Sebagai upaya meningkatkan harga diri, seseorang akan selalu berusaha untuk memperoleh identitas sosial yang positif. Upaya meningkatkan identitas sosial yang positif itu diantaranya dengan membesar-besarkan kualitas kelompok sendirisementara kelompok lain dianggap kelompok yang inferior. Secara alamiah memang selalu terjadi in group bias yakni kecenderungan untuk menganggap kelompok lain lebih memiliki sifat-sifat negatif atau kurang baik dibandingkan kelompok sendiri. Tidak setiap orang memiliki derajat identifikasi yang sama terhadap kelompok. Ada yang kuat identifikasinya dan ada pula yang kurang kuat. Orang dengan identifikasi social yang kuat terhadap kelompok cenderung untuk lebih berprasangka daripada orang yang identifikasinya terhadap kelompok rendah. Secara umum derajat identifikasi seseorang terhadap kelompok dibedakan menjadi dua yakni, high identifiers dan low identifiers. High identifiers mengidentifikasikan diri sangat kuat, bangga, dan rela berkorban demi kelompok. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan melindungi dan membela kelompok kala mendapatkan imej yang buruk. Dalam situasi yang mengancam kelompok, orang dengan high identifiers akan menyusun strategi kolektif untuk menghadapi ancaman tersebut. Sebaliknya low identifiers kurang kuat mengidentifikasikan kedalam kelompok. Orang dengan identifikasi rendah terhadap kelompok ini akan membiarkan kelompok terpecah-pecah dan melepaskan diri mereka darikelompok ketika berada dibawah ancaman. Mereka juga merasa bahwa anggota-anggota kelompok kurang homogen.Teori identitas sosial memiliki dua prediksi, yaitu : (1)ancaman terhadap hargadiri seseorang akan meningkatkan kebutuhan untuk in group favoritism dan (2)ekspresi in group pada gilirannya meningkatkan harga diri seseorang. MenurutWorchel dan kawan-kawan (2000), biasanya loyalitas dan in group favoritism akan lebih muncul dan lebih intens pada kelompok minoritas daripada kelompok mayoritas.Pada dasarnya, timbulnya in group bias selain bergantung pada tendensiseseorang untuk berinteraksi secara primer dengan anggota kelompok merekasendiri, juga bergantung pada pola interaksi yang ada antar kelompok. Jikainteraksi anatr kelompok jauh, maka gap antar kelompok akan lebar dan dapatmemperbesar kemungkinan timbulnya in group bias.
4. Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan.Pengalihan agresi terjadi apabila sumber frustasi tidak dapat diserang karena rasatakut dan sumber frustasi itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbulakibat terganggunya fungsi psikologis dalam diri individu tersebut.Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul karena adanya rasafrustasi dan kepribadian yang otoriter :
A. Teori Frustasi. Menurut teori frustasi, prasangka merupakan manifestasi dari “displaced aggression” sebagai akibat dari frustasi. Asumsi dasar teori ini adalah jika tujuanseseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalamifrustasi. Frustasi yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaanbermusuhan terhadap sumber penyebab frustasi. Hal itulah yang menyebabkanindividu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memilikikekuasaan.
B. Kepribadian OtoriterAdorno, Frenkel, Brunswick, Levinson dan Sanfok (1950) pada bukunya yangberjudul The Authoritarian Personality menyebutkan bahwa prasangka adalahhasil dari karakteristik kepribadian tertentu yang disebut dengan istilahkepribadian otoriter. Tipe kepribadian ini ditandai dengan super ego yang ketatdan kaku, id yang kuat, dan struktur ego yang lemah. Kepribadian otoriterberkembang karena perasaan bermusuhan yang latent kepada oarng tua yang rigid (kaku) dan tidak terlalu banyak menuntut.Sebagai contoh, anak yang memiliki orang tua dangan pola pengasuhanotoriter akan memiliki anggapan bahwa orang tua selalu benar karena memilikikuasa akan dirinya dirumah. Hal itu dapat menyebabkan permusuhan dasar anak terhadap orang tuanya. Namun karena anak tidak berani untuk mengarahkan permusuhannya langsung kepada orang tuanya, ia akan mengarahkan permusuhanitu kepada temannya yang lemah atau tidak memiliki kekuasaan.
5. Teori Kategorisasi Sosial
Dunia merupakan kekompleksan yang tiada batas. Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain,kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan,tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau in group . Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai out group. Seseorang pada saat yang sama bias dikategorikan dalam in group ataupun out group sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita karena ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok dengan kita (ingroup) sekaligus bukan sekelompok dengan kita (out group) . Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang ada cenderung untuk diabaikan. Disisilain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata dimana etnis jawa lembut dan etnis Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnis cenderung untuk merasa sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya diantara mereka relatif cukup berbeda. Ukuran kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah diantara anggota-anggotanya relatif sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok, sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada di dalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial. Karena sebagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan yang cenderung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain. Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda. Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibangga kanuntuk meningkatkan harga diri. Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan memalukan. Keadaan ini bias menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok merasa paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka. Oakes, Haslam & Turner (1994) menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akanmelahirkan diskriminasi antar kelompok jika memenuhi kondisi berikut : Derajat subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi. Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi diskriminasi juga besar. Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan,kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan mengecil. Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.Status relatif in group dan karakter perbedaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi

6. Teori Perbandingan Sosial
Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kitadengan kelompok lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki,mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dansebagainya. Konsekuensi dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatulebih baik atau lebih buruk dari yang lain. Melalui perbandingan sosial kita jugamenyadari posisi kita di mata orang lain dan masyarakat. Kesadaran akan posisiini tidak akan melahirkan prasangka bila kita menilai orang lain relatif memilikiposisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir ketika orang menilai adanyaperbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah yangakan melahirkan prasangka (Myers, 1999). Dalam masyarakat yang perbedaankekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung sangat kuat. Sebaliknyabila status sosial ekonomi relatif setara prasangka yang ada kurang kuat.Para sosiolog menyebutkan bahwa prasangka dan diskriminasi adalah hasildari stratifikasi sosial yang didasarkan distribusi kekuasaan, status, dan kekayaanyang tidak seimbang diantara kelompok-kelompok yang bertentangan (Manger,1991). Dalam masyarakat yang terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologiyang menjustifikasi praktek diskriminasi untuk mempertahankan posisimenguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkanhegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun berprasangkaterhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi
7. Teori Biologi.
Menurut pendekatan ini prasangka memiliki dasar biologis. Hipotesisnya adalah bahwa kecenderungan untuk tidak menyukai kelompok lain dan hal-hal lain yang bukan milik kita merupakan warisan yang telah terpetakan dalam genkita. Pendekatan biologis ini berasal dari sosiobiologi. Rushton dalam Baron danByrne (1991) mengistilahkan pendekatan ini sebagai genetic similarity theory . Asumsi dari teori ini adalah bahwa gen akan memastikan kelestariannya dengan mendorong reproduksi gen yang paling baik yang memiliki kesamaan. Bukti dari hal ini adalah bisa dilacaknya nenek moyang kita melalui DNA karena kita dengan nenek moyang kita memiliki kesamaan gen. Maka, menurut teori ini orang-orang yang memiliki kemiripan satu sama lain atau yang menunjukkan pola sifat yang mirip sangat mungkin memiliki gen-gen yang lebih serupa dibandingkan dengan yang tidak memiliki kemiripan satu sama lain. Misalnya orang-orang yang berasal dari etnik yang sama memiliki gen yang relatif lebih mirip daripada dengan orang dari etnik yang berbeda. Menurut teori kesamaan gen, faktor kesamaaan gen dalam satu etnik dimungkinkan sebagai faktor yang menyebabkan individu berperilaku lebih murah hati terhadap anggota etniknya daripada kepada etnis yang berbeda. Rushton juga menyebutkan bahwa ketakutan dan kekurang percayaan terhadap orang asing telah terpola dalam gen, sebab meskipun orang asing tidak membahayakan sama sekali, kecenderungan curiga dan tidak percaya tetap ada. Hal ini memberikan kontribusi nyata terhadap munculnya prasangka. Banyak ilmuwan menolak teori sosiobiologis. Teori ini dinilai tidak bias dipertanggungjawabkan. Mereka yang menolak berpendapat bahwasanya prasangka semata-mata merupakan produk dari adanya interaksi sosial dan kecenderungan kepribadian tertentu.
8. Deprivasi Relatif
Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka (Brown, 1995). Misalnya di suatu wilayah, sekelompok etnis A bermata pencaharian sebagai petani padi sawah. Masing-masing keluarga etnik tersebut mengerjakan sawah seluas 2 ha. Rata-rata hasil panen yang didapatkan setiap kali panen (1 kali setahun) adalah 8 ton padi. Mereka sangat puas dengan hasil tersebut dan merasa beruntung. Kemudian datanglah sekelompok etnis B yang juga mengerjakan sawah di wilayah itu dengan luas 2 ha per keluarga. Ternyata, hasil panenan kelompok etnis B jauh lebih banyak (14 ton sekali panen). Sejak itu muncullah ketidakpuasan etnis A terhadap hasil panennya karena mengetahui bahwa etnis B bisa panen lebih banyak. Ketidakpuasan yang dialami etnis A itu merupakan deprivasi relatif. Pada awal kedatangan etnis B, mereka disambut baik oleh etnis A. Akan tetapi setelah etnis B berhasil memanen padi di sawah barunya, mulailah timbul ketidaksukaan etnis A terhadap etnis B. Etnis A menuduh etnis B berkolusi engan petugas pengairan sehingga mendapatkan pengairan yang lebih baik karenanya hasil panennya lebih baik. Etnis A mulai merasakan adanya perlakuan yang tidak adil dari petugas pengairan terhadap mereka, meski sebenarnya tidak ada pembedaan perlakuan dari petugas tesebut. Tidak hanya itu, dalam berbagai hal etnis A pun jadi berprasangka terhadap etnis B, dan mulai tidak menerima kehadiran etnis B. Contoh diatas menggambarkan timbulnya prasangka akibat dari deprivasi relatif. Hal demikian seringkali terjadi terutama di daerah-daerah dimana terdapat penduduk asli dan penduduk pendatang yang cukup besar. Contoh paling bagus adalah daerah transmigrasi dimana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang kondisi ekonomi penduduk asli masih lebih baik daripada transmigran,penerimaan penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan baik. Akan tetapi begitu kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, hal mana mulai menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya.

Cara Mengurangi Prasangka Sosial

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mencegah timbulnya prasangka, yaitu :
1. Melalukan kontak langsung
2. Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci
3. Mengoptimalkan peran orang tua, guru, individu dewasa yang dianggap penting oleh anak dan media massa untuk membentuk sikap menyukai atau idak menyukai melalui contoh perilaku yang ditunjukkan (reinforcement positive).
4. Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan memahami individu lain berdasarkankarakteristiknya yang unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu. Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000), upaya tersebut akan lebih efektif jika dibarengi dengan kebijakan pemerintah melalui penerapan hukum yang menjunjung tinggi adanya persamaan hak dan pemberian sanksi pada tindakan diskriminasi baik berdasarkan ras, suku, agama, jenis kelamin, usia, dan faktor-faktor lainnya.Alasan-alasan yang mendasari hukum dapat mengurangi prasangka adalah :
1. Hukum membuat diskriminasi menjadi perbuatan ilegal, sehingga akan mengurangi tindakan yang memojokkan pada kehidupan anggota-anggota minoritas.
2. Hukum membantu untuk menetapkan atau memantapkan norma-norma dalam masyarakat, yaitu hukum berperan dalam mendefinisikan jenis-jenis perilaku yang dapat diterima atau tidak dapat diterima dalam masyarakat.
3. Hukum mendorong konformitas terhadap perilaku yang non diskriminatif,yang mungkin pada akhirnya akan menghasilkan internalisasi sikap tidak berprasangka melalui proses persepsi diri atau pengurangan disonansi
Dampak Prasangka Sosial

Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal. Selanjutnya Steplan (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosialakan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya diuraikan bahwa prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka sosial merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosialdi atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikapdan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik.



PENUTUP
A. Kesimpulan
Prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individuyang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangkasosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya ataukelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilakuseseorang yang berprasangka tersebut.Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat darikecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (
social categorization
).Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi duakelompok, yaitu “kelompok kita” (
in group
) dan “kelompok mereka” (
out group
).
In group
adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki ataumemiliki (“kelompok kami”). Sedangkan
out group
adalah grup di luar grupsendiri (“kelompok mereka”).Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tigapandangan, yaitu :1.

Prasangka Sosial2.

Prasangka Emosional3.

Prasangka Kognitif Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi olehbeberapa faktor yaitu;1. Pengaruh Kepribadian2. Pendidikan dan Status3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua4. Pengaruh Kelompok 5. Pengaruh Politik dan Ekonomi6. Pengaruh Komunikasi7. Pengaruh Hubungan Sosial

25Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagianbesar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yangdapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapatmenyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalaminteraksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan devrisasi relatif.Dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakuseseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorangatau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggukerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapatterealisir dengan baik

DAFTAR PUSTAKA
Dayakisni, Tri dan Hudainah. (2006). Psikologi Sosial. Malang : UMM Press.Mendatu, Achmanto.
Mendefinisikan Prasangka[Online]. Tersedia :http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/ mendefinisikan-prasangka.html (12 Desember 2008).Mendatu, Achmanto.
Sebab Munculnya Prasangka [Online]. Tersedia :http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/sebab-munculnya-prasangka.html (12 Desember 2008).
Robert, A. Baron dan Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial Edisi kesepuluh Jilid1. Jakarta : Erlangga.Robert J, Sternberg. (2001).
Psychology “ Search of The Human Mind” ThirdEdition. Harcout College Publisher. USA._______. (2004).
Prasangka Sosial
[Online]. Tersedia :http://library.usu.ac.id/download/fisip/kesos-irmawati3.pdf (12 Desember2008

Minggu, 23 Oktober 2011

CATATATAN KULIAH
PERSEPSI DAN SENSASI

A. Sensasi

Sensasi adalah tahap pertama stimuli mengenai indra kita. Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.”

Definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Kita mengelompokannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh ineroseptor (misalnya, system peredaran darah). Gerakan tubuh kita sendiri diindera oleg propriseptor (misalnya, organ vestibular).

B. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi, seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang memengaruhi persepsi, yakni perhatian.

Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesdaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen)
Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perharian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti :
  • Gerakan (Movement) secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
  • Intensitas Stimuli (Stimulus Intensity), kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain
  • Kebaruan (Novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan menarik perhatian.
  • Perulangan (Repeatation), hal-hal yang disajikan berkali-kali bila deisertai sedikit variasi akan menarik perhatian.

Faktor Internal Penarik Perhatian
Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contoh-contoh faktor yang memengaruhi perhatian kita adalah :
  • Faktor-faktor Biologis
  • Faktor-faktor Sosiopsikologis.
  • Motif Sosiogenis, sikap, kebiasaan , dan kemauan, memengaruhi apa yang kita perhatikan.
Kenneth E. Andersen, menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.
  1. Perhatian itu merupakan proses aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
  2. Kita cenderung memerhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan kita.
  3. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikat, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita.
  4. Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita.
  5. Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan
  6. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepi kita akan betul-betul cermat.
  7. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita,
  8. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
  9. Intesitas perhartian tidak konstan
  10. Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
  11. Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian
  12. Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak.
  13. Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan memertahankan perhatian

Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk apa yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memeberikan respons pada stimuli itu.

Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Sebagai kerangka rujukan. Mula-mula konsep ini berasal dari penelitian psikofisik yang berkaitan dengan persepsi objek. Dalam eksperimen psikofisik, Wever dan Zener menunjukan bahwa penilaian terhadap objek dalam hal beratnya bergantung pada rangkaian objek yang dinilainya. Dalam kegiatan komunikasi kerangka rujukan memengaruhi bagaimana memberi makna pada pesan yang diterimanya.

Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Faktor-faktor struktural berasal semata-mara dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkanny pada system saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat structural. Prinsip-prinsip ini kemundian terkenal dengan nama teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, kita tidak melihat bagian-bagiannya. Jika kia ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan

***
Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian :
  1. Dalil persepsi 1: Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi
  2. Dalil persepsi 2 : Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
  3. Dalil persepsi 3 : Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan diperngaruhi oleh keanggotaan kelompolmua dengan efek berupa asimilasi atau kontras.
  4. Dalil persepsi 4 : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat structural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok.

Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni structural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan dengan individu yang lainnya. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya, atau mengakrabkan diri dengan orang-orang yang punya prestise tinggi. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditangapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal.

Sumber : http://komunikologi.wordpress.com/2008/07/11/sensasi-persepsi-memori/

Sabtu, 22 Oktober 2011

CATATAN KULIAH
ILMU PSIKOLOGI KOMUNIKASI DAN
PENDEKATAN PERILAKU MANUSIA



Psikologi Komunikasi
Dari bukunya Jalaludin Rahmat
BAB I
1. Apakah Psikologi Komunikasi Itu?

Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
Dalam sejarah perkembangannya komunikasi memang dibesaran oleh para peneliti psikologi. Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Komunikasi bukan subdisiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi.

2. Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi

Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisikan komunikasi sebagai ”the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience). Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal.”
Kamus psikologi, menyebutkan enam pengertian komunikasi.
1. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2. Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan oleh organisme.
3. Pesan yang disampaikan
4. (Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan satu sistem yang lain melalui pengaturan sinyal-sinyal yang disampaikan.
5. (K.Lewin) Pengaruh suatu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan peribahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.

Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam memengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?
Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu : bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis.


3. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi


Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.”
Psikologi uga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi tertama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli), prediksi respon (prediction of response),dan peneguhan respon (reinforcement of responses). Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang.
George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi.
Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.


4. Penggunaan Psikologi Komunikasi


Tanda-tanda komunikasi efektif menimbulkan lima hal :
1. Pengertian : Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh komunikator
2. Kesenangan : Komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan.
3. Mempengaruhi sikap : Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan menimbulkan efek pada komunikate. Persuasi didefiniksikan sebagai ”proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
4. Hubungan sosial yang baik : manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow menyebutnya dengan ”kebutuhan akan cinta” atau ”belongingness”. William Schutz merinci kebuthan dalam tiga hal : kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengar orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), cinta serta rasa kasih sayang (affection).
5. Tindakan : Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbukan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tidakan, kita harus berhasil lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan menguhan sikap, atau menumbukan hubungan yang baik.


A. Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Psikologi Komunikasi

FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Ada dua macam psikologi sosial.
Psikologi sosial dengan huruf P besar
psikologi sosial dengan huruf S besar

Kedua pendekatan ini menekankan faktor-faktor psikologis dan faktor-faktor sosial. Atau dengan istilah lain faktor-faktor yang timbul dari dalam individu (faktor personal),dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar individu (faktor environmental).

McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia.

Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektf yang berpusat pada persona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.
Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut.
Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi.
diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.


Faktor Sosiopsikologis
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.
Komponen Afektif

merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.


PERTANYAAN!!

Jelaskan tentang Perspektif yang berpusat pada situasi!

MOTIF SOSIOGENESIS

Motif sosiogenesis disebut juga dengan motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis). Berbagai klasifikasi motif sosiogenesis :


W.I Thomas dan Florian Znanieckci :

1. Keinginan memperoleh pengalaman baru
2. Keinginan untuk mendapatkan respons
3. Keinginan akan pengakuan
4. Keinginan akan rasa aman

David McClelland :
Kebutuhann berprestasi (need for achievement)
Kebutuhan akan kasih sayang (need for affiliation)
Kebutuhan berkuasa (neef for power)

Abraham Maslow :
Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs)
Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization)

Melvin H.Marx :
Kebuthan organismis :
Motif ingin tahu (curiosity)
Motif kompetensi (competence)
Motif prestasi (achievement)
Motif-motif sosial :
Motif kasih sayang (affiliation)
Motif kekuasaan (power)
Motif kebebasan (independence)


Motif sosiogenesis dapat dijelaskan dibawah ini :

1. Motif ingin tahu : mengerti menata dan menduga. Setiap orang berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya.
2. Motif kompetensi : setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun
3. Motif cinta : sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian.

4. Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas : erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukan eksistensi di dunia ini.

5. kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna hidup : Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya.

6. Kebutuhan akan pemenuhan diri : Kita bukan saja ingin mempertahankan hidup, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan diri kita; ingin memenuhi peotensi-potensi kita.


PERTANYAAN!!

Jika motif sosiogenesis mempunyai peranan yang penting dalam membentuk perilaku sosial, mengapa disebut motif sekunder?

B. KONSEPSI MANUSIA DALAM PSIKOANALISIS


Sigmund Freud, pendiri psikoanaliss adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psiologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia.

Menurut Freud perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsitem dalam kepribadian manusia :
Id
Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat manusia hewani.
Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator anatara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego dapat menundukan manusia terhadap hasrat hewaninya.
Superego
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego).

PERTANYAAN!!

Sebutkan contoh perilaku orang yang mencerminkan Id, Ego, dan Superego!


TEORI BEHAVIORISME


Teori Behaviorisme Adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan.Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).

Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Edward Edward Lee Thorndike (1874-(1874-1949))

Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

Ivan Petrovich Pavlo (1849-1936)
Teori pelaziman klasik

Adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.


Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward(penghargaan) dan rierforcement(peneguhan) merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.

Albert Bandura (1925-sekarang)
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar.

Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.


Format Diskusi

Psikologi Komunikasi

a. Diskusi Meja Bundar :


Kelebihan :

- menyebabkan arus komunikasi yang bebeas di antara anggota-anggota kelompok
- terjadi jaringan komunikasi semua saluran
- memudahkan partisipasi spontan yang lebih demokratis daripada susunan meja segi empat yang lebih otokratis dan kaku
- memungkinkan individu berbicara kapan saja tanpa ada agenda yang tetap.
- Mengisyaratkan waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi.
- Lebih informal


Kekurangan:
- Sifatnya terbatas
- Tidak dapat digunakan dalam diskusi yang bersifat formal.

Contoh : Diskusi dalam belajar kelompok

b. Simposium :

Kelebihan :
- Simposium menyajikan informasi untuk dijadikan suber rujukan khalayak dalam mengambil keputusan pada waktu yang akan datang
- Informasi diklasifikasikan berdasarkan urutan logis, perbedaan titik padang, atau pemecahan alternatif
- Setiap bagian dari pokok bahasan diulas oleh seorang pembicara pada waktu yang sudah ditentukan
- Hadirin dapat mendiskusikannya dalam forum yang diatur oleh moderator, sehingga proses diskusinya pun menjadi sangat teratur dan rapi.
- Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil.
- Dapat mengemukakan informnasi banyak dalam waktu singkat.
- Pergantian pembicara menambah variasi dan sorotan dari berbagai segi akan menjadi sidang lebih menarik.
- Dapat direncanakan jauh sebelumnya.


Kekurangan :
- Kurang spontanitas dan kneatifitas karena pembahas maupun penyanggah sudah ditentukan.
- Kurang interaksi kelompok.
- Menekankan pokok pembicaraan.
- Agak terasa formal.
- Kepribadian pembicara dapat menekankan materi.
- Sulit mengadakan kontrol waktu.
- Secara umum membatasi pendapat pembicara.
- Membutuhkan perencanaan sebelumnya dengan hati-hati untuk menjamin jangkauan yang tepat.
- Cenderung dipakai secara berlebihan.


Contoh : Konfrensi Pers

c. Diskusi Panel :

Kelebihan :
- Membangkitkan pikiran.
- Mengemukakan pandangan yang berbeda-beda.
- Mendorong ke analisis lebih lanjut.
- Memanfaatkan para ahli untuk berpendapat dan proses pemikirannya dapat membelajarkan orang lain.

Kelemahan :
- Mudah tersesat bila moderator tidak terampil.
- Memungkinkan panelis berbicara terlalu banyak.
- Tidak memberi kesempatan peserta untuk berbicara.
- Cenderung menjadi serial pidato pendek.
- Membutuhkan persiapan yang cukup masak.

Contoh : Diskusi panel, biasanya untuk membahas suatu hal yang membutuhkan banyak pembicara (panelis I, Panelis II, Panelis III). Misalnya ketika terdapat diskusi tentang “pengelolaan sampah di bandung”, maka panelis2nya adalah orang-orang yang berhubungan dengan masalah tersebut dengan jabatan yang berbeda.

d. Kolokium :

Kelebihan :
- Memberian kesempatan kepada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang atau beberapa orang ahli
- Bersifat teratur dan formal

Kekurangan :
- Diskusi diatur secara ketat oleh moderator sehingga penanya tidak dapat bertanya dengan leluasa
- Ahli biasanya hanya diizinkan menjawab pertanyaan, tidak boleh bertanya.

Contoh : di amerika biasanya terdapat perdebatan terbuka antar calon presiden ”public debate”

e. Forum (ceramah)

Kelebihan :
- Menambah pandangan dengan reaksi pengunjung.
- Dapat dipakai terutama pada kelompok yang besar.
- Dapat dipakai untuk menyajikan keterampilan yang banyak dalam waktu singkat.
- Pergantian pembicara menambah vaniasi.
- Reaksi pengunjung mendorong pengunjung untuk mendengarkan dengan lebih banyak perhatian.

Kelemahan :

- Membutuhkan banyak waktu.
- Pribadi masing-masing pembicara dapat memaksakan pada materi yang kurang tepat
- Tanggapan dari kelompok tertunda.

- Sulit mengendalikan waktu.
- Periode forum mudah terulur.

Contoh : Komunikator menggabungkan pertanyaannya sendiri, pertanyaan dari khalayak dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang digabungkan untuk menghasilkan suatu diskusi terbuka yang informatif dan menghibur.

f. Prosedur Parlementer


Kelebihan :
- diskusi akan berjalan sangat teratur karena terdapat peraturan tata tertib selama mengadakan diskusinya.
- secara ketat memaksa kelompok mendiskusikan hanya satu persoalan pada satu saat

Kekurangan :

- hanya dengan suara dua pertiga diskusi dapat dihentikan
- yang boleh bicara diatur oleh ketua. Sehingga orang lain yang mempunyai ide-ide kreatif akan tersendat bila tidak ditunjuk oleh ketuanya.
- Segala hal ditentukan dalam sidang sehingga, sudah dapat diramalkan waktu bicara seseorang.

Contoh : Sidang di Parlemen



by: http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/04/apa-itu-psikologi-komunikasi.html