Kamis, 31 Maret 2011

MEMBANGUN KECERDASAN SPIRITUAL BANGSA Soleh Amini Yahman

by Soleh Amini Yahman

Tanggal 20 Mei dicatat dan ditetapkan oleh bangsa Indonesia sebagai hari kebangkitan nasional. Memperingati hari kebangkitan nasional berarti melakukan proses evaluasi diri sebagai bangsa.

Apakah kehidupan berbangsa dan bernegara selama 61 tahun sejak memerdekakan diri dari belenggu penjajahan telah memberikan arti bagi kehormatan, harga diri dan martabat sebagai sebuah Bangsa. Sudah benar-benar bangkitkah bangsa Indonesia dari keterjajahan dan mampu berdiri tegak sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah lebih dahulu menemukan kesadaran dirinya sebagai sebuah bangsa. Sudah benar-benar lepaskah bangsa Indonesia dari cengkraman penjajahan bangsa lain. Pertanyaan-pertanyaan ini selalu terulang dan terulang setiap kali memperingati hari kebangkitan nasional, dan selama itu pula kita selalu ragu-ragu untuk memberikan jawaban yang pasti. Masih ada keraguan dalam sanubari untuk mengatakan bahwa bangsa kita telah bangkit dan lepas dari cengkraman penjajahan. Keraguan ini timbul karena realita kehidupan masyarakat bangsa Indonesia masih menujukkan banyaknya ketergantungan terhadap negara maju dan bahkan kehidupan bangsa ini masih banyak diatur dan ditentukan oleh kebijakan-kebijakan negara lain. Maka yang terjadi bangsa ini menjadi obyek ekperiemntasi politik, sosial, ekonomi dan bahkan budaya oleh negara-negara adi daya, terutama Amerika Serikat bersama sekutu-sekutunya. Dengan menggunakan keunggulan teknologi yang dimilikinya, mereka memindahkan ribuan ton kekayaan alam Indonesia ke negara mereka, dan dengan kekuatan ekonominya mereka mengatur bagaimana tatanan sosial ekonomi negeri ini harus dijalankan. Pencabutan subsidi bahan bakar minyak sebagai salah satu contohnya.

Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 di negara-negera Asia tenggara telah menimbulkan efek domino yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi indonesia. Bila negara-negara lain, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Philipina, Korea telah sembuh dan bangkit dari krisis ekonomi, tidak demikian dengan Indonesia. Bahkan lebih parahnya lagi krisis yang mula-mula berbasis pada sektor ekonomi justru berkembang menjadi krisis yang multidemensional, di antaranya krisis politik, kultural dan sosial.
Sejalan dengan merebaknya krisis multidemensional itu, cobaan dan ujian bangsa Indonesia tidak juga mereda. Berbagai musibah, huru hara dan bencana alam melanda negeri. Hempasan gelombang tsunami di aceh dan nias, banjir bandang di jember dan trenggalek, tanah longsor, kecelakaan pesawat terbang dan kereta api yang beruntun, konflik bersenjata di maluku, aceh, sulawesi, papua dan kasus-kasus white color crime seperti korupsi,kolusi dan nepotisme, benar-benar membuat bangsa Indonesia mengalami shock yang luar biasa. Belum lagi gangguan terorisme dan merebaknya berbagai penyakit menular yang mematikan.
Pertanyaan yang timbul dari rentetan kasus-kasus itu adalah dosa apa yang telah diperbuat bangsa ini sehingga Tuhan begitu murka ? Benarkan itu semua sekedar ujian atau cobaan ? Ataukah ini semua merupakan buah dari kekufuran kita terhadap kenikmatan yang telah dilimpahkan tuhan kepada bangsa kita ? Jawaban yang pasti atas rentetan pertanyaan tersebut memang sulit dijawabnya mengingat kompleksitas etiologi yang menyebabkan timbulnya aneka permasalahan yang membelit kehidupan bangsa Indonesia. Namun demikian bangsa Indonesia akan bisa mengurai dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut bila kita mau melakukan evaluasi diri untuk kemudian menemukan kesadaran diri sebagai bangsa yang berwibawa dan patut dihormati oleh bangsa-bangsa lain termasuk negara adi daya.
Oleh karena itu marilah momen hari kebangkitan nasional ini dijadikan titik pijakan untuk merenungkan dan kemudian berbuat untuk membenahi kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah porak poranda karena kebodohan emosional dan kebodohan spiritual kita sebagai bangsa.
Kecerdasan Emosional & Spiritual
Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang bersifat multidimensi diperlukan adanya ketajaman pikir dan nurani yang tinggi sehingga mampu melihat permasalahan tidak secara parsial dan perifer. Permasalahan bangsa harus dilihat secara holistik atau menyeluruh sehingga akan terungkap keterkaitan atau interkoneksi antara satu permasalahan dengan permasalahan yang lain. Untuk mencapai tahapan tersebut hanya dimungkinkan bila bangsa Indonesia memiliki tingkat kecerdasan emosional (emotional intelegence) dan kecerdasan spiritual (spiritual intelegence) yang tinggi. Dengan kecerdasan emosional dan kecerdsan spiritual ini manusia akan berorientasi secara postif dan konstruktif dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan kehidupan. Orientasi pemecahan persoalan dengan model pendekatan kecerdasan emosional-spritual tidak hanya pada landasan logika semata, karena memang tidak semua permasalahan dapat dianalisa secara logika intelektual. Banyak sisi-sisi persoalan kehidupan bangsa yang harus diselesaikan dengan pendekatan logika nurani dan spiritual. Bahkan konon menurut Daniel Goldman (1998) kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang sebesar 20% atas kepiawian seseorang dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan, 80 % lainnya disumbangakn oleh faktor kecerdasan emosi dan spiritual, dengan demikian maka keunggulan hati (heart) selangkah lebih cerdas daripada keunggulan kepala (head) dalam meratifikasi persoalan-persoalan kehidupan bangsa.
Kecerdasan emosional mencakup aspek kontrol diri, semangat dan ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri agar menjadi lebih baik. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan, memahami dan secara ktif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi merupakan persyaratan dasar untuk dapat menggunakan intelegensi secara efektif. Kecerdasan emosional akan menuntun kita untuk berfikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan dan memampukan seseorang untuk dapat mengenali pola-pola emosi. Sedangkan kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk berfikir secara kreatif, berwawasan jauh dan bahkan akan menuntun seseorang untuk berani mengubah aturan yang dianggap telah keluar dari nilai-nilai illahiyah dan nilai-nilai humanitas.
Danah Zohar dan Ian Marshal (1999) memberikan batasan tentang kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang terkait dengan persoalan makna dan nilai. Apabila dikaitkan dengan teori chaos, maka saat ini bangsa Indonesia sedang berada pada titik ‘ujung’, yaitu titik pertemuan antara tatanan dan kekacauan. Antara yang diketahui dan yang tidak diketahui. Untuk itulah diharapkan kita memiliki kemampuan untuk dapat membaca makna dan nilai yang terkandung dalam setiap persoalan bangsa.
Untuk mencapai pada tataran kecerdasan emosional dan spiritual yang tinggi maka ketrampilan emosional dan spiritual tersebut harus dilatihkan pada anak-anak kita sejak usia dini dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengaktulisasikan potensi intelektuil yang telah dimiliki anak secara genetis, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan natural.
Kecerdasan spiritual tidak mempunyai hubungan yang liner dengan masalah kehidupan beragama. Kecerdasan spiritual tidak sama dengan kualitas kehidupan beragama dan tidak harus dihubung-hubungakn dengan masalah perilaku keagamaan. Namun demikian penguasaan dan kualitas yang baik dalam kehidupan beragama akan sangat membantu dalam mempermudah meningkatkan kecerdasan spiritual, sehingga individu dapat menangkap makna dan nilai kehidupan dengan lebih baik.
Tanda-tanda kecerdasan emosional-spiritual yang telah berkembang dengan baik diantaranya adalah adanya kemampuan untuk bersikap fleksibel dan tidak panik dalam menghadapi kegentingan dan kegawat daruratan. Mampu dan dapat memanfaatkan penderitaan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, terbentuknya kualitas hidup yang dililhami oleh visi dan nilai, mampu melihat keterkaitan pada berbagai persoalan dan memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri. Memiliki kecenderungan bertanya “mengapa atau “bagaimana jika ’ dalam mencari jawaban pada hal-hal yang sifatnya mendasar
Semoga momentum peringatan hari kebangkitan nasional 2006 dapat menjadi titik awal pembangunan kesadaran sebagai bangsa yang cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual sehingga kita tidak tergopoh-gopoh dan panik ketika harus menghadapi rentetan persoalan kehidupan. Bangkit dan raih kembali kejayaan bangsa kita. Ayo kita bisa !!! Wallahu a’lam bissawab

CINTA SEBAGAI AMUNISI JIWA DALAM MENDIDIK ANAK MANUSIA

By. Soleh Amini Yahman

………….dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang berbekas pada jiwa
mereka……………………(QS. An-Nisa’ : 63) Pendahuluan Dalam konsep ilmu psikologi, proses tumbuh kembang anak adalah merupakan suatu proses yang selalu terkait dengan masalah “belajar”. Artinya anak akan menjadi apa atau menjadi seperti apa, sangat tergantung pada bagaimana Ia belajar. Anak Belajar Dari Kehidupannya

========== Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar menjadi rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar untuk menyesali diri Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan Ia belajar menjadi percaya diri Jika anak dibesarkan dengan pujian Ia belajar menghargai Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, Ia belajar keadilan Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya Jika anak dibesarkan dengan cinta kasih saying dan persahabatan Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. (puisi karya : Dorothy Law Nolte) judul asli : Childern Learn What They Live
Dari Mana anak Belajar ?
Kehidupan keluarga menjadi sumber inspirasi utama proses pembelajaran seorang anak dalam menemukan, membentuk dan mendesain kepribadian. Dinamika kehidupan keluarga akan menjadi ruh bagi terbentuknya frame of personality. Dari keluarga inilah anak menginternalisasikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang nantinya akan digunakan sebagai alat berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya. Sampai dengan titik ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa baik buruknya kualitas kehidupan keluarga akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Anak akan belajar dari apa yang Ia dengar, apa yang Ia lihat dan apa yang Ia rasakan dalam keluarganya, untuk selanjutnya Ia internalisasikan dan implementasikan dalam perilaku kesehariannya. Dengan kata lain Bila Ia mendengar hal-hal yang Indah dari keluarganya, Ia pun akan berperilaku elok, santun dan lembut. Sebaliknya jika yang Ia dengar dan Ia lihat adalah kekerasan maka anak pun akan memperlihatkan kekerasan, agresifitas dan perilaku-perilaku negative lainnya. Bagaimana Anak kita Belajar ? Perilaku anak terbentuk melalui proses pembelajaran social (social learning process) terutama melalui mekanisme Imitasi (modeling) dan Identifikasi.
Dari Mana anak Belajar ? Kehidupan keluarga menjadi sumber inspirasi utama proses pembelajaran seorang anak dalam menemukan, membentuk dan mendesain kepribadian. Dinamika kehidupan keluarga akan menjadi ruh bagi terbentuknya frame of personality. Dari keluarga inilah anak menginternalisasikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang nantinya akan digunakan sebagai alat berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya. Sampai dengan titik ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa baik buruknya kualitas kehidupan keluarga akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Anak akan belajar dari apa yang Ia dengar, apa yang Ia lihat dan apa yang Ia rasakan dalam keluarganya, untuk selanjutnya Ia internalisasikan dan implementasikan dalam perilaku kesehariannya. Dengan kata lain Bila Ia mendengar hal-hal yang Indah dari keluarganya, Ia pun akan berperilaku elok, santun dan lembut. Sebaliknya jika yang Ia dengar dan Ia lihat adalah kekerasan maka anak pun akan memperlihatkan kekerasan, agresifitas dan perilaku-perilaku negative lainnya. Bagaimana Anak kita Belajar ? Perilaku anak terbentuk melalui proses pembelajaran social (social learning process) terutama melalui mekanisme Imitasi (modeling) dan Identifikasi. Imitasi adalah mekanisme pembelajaran dengan cara menirukan, mencotoh dari model yang dilihat, didengar dan dipersepsikannya. Orang tua sebagai model adalah obyek yang paling dekat untuk ditiru oleh anak-anak. Oleh karena itu orang tua sebagai prime model bagi pembelajaran anak harus ektra dan super hati-hati dalam berucap, berperilaku dan bertindak di hadapan anak-anak. Ingat anak adalah imitator ulung yang tiada taranya. Dengan kata lain, dalam proses tumbuh kembang anak orang tua harus mampu menjadi uswah khasanah (suri tauladan) bagi putra-putrinya. Identifikasi adalah mekanisme psikologis, dimana seseorang (terutama anak-anak) mencoba membentuk identitas dirinya dengan cara mengadopsi secara total figure-figur idialnya (idola) untuk dijadikan identitasnya. Ketika anak mengidolakan orang tua sebagai tokoh super yang dikaguminya maka hal ini menjadi modal yang sangat positip bagi orang tuanya untuk membawa kehidupan masa depan anak-anaknya kepada alur kehidupan yang idial sebagaimana yang diingnkan orang tua. Namun sejalan dengan perkembangan usia seseorang (anak) dan banyaknya rangsang-rangsang social di sekitar kehidupan anak, maka anakpun tidak lagi menjadikan orang tua (ayah/ibu) sebagai tokoh idolanya. Anak mulai menemukan idialitas lain yang lebih sesuai dengan hasrat perkembangan sosialnya. Anak menemukan tokoh idialitasnya dari televisi, bacaan, iklan, internet, sinetron, film yang belum tentu sesuai dengan nilai cultural, agama dan konsep pendidikan kita. Jika hal ini telah mulai terjadi pada anak-anak, maka hak orang tua adalah melakukan”filterisasi” dan intervensi secukupnya untuk mengarahkan agar anak-anak tidak terperosok pada pemilihan idola yang salah. Namun demikian orang tua tidak berhak untuk mencegah atau melarang anak menemukan idialitas dan identitasnya yang ia pungut dari kehidupan di sekitarnya. Dengan Cinta Kita Bicara Cinta adalah bahasa yang paling universal dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anak. Sebab cinta merupakan amunisi jiwa yang sangat dahsyat yang mampu mengalahkan kedahsyatan topan tornado maupun ganasnya luapan lahar gunung merapi. Atas nama cinta, banyak orang (ibu) yang rela berkorban demi kemuliaan hidup anak-anaknya. Apakah Cinta ? Dalam perspektif psikologi, cinta diidentifikasikan sebagai energi kehidupan positif yang bersifat afektif (emosi) . Energi cinta akan membawa seseorang pada perilaku yang positip, karena dalam cinta tersebut terkandung unsur-unsur positip seperti keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, ketabahan, kejujuran, kepercayaan dan kesunguh-sungguhan. Ketika energi cinta ini diimplemetasikan dalam mendidik anak-anak, maka orang tua harus berlaku ikhlas (lahir dan bathin), sabar dan penuh kasih sayang. Kasih sayang dalam kontek ini tidak berarti harus selalu memberi atau menuruti semua kehendak anak, tetapi mempertegas sikap untuk memberi pelajaran pada anak bahwa tidak setiap keinginan atau kehendak itu harus terpenuhi. Ketegasan tidak sama dengan kekerasan !! Dunia anak-anak jauh sangat berbeda dengan dunianya orang tua/dewasa. Banyak hal yang berbeda bahkan bertolak belakang diantara keduanya. Kenyataan ini sering membuat orang tua tidak sabar dan tidak tabah dalam mengsuh/mendidik putra-putrinya. Ketidaksabaran dan ketidaktabahan ini menimbulkan konflik yang sering memicu timbulnya kemarahan, sehingga cinta yang semestinya menjadi energi positif berubah menjadi energi destruktif yang merusak sendi-sendi harmoni cinta antara orang tua dan anak-anaknya. Oleh karena itu memelihara cinta sebagai amunisi jiwa adalah merupakan kata kunci untuk membangun kejujuran, kepercayaan dan kesungguhan dalam “gerakan” mendidik dan mengasuh anak-anak tercinta. Bagaimana Memelihara Cinta ? Sebagaimana sebuah tanaman, Cinta juga memerlukan pemeliharan yang baik agar tumbuh subur, berbunga indah dan berbuah lebat. Tanaman perlu dipupuk dengan pupuk organic untuk menjaga kesuburannya, maka cinta juga perlu disuburkan dengan pupuk-pupuk rohaniah. Diantara pupuk yang paling mujarap untuk menjaga kesuburan cinta adalah menumbuhkan rasa saling mengerti. Orang tua harus mencoba belajar memahami dunia anak-anak. Anak-anak bukan merupakan manusia dewasa dalam bentuk mini. Artinya jangan memeperlakukan anak-anak seperti kita memeperlakukan orang dewasa. Anak mempunyai dunianya yang khas, yang sangat berbeda dengan dunia kita. Dunia anak-anak adalah berekplorasi, berekperimen mencari tahu dan menemukan sesuatu yang sesuai dengan frame of reference mereka yang masih sangat simple. Bermain bagi seorang anak adalah aktivitas ‘pencarian’ untuk menemukan apa yang sedang ia cari. Sedangkan bermain bagi orang dewasa adalah refressing untuk menyegarkan jiwa raga setelah bergelut dengan padatnya pekerjaan. Dunia orang dewasa adalah dunia bekerja, dunia tanggung jawab yang menuntut kerja keras dan nilai-nilai pertanggungjawaban. Disinilah salah satu konsep yang harus dimengerti orang tua dari dunia anak-anaknya. Pengertian ini akan menjadi pupuk yang sangat bagus bagi tumbuh suburnya cinta bila orang tua mau memahaminya. Dengan pemahaman tersebut maka manajement konflik yang muncul dari hubungan anak dengan orang tuanya dapat ditatalaksanakan dengan sehat. Pupuk lainnya adalah kesadaran diri bahwa “saya adalah orang tua mereka dan mereka adalah anak-anak saya”. Kesadaran ini akan membawa orang tua untuk “tahu diri” dan mampu mengendalikan ego secara baik. Kesadaran diri dan pengendalian ego yang baik ini akan berimplikasi pada terbentuknya keseimbangan antara emosi dan kesadaran orang tua atas tugas dan tangung jawab pengasuhan terhadap anak-anaknya. Pupuk lainnya lagi bagi suburnya cinta adalah kesediaan untuk selalu bersama dalam duka dan suka. Memperbanyak waktu bersama keluarga di sela-sela kesibukan bekerja, merupakan energi yang luar biasa untuk memupuk cinta. Kebersamaan akan menciptakan pemahaman dan menumbuhkan pengenalan yang lebih baik antara satu anggota keluarga dan anggota lainnya. Kebersamaan juga akan menumbuhkan empati dan kerja sama. Dimana semua itu akan bermuara pada terbentuknya rasa ukhuwah atau persaudaraan yang lebih kuat dan lebih baik. Persaudaraan yang kokoh adalah muara akhir dari energi cinta. Kesuburan cinta harus pula ditingkatkan dengan doa. Ketulusan dan keikhlasan doa merupakan jembatan bagi manusia untuk membentuk kehidupan jiwa yang khusuk, jiwa yang tawadu’, konaa’ah dan istiqomah , dimana semua itu akan menuntun terwujutnya perilaku yang halus sebagai wujut kematangan jiwa. Doa adalah intinya ibadah, di dalam doa termuat muatan cinta yang tidak terbatas. Maka berdoalah anda maka anda akan menjadi orang kaya dengan cinta. Doa akan menuntun manusia untuk mengakui bahwa dirinya adalah doif, lemah dan penuh ketidakberdayaan. Ketidak berdayaan inilah yang mendorong manusia untuk bersama membangun kekuatan yang namanya Cinta. Antara Ketegasan dan Kekerasan Tidak ada satupun alasan pembenar yang dapat membenarkan tindak kekerasan pada anak untuk sebuah metode pendidikan. Kekerasan akan meninggalkan dendam dan kebencian. Yang dianjurkan adalah menggunakan pendekatan ketegasan. Tegas berarti aseritif, yaitu membiasakan disiplin untuk melatih bertanggungjawab. Ketegasan memang sering berimplikasi pada suatu suasana yang tidak menyenangkan bagi anak-anak. Namun selama ketegasan itu kita komunikasikan secara terbuka (tidak didasari oleh ego kekuasaan sebagai orang tua), maka lambat laun anak akan mengerti mengapa saya “dipaksa” bigini atau begitu” oleh ayah/ibu saya. Oleh karena itu konsep ketegasan ini harus selalu diiringi dengan pemberlakuan prinsip reward and punishment. Dengan demikian ketegasan tidak meninggalkan jejak dendam dan kebencian, sebaliknya meninggalkan kesan tentang perlunya tanggungjawab dan kedisiplinan. Cinta memang butuh ketegasan. Love your child forever, so they make be you understanding. Love is miracle !! Love is power and love is future ! Thanks You.

MENEGUHKAN KEMBALI IDIOLOGI MUHAMMADIYAH

Soleh Amini Yahman

Menjelang satu abad usia persyarikatan Muhammadiyah pada akhir abad ke dua puluh, perkembangan dan pertumbuhan Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi massa keagaamaan Islam dirasakan semakin tumbuh membesar dengan berbagai amal usaha dan gerakan dakwah yang semakin meraksasa. Namun demikian pertumbuhan dan perkembangan tersebut masih sebatas pada bilangan kuantitatif, sedangkan secara kualitatif idiologis justru dirasakan semakin mengalami degradasi idiologis sehingga Muhammadiyah hanya tampak besar di luar tetapi kurus dan kering di dalamnya. Dalam perspektif konstruksi organisasi, kondisi yang demikian sangat membahayakan ketahanan bangunan persyarikatan. Menurut Dr. Haedar Nashir. MSi, kondisi yang demikian ini terbentuk dalam kehidupan organisasi Muhammdiyah karena banyak ‘penumpang gelap’ yang menumpang di dalam kereta besar yang bernama Muhammadiyah. Dengan kata lain banyak perilaku warga Muhammadiyah yang sekedar menjadikan Muhammadiyah sebagai “berumah di dalam rumah besar Muhammadiyah”, artinya Muhammadiyah hanya dijadikan sebagai tempat bermalam pada malam hari dan ditingglakan pada siang harinya untuk beraktivitas dan berkiprah di tempat lain.

Ironisnya Muhammadiyah terlalu demokratis dan membiarkan gejala invalid ini terjadi dan mekar dalam amal usaha dan lingkungan persyarikatan. Oleh kerena itu, sebagai salah satu person yang pada saat ini sedang menduduki salah satu kursi di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haidar Nashir mengingatkan kembali pesan dari Kyai Ahmad Dahlan untuk tidak menduakan Muahmmadiyah dengan organisasi lain, sebagai bagian dari pesan utama beliau yang amat lagendaris “ Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu. Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”
Kita percaya masih banyak anggota, lebih-lebih pimpinan di seluruh lini persyarikatan yang benar-benar menujukkan komitmen idiologis yang tinggi terhadap Muhammadiyah. Tetapi tidak ada buruknya kita juga perlu mengingatkan bahwa iming-iming diluar tubuh Muhammadiyah tidak kalah menggiurkannya, sehingga bisa jadi memelantingkan kita keluar dari ghirah besar bermuhammadiyah. Disinilah pentingnya menghayati dan memahami kembali idiologi Muhammadiyah. Bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan sama sekali bukan sekedar hamparan amal usaha. Muhamadiyah bukan sekedar alam pikiran. Tetapi Muhammadiyah juga organisasi atau sistem gerakan yang memiliki tatanan, termasuk tatanan paham dan sistem perjuangan yang disebut idiologi gerakan. Muhammadiyah juga bukan sekedar paham Islam, karena banyak kelompok lain yang juga berpaham Islam. Paham Muhammadiyah tentang Islam memiliki manhaj dan sejarah gerakan yang khas, yang intinya dibangun di atas pilar tarjih, tajdid dan pengembangan pemikiran Islam atau bercorak “pemurnian dan pembaharuan” sehingga bukan semata sebagai paham Islam. Paham Islam dalam Muhammadiyah teraktualisasi dalam sistem gerakan yang dasarnya telah diletakkan oleh Kyai Dahlan sebagai gerakan tajdid, yang berbeda dengan gerakan Islam lainya. Karena itu, apa yang disebut idiologi dalam Muhammadiyh ialah "“paham agama dan sistem gerakan”, yang menjadi acuan untuk perjuangan mewujutkan cita-citanya dalam kehidupan. Substansi idiologi Muhammadiyah tersebut dapat dirujuk dalam pokok-pokok pikiran Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah serta Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, disamping pada Kepribadian, Kitthah. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan konsep-konsep lainnya sebagai pendukung nilai-nilai idiologis. Tentu saja yang paling mendasar lagi, ke sumber ajaran Islam utama yang menjadi prioritas utama rujukan gerakan, yakni Al-Qur’an dan sunnah Nabi, sesuai dengan manhaj dan misi sejarah kelahiran Muhammadiyah.
Berangkat dari pemaparan tersebut, maka majalah Langkah Baru Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) kota Solo mengajak dan meminta partisipasi warga Muhammadiyah untuk menyumbangkan pikiran, baik melalui tulisan maupun diskusi tentang tema sebagaimana tersebut pada judul tulisan ini. Pemikiran dan refleksi anda tidak harus sejalan dengan tesis yang telah kami kemukakan disini. Barangkali anda memiliki konsep dan isi pemikiran yang lain tentang peneguhan kembali Idiologi Muhammadiyah, maka kami siap berbagi ruang dan halaman untuk menampung sumbangan pemikitran anda. Kami tunggu tulisan anda.
Jazakumullah Khairan Katsiran.

PUASA SEBAGAI MADRASAH RUHANIAH

Soleh Amini Yahman. MSi. PSi
Wakila ketua Lembaga Pustaka seni dan Budaya
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surakarta. Dosen UMS

Ketika Allah memerintahkan manusia untuk berpuasa, sesungguhnya Allah memerintahkan manusia agar bersekolah. Artinya puasa dijadikan sebagai media pembelajaran atau bermadrasah. Yaitu belajar menahan hawa nafsu, menahan berbagai bentuk keinginan yang berlebihan dan mengendalikan diri dari segala keburukan. Sehingga manusia terselamatkan dari kebodohan yang paling bodoh, yaitu kekufuran dan ketidakberimanan atas keagungan, keesaaan dan kemuliaan Allah. Maka agar tidak menjadi bodoh, diperintahkanlah manusia untuk berpuasa, karena puasa itu madrasah ruhaniyah.
Tujuan utama berpuasa yang sebenarnya adalah memberi kesempatan kepada manusia untuk memperbaharui diri dan sekaligus menciptakan kehidupan yang lebih baik, sehingga mewujut kualitas taqwa dalam kehidupannya. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan menyekolahkan jiwa/ ruhaniyah , sehingga terwujut intelektualitas kejiwaan. Dengan intelektualitas ini manusia dapat dan sanggup menerima kebenaran dan membenarkan ajaran-ajaran Allah, sehingga tergolong sebagai orang yang ulil albab. Orang-orang ulil albab inilah yang dimaksud sebagai orang yang tataqun sebagaimana disebut dalam akhir surah Al Baqarah ayat 183.

Dalam proses pembelajaran tersebut, puasa mempunyai dimensi sosial dan dimensi ketuhanan. Artinya puasa tidak hanya mengajarkan manusia untuk menyembah dan berbakti kepada Allah saja. Puasa juga membawa ajaran untuk mengembangkan perilaku-perilaku humanis yang bersifat horizontal. Puasa membawa juga ajaran untuk mengembangkan nilai keseimbangan ruhaniah dan jasadiyah. Dengan kata lain puasa tidak hanya berdimensi ibadah vertikal (menyembah Allah) tapi juga mengajarkan bagaimana bersikap empatik terhadap derita orang miskin yang sering merasakan lapar karena kemiskinannya. Secara jasadiah puasa ‘hayalah' amalan berupa menahan rasa lapar dan minum serta mengendalikan diri dari perilaku seksual dari sejak matahari terbit hingga matahari terbenam.
Pelajaran atau ibrah yang muncul dari “puasa” jasadiah ini adalah bagaimana rasanya lapar dan dahaga mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku seseorang, sehingga ada experience secara langsung yang dirasakan. Orang yang mau berfikir akan menjadikan experience ini sebagai landasan untuk mengembangkan perilaku empatik terhadap orang-orang miskin yang sering merasa lapar dan dahaga karena kemelaratannya. Secara psikologis perilaku empatik yang muncul karena pengalaman langsung ini akan menghindarkan seseorang dari perilaku congkak, sombong atau takabur. Sebaliknya justru akan membawa seseorang pada perilaku syukur, kona’ah dan tawadu’, suka bersedekah, menjadi penyayang dan tahu diri.
Indikator keberhasilan puasa sebagai media pembelajaran baru dapat dideteksi dari sisi horizontal atau lahiriahnya saja. Hal itu tercermin melalui keluhuran budi pekerti yang ditunjukkan dengan sikap empatik, simpatik, jujur, adil, tenggang rasa, ramah, belas kasih, menghargai orang lain, suka bersedekah, lebih giat beribadah dan lain-lain. Sedangkan aspek ruhhiyahnya hanya allah yang berhak menilai. Dengan demikian di antara hikmah penting dari ibadah puasa ramadhan adalah mendidik umat untuk mempunyai irama kehidupan bersama yang damai, cerdas secara sosial, berkeseimbangan antara perilaku duniawiah dan ukhrowiyahnya sehingga idialitas masyarakat yang baldatun toyyibatun warobbul ghofur dapat terwujut dalam kehidupan umat.
Kekeringan Ruhaniah
Menempatkan puasa sebagai sekolah jiwa atau madrasah ruhaniyah, sangat tepat bila dikaitkan dengan kondisi kekinian umat yang semakin hari semakin kering dari rasa damai, tentram dan kisruh. Umat tengah menghadapi kemarau ruhaniah yang panjang. Belakangan ini kekerasan seakan telah menjadi bagian terbesar dari kehidupan umat. Di rumah, di jalan, di sekolah, di kantor dan di manapun umat berada maka kekerasan (agresifitas dan violence) seakan menjadi warna yang dominant.. Hal itu tidak hanya dilakukan orang dewasa, anak-anakpun melakukannya. Dengan kata lain kekerasan, kejahatan, kedzoliman tidak lagi hanya dilakukan oleh para penjahat tetapi juga dikerjakan oleh orang-orang terpelajar dan orang-orang alim yang berpendidikan tinggi serta paham ilmu-ilmu agama.
Di sinilah urgensi terpenting menempatkan puasa sebagai media pembelajaran, sehingga umat benar-benar terselamatkan dari kebodohan yang fasik dan kemuliaan yang semu dan serta mampu bertahan dalam menghadapi penderitaan. Tidak mudah putus asa ketika derita dan ujian menghadangnya. Hal inilah yang seharusnya menjadi indek prestasi kumulatif bagi alumni madrasah ruhaniah yang bernama ‘puasa’.
Konsumerime dalam Puasa
Hal lain yang diajarkan dalam madrasah ruhaniah mengenai ibadah puasa ini adalah mengenai pengekangan perilaku konsumtif. Sudah menjadi rutinitas masyarakat Indonesia, setiap kali datang bulan ramdhaan maka tingkat konsumsi pun meningkat. Hal itu diikuti oleh tingginya harga-harga kebutuhan dasar maupun kebutuhan-kebutuhan sekunder, dan ujung-ujungnya bulan puasa dituduh sebagai biang keladi terjadi inflasi karena tingginya tingkat konsumsi masyarakat.
Dalam kaitan inilah sprit ramadhan, spirit puasa ramadhan menjadi hal yang sangat penting dan relevan untuk kembali dipelajari dalam madrasah ruhaniyah guna menangkal dan bahkan untuk menggugat keberadaan pasar yang cenderung dzolim terhadap nilai-nilai kehidupan umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Oleh karena itu bila yang tampak sekarang ini ramadhan identik dengan ramainya pasar dan tingginya tingkat konsumsi masyarakat, maka sesungguhnya hal itu tidak lepas dari spirit ramadhan yang didistorsikan oleh kekuatan pasar. Maka tidaklah mengherankan jika bulan puasa baru saja dimulai, maka yang dikampanyekan oleh pasar adalah sirup yang lezat, busana yang indah, kendaraan mudik yang nyaman, liburan lebaran yang aduhai, kue-kue lebaran dan lain-lain. Sehingga ketika umat baru saja memasuki hari kesatu atau kedua bulan ramadhan, yang terpikir dibenaknya adalah menikmati kemewahan dan suasana lebaran. Semua bermunculan secara simultan di ruang maya maupun ruang nyata. Oleh karena itu menjadi hal yang jamak untuk dipahami jika pada minggu pertama bulan puasa, hypermarket, supermarket, mall dan toko-toko dan pasar menjadi lebih ramai dibanding tempat ibadah tarwih dan tempat tadarus Al-Qur’an. Hal inilah yang menjadikan nilai keberagamaan dan nilai ramadhan menjadi terasa kering. Ibadah puasa ramadhan lebih cenderung bersifat rutinitas belaka, sehingga tidak menyentuh kehidupan umat yang sebenar-benarnya. Melihat persoalan yang demikian ini, maka sudah tiba waktunya untuk melakukan pembenahan kembali terhadap pemahaman tentang esensi dan substansi puasa ramadhan.
Di tengah kepungan dan intervensi pasar yang sedemikian hebat ini, bagaimana umat Islam dapat menemukan dan membangun kembali spirit ramadhan yang telah luntur ini ? Kata kunci atas jawaban dari pertanyaan ini adalah menjadikan puasa sebagai madrasah ruhaniyah yang bertujuan untuk memajukan ruhaniah manusia yang dengan mudah melakukan dosa , menjadi ruhani yang resisten terhadap godaan-godaan duniawi. Hanya ruhani-ruhani yang cerdas saja yang akan mampu menjadikan puasa sebagai pendidikan ruhaniahnya.
Mari kita Jadikan puasa ramadhan 1428 sebagai media pembelajaran jiwa secara iklas dan sungguh-sungguh, sehingga kehidupan bangsa ini dapat kembali tercerahkan dan menemukan jati diri sebagai bangsa yang cerdas secara kejiwaan dan sekaligus cerdas secara keilmuan. Dengan segala kecerdasan tersebut terwujutlah tujuan akhir puasa yanitu menjadi manusia yang bertaqwa. Identitas taqwa yang disandang manusia adalah menjadi tanda kesempurnaan dari penciptaan manusia. Berpuasalah kamu maka kamu akan sehat ! sehat jasmani, rohani, social dan religiusitasnya. Amin…amin.
Ahlanwasahlan ya Ramadhan barokallah. Taqoballaulahumina waminkum taqobaullahi ya kharim.

SHALAT ANTARA HIKMAH DAN MANFAAT

Shalat dalam al-Qur'an
H. Al FurQon Hasbi Lc, M.Ag

Di dalam agama Islam Shalat mempunyai kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadah-ibadah yang lainnya. Kata shalat disebut dalam al qur'an sebanyak 59 kali. Di antaranya:
Artinya :"Dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu" (Thaha : 14)

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ( طه : 132)

Artinya :"Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya" (Thaha : 132)

Artinya : "Dan dirikanlah olehmu shalat, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar" (Al Ankabut : 45)

Artinya : "Dan dirikanlah olehmu akan shalat dan berikanlah olehmu zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' "(Al-Baqarah : 43)




• Shalat adalah tiang agama. Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam bersabda:
جاء رجل ، فقال : يا رسول الله أي شيء أحب عند الله في الإسلام ؟ قال : « الصلاة لوقتها ، ومن ترك الصلاة فلا دين له ، والصلاة عماد الدين » (رواه البيهقي في شعب الإيمان:6/334)

"Datang seorang pria berkata: Wahai Rasulullah, amalan apa yang paling disukai Allah dalam Islam? Beliau menjawab: Shalat pada waktunya. Barangsiapa meninggalkan shalat maka tidak ada agama baginya. Shalat adalah tiang agama" (HR. Baehaqi dalam kitab Syuabul Iman: 6/334)

• Shalat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam bersabda:

إِنَّ الإسلامَ بُنِيَ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ (رواه مسلم: 22)
"Sesungguhnya Islam dibangun di atas lima (pondasi), yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan dan haji ke Baetullah" (HR. Muslim, no:22)

• Shalat merupakan ibadah yang paling tinggi nilainya, karena merupakan ibadah yang paling sempurna yaitu meliputi ibadah jasmani dan rohani. Ibadah yang berbentuk gerakan dan ucapan, di antara bentuk ucapan yaitu tasbih, tahmid, tahlil dan doa. Doa adalah intisari ibadah sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam bersabda:
االدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ (رواه الترمذي : 3293)

"Doa adalah otak (intisari) ibadah" (HR. Tirmidzi, no:3293)
Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam bersabda:

• Shalat merupakan amalan yang pertama dihisab di akhirat. Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاتُهُ (رواه النسائي :462)

Meneladani Shalat Nabi Shallahu 'alai wa sallam

Mengerjakan shalat harus meneladani Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam, sebagaimana sabdanya:
َصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أ ُصَلِّي (رواه البخاري :595)

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari, no: 595)


Hikmah di balik shalat

Saat terindah bagi seorang pecinta adalah ketika ia bertemu, bercengkrama, dan berdialog dengan orang yang dicintainya. Ketika itu, segala beban hidup dan kenestapaan akan hilang seketika. Bagi para shalihin, bertemu Allah lewat shalat adalah saat yang paling dinantikan, karena pada waktu itulah ia bisa mencurahkan semua isi hati dan bermi'raj menuju Allah. Walau demikian, ia akan kembali lagi ke alam realitas untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang didapat dari shalatnya. Inilah makna sesungguhnya dari khusyuk.

Khusyuk dalam shalat merupakan sebuah keniscayaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Mukminun: 1-3,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3)

"Beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang yang khusyuk dalam shalatnya dan yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna".

Di lain pihak Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam bersabda: Ilmu yang pertama kali diangkat dari muka bumi ialah kekhusyuan. (HR. At-Tabrani ) Dua keterangan di atas setidaknya mengadung pesan bahwa shalat seharusnya mampu membawa perbaikan kualitas hidup kita. Dengan kata lain, bila kita ingin sukses dan ingin berhasil dalam hidup ini, maka kuncinya adalah punya iman dan mampu khusyuk dalam shalat. Siapa pun di antara kita yang tidak pernah meneliti kualitas shalatnya, besar kemungkinan ia tidak akan sukses dalam hidup.

Dalam surat yang lain, Allah berfirman;
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
"Celakalah orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shalatnya" (QS. Al Ma'un: 4-5).
Redaksi ayat tersebut bukan fi ( في) tapi an ( عن ), yang menggambarkan bahayanya lalai sesudah shalat. Khusyuk ketika shalat hanya memakan waktu sekitar satu jam, sedangkan sehari 24 jam.

Karenanya, tidak mungkin shalat itu hanya efektif untuk yang satu jam. Yakinlah bahwa shalat yang satu jam harus bagus dan sisanya yang 23 jam harus lebih bagus lagi. Maka orang yang shalatnya khusyuk adalah orang yang mampu berkomunikasi dengan baik ketika shalat, dan sesudah shalat ia betul-betul produktif berbuat kebaikan terhadap umat.

Suatu ketika Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para sahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.

Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, "Sahabatku, engkau tadi belum shalat!"

Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam tersenyum melihat "gaya" shalat seperti itu.

Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, "Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat."

Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.

Namun seperti "biasanya", Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!"

"Sahabatku," kata Rasulullah Shallahu 'alai wa sallam dengan tersenyum, "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Al-Qur'an yang engkau pandang paling mudah. Lalu, rukuklah dengan tenang (thuma'ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu."
Kisah dari Mahmud bin Rabi' Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar "benar" gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah, tenang, dan khusyuk.

Lalu, apa hikmah shalat yang bisa kita dapatkan?
Pelajaran Pertama, Allah mengingatkan kita lima kali sehari tentang waktu. Orang yang khusyuk dalam shalatnya dapat dilihat dari sikapnya yang efektif menggunakan waktu. Ia tidak mau waktunya berlalu sia-sia, karena ia yakin bahwa waktu adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada manusia.

Pelajaran kedua dari shalat adalah kebersihan. Tidak akan pernah diterima shalat seseorang apabila tidak diawali dengan bersuci. Hikmahnya, orang yang akan sukses adalah orang yang sangat cinta dengan hidup bersih. Dalam QS. As Syams: 9-10 Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dirinya dan sesungguhnya sangat merugi orang yang mengotori dirinya". Dengan kata lain, siapa yang shalatnya khusyuk maka ia akan selalu berpikir bagaimana lahir batinnya bisa selalu bersih.

Mulai dari dhahir, rumah harus bersih. Bersih dari sampah, dari kotoran, dan bersih dari barang-barang milik orang lain. Sikap pun harus bersih. Mata, telinga, dan juga lisan harus bersih dari maksiat dan hal-hal yang tak berguna. Dan yang terpenting pikiran dan hati kita harus bersih. Bersihnya hati akan memunculkan kepekaan terhadap setiap titik dosa, dan inilah awal dari kesuksesan.

Pelajaran Ketiga, sebelum memulai shalat kita harus memasang niat. Niat sangat penting dalam ibadah. Diterima tidaknya sebuh ibadah akan sangat dipengaruhi oleh niat. Seorang yang shalatnya khusyu akan selalu menjaga niat dalam setiap perbuatan yang dilakukannya. Ia tidak mau bertindak sebelum yakin niatnya lurus karena Allah. Ia yakin bahwa Allah hanya akan menerima amal yang ikhlas. Apa ciri orang ikhlas? Ia jarang kecewa dalam hidupnya. Dipuji dicaci, kaya miskin, dilihat tidak dilihat, tidak akan berpengaruh pada dirinya, karena semua yang dilakukannya mutlak untuk Allah.

Setelah niat, shalat memiliki rukun yang tertib dan urutannya. Jadi, Pelajaran keempat dari orang yang khusyuk dalam shalatnya adalah cinta keteraturan. Ketidakteraturan hanya akan menjadi masalah. Shalat mengajarkan kepada kita bahwa kesuksesan hanya milik orang yang mau teratur dalam hidupnya. Orang yang shalatnya khusyuk dapat dilihat bagaimana ia bisa tertib, teratur, dan procedural dalam hidupnya.

Pelajaran Kelima, hikmah dari manajemen shalat yang khusyuk adalah tuma'ninah. Tuma'ninah mengandung arti tenang, konsentrasi, dan hadir dengan apa yang dilakukan. Shalat melatih kita memiliki ritme hidup yang indah, di mana setiap episode dinikmati dengan baik. Hak istirahat dipenuhi, hak keluarga, hak pikiran dipenuhi dengan sebaiknya. Rasulullah pun menganjurkan kita untuk proporsional dalam beragama, karena itu salah satu tanda kefakihan seseorang. Bila ini bisa kita lakukan dengan baik insya Allah kita akan mendapatkan kesuksesan yang paripurna., yaitu sukses di kantor, sukses di keluarga, dan sukses di masyarakat.

Pelajaran Keenam, shalat memiliki gerakan yang dinamis. Sujud adalah gerakan paling mengesankan dari dinamisasi shalat. Orang menganggap bahwa kepala merupakan sumber kemuliaanm tapi ketika sujud kepala dan kaki sama derajatnya.

Bahkan setiap orang sama derajatnya ketika shalat. Ini mengandung hikmah bahwa dalam hidup kita harus tawadhu. Ketawadhuan adalah cerminan kesuksesan mengendalikan diri, mengenal Allah, dan mengenal hakikat hidupnya. Bila kita tawadhu (rendah hati) maka Allah akan mengangkat derajat kita. Kesuksesan seorang yang shalat dapat dilihat dari kesantunan, keramahan, dan kerendahan hatinya. Apa cirinya? Ia tidak melihat orang lain lebih rendah daripada


kemuliaan,. dirinya.

Hikmah terakhir dari shalat yang khusyuk adalah salam. Shalat selalu diakhiri dengan salam, yang merupakan sebuah doa semoga Allah memberikan keselamatan, rahmat, dan keberkahan bagimu. Ucapan salam ketika shalat merupakan garansi bahwa diri kita tidak akan pernah berbuat zalim pada orang lain. Ini adalah kunci sukses, karena setiap kali kita berbuat zalim, maka kezaliman itu akan kembali pada diri kita.

Inilah tujuh hikmah yang bisa kita ambil dari manajemen shalat khusyuk. Bila kita mampu mengaplikasikannya, insya Allah kesuksesan dunia dan akhirat ada dalam genggaman kita. Wallahu a'lam bish-shawab



Shalat ternyata tidak hanya menjadi amalan utama di akhirat nanti, tapi juga gerakan-gerakan shalat adalah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Bahkan dari sudut medis, shalat adalah gudang obat dari berbagai jenis penyakit.

Allah, Sang Maha Pencipta, tahu persis apa yang sangat dibutuhkan oleh ciptaannya, khususnya manusia. Semua perintahNya tidak hanya bernilai ketakwaan, tapi juga mempunyai manfaat besar bagi tubuh manusia itu sendiri.
Misalnya, puasa, perintah Allah di rukun Islam ketiga ini sangat diakui manfaatnya oleh para medis dan ilmuwan dunia barat. Mereka pun serta merta ikut berpuasa untuk kesehatan diri dan pasien mereka.
Begitu pula dengan shalat, merupakan ibadah yang paling tepat untuk metabolisme dan tekstur tubuh manusia. Gerakan-gerakan di dalam shalat pun mempunyai manfaat masing-masing. Misalnya:
Takbiratul Ihram:
Kita dapat menganalisis kebenaran sabda Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah."


Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar). Takbir ini dilakukan ketika hendak rukuk, dan ketika bangkit dari rukuk.

Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Apa maknanya? Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah.
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.
Ruku’: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
Manfaat, Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.
I’tidal: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.
Manfaat: i’tidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ-organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi
lebih lancar.
Sujud: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.
Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus
bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.
Duduk: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
Manfaatnya: saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iffirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.
Salam: Gerakan memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
Manfaatnya untuk relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.
Gerakan sujud dalam sholat tergolong unik. Falsafahnya adalah manusia menundukkan diri serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang didalami Prof Sholeh, gerakan ini mengantar manusia pada derajat setinggi-tingginya.
Mengapa?
Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan oksigen. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yang memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Itu artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan.
Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal. Bahwa darah tidak akan memasuki urat syaraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang bersembahyang yakni ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikuti kadar salat waktu yang diwajibkan oleh Islam.
Risetnya telah mendapat pengakuan dari Harvard Universitry, AS. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan masuk Islam setelah diam-diam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud. Di samping itu, gerakan-gerakan dalam salat mirip yoga atau peregangan (stretching). Intinya untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan sholat dibandingkan gerakan lainnya adalah salat menggerakan anggota tubuh lebih banyak, termasuk jari kaki dan tangan.
Sujud adalah latihan kekuatan untuk otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggaan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.
Masih dalam posisi sujud, manfaat lain bisa dinikmati kaum hawa. Saat pinggul dan pinggang terangkat melampaui kepala dan dada, otot-otot perut (rectus abdominis dan obliquus abdominis externuus) berkontraksi penuh. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam dan lama. Ini menguntungkan wanita karena dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila, otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami ia justru lebih elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan serta mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).
Setelah sujud adalah gerakan duduk. Dalam sholat ada dua macam sikap duduk, yaitu duduk iftirosy (tahiyyat awal) dan duduk tawarruk (tahiyyat akhir). Yang terpenting adalah turut berkontraksinya otot-otot daerah perineum. Bagi wanita, inilah daerah paling terlindung karena terdapat tiga lubang, yaitu liang persenggamaan, dubur untuk melepas kotoran, dan saluran kemih. Saat duduk tawarruk, tumit kaki kiri harus menekan daerah perineum. Punggung kaki harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki kanan harus menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.
Pada dasarnya, seluruh gerakan sholat bertujuan meremajakan tubuh. Jika tubuh lentur, kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan secara rutin, maka sel-sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun berlangsung lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar. Yang menarik, menurut penelitian Prof. Dr. Muhammad Soleh dalam desertasinya yang berjudul “Pengaruh Sholat Tahajjud terhadap Peningkatan Perubahan Respons Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Siko Neuroimunologi” dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada program pasca sarjana Universitas Surabaya yang dipertahannkanya beberapa waktu lalu.
Salat tahajud ternyata bukan hanya sekadar salat tambahan (sunnah muakkad) tapi jika dilakukan secara rutin dan ikhlas akan bisa mengatasi penyakit kanker. Secara medis sholat ini menumbuhkan respons ketahanan tubuh (imonolagi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfositnya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulanggi masalah yang dihadapi.
Selama ini, ulama melihat ikhlas hanya sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan teknologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol. Parameternya, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah kotrisol pada pagi hari normalnya anatra 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. “Kalau jumlah hormon kotrisolnya normal, bisa didindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Bergitu sebaliknya, ujarnya seraya menegaskan temuannya ini membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.
Menurut DR. Sholeh. Orang stes itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infkesi. Dengan tahajjud yang dialakukan secara rutin dan disertai perasaan ihklas serata tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan teknik medis menunjukkan, salat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahan tubuh yang baik.
Wallahu A’lam Bishshowab.
.dari berbagai sumber


PUASA : PENGENDALIAN DIRI UNTUK KESEHATAN JIWA





Drs. Soleh Amini Yahman. MSi



Ritual puasa bagi umat Islam adalah merupakan kredo peribadatan yang sifatnya rutin, terjadi terus menerus setiap setahun sekali, dimana umat islam wajib untuk melaksanakan karena puasa ini merupakan perintah Agama. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa.”(QS. Al Baqarah 183).

Inti perintah untuk menjalankan ibadah bagi umat islam adalah pengendalian diri atau self control. Mengapa aspek pengendalian ini penting ? Karena pengendalian diri merupakan salah satu komponen utama bagi upaya perwujutan kehidupan jiwa yang sehat. Dalam perspektif ilmu psikologi dan kesehatan mental, kemampuan mengendalikan diri adalah merupakan indikasi utama sehat tidaknya kehidupan rohaniah seseorang.. Orang yang sehat secara kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa ringan apalagi yang berat. Manakala pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik). Bila hal ini terjadi maka akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan dirinya sendiri (conflik internal) dan juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Dengan demikian maka orang yang jiwanya tidak sehat keberadaannya akan sangat mengganggu dirinya sendiri, juga menggangu lingkungan sekitarnya.



Puasa dan Pengendalian Diri

“Puasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (Hadist Riwayat Buhari).

Ketidakmapuan mengendalikan diri adalah merupakan malapetaka individual sekaligus petaka sosial. Ketidakmampuan mengendalikan diri akan sangat buruk efeknya bagi diri sendiri maupun bagi kehidupan sosial di sekitarnya. Orang yang tidak mampu mengendalikan diri untuk makan dan minum akan mengalami kegemukan (obesitas) juga akan mengalami berbagai komplikasi penyakit yang ditimbulkan oleh akibat kegemukan itu. Banyak penyakit-penyakit yang diakibatkan bukan karena kekurangan makan, melainkan karena penyakit metobolisme sebagai akibat kelebihan makan, apalagi kalau makanan itu tidak baik dan tidak halal. Demikan pula dalam perilaku seksual, banyak berbagai perilaku seksual menyimpang yang disebabkan karena ketidakmampuan orang untuk mengendalikan hasrat seksualnya. Kasus perselingkuhan, promiskuitas, pelacuran, perkosaan, pencabulan dan berbagai akibat yang ditimbulkannya, seperti krisis rumah tangga,penyebaran penyakit kelamin sampai kepada tindak pidana adalah bukti dan contoh konkritnya.

Pada tataran sosial yang lain, kita sering menyaksikan orang melakukan tindakan korupsi, suap karena ketidakbisaan seseorang untuk mengendalikan diri guna mencapai kedudukan ataupun jabatan tertentu. Orang melakukan korupsi , suap dan sebagainya tadi dilakukan karena dorongan ambisi pribadi atau keluarga dengan mengabikan aspek-aspek kepatutan umum, norma, hukum dan nilai-nilai sosial . Maka perintah menjalankan ibadah puasa tiada lain merupakan latihan pengendalian diri agar manusia memiliki jiwa yang sehat serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT agar terhindar dari perbuatan yang sia-sia, melanggar etika moral, hukum maupun norma-norma kehidupan sosial yang baik.



Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan Jiwa

Berbagai penelitian bidang kedokteran tentang hubungan puasa dan kesehatan badan sudah banyak dilakukan dan hasilnya menujukkan adanya hubungan yang positif dan significant antara puasa dan kesehatan badan. Tetapi bagaimana halnya hubungan puasa dengan kesehatan jiwa ?

Doktor Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moskow mencoba menyembuhkan gangguan jiwa dengan berpuasa. Dalam usahanya itu ia melakukan terapi terhadap pasiennya dengan menggunakan 30 hari puasa (persis puasanya orang islam). Nicolayef mengadakan penelitian ekperiment dengan membagi subyek menjadi dua kelompok yang sama besar, baik usia maupun berat ringannya gangguan. Kelompok pertama diberi terapi atau pengobatan dengan menggunakan obat-obatan medis. Sementara kelompok ke II diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi diikuti perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologi. Dari ekperimen ini diperoleh hasil yang sangat baik, yaitu banyak pasien-pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik ternyata bisa sembuh dengan berpuasa. Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, guru besar psikitari UI Jakarta dalam penelitiannya juga menemukan bahwa gangguan-gangguan jiwa non psikosis (seperti fobia, obsesif kompulasi, panic disorder) dapat disembuhkan dengan terapi puasa, baik puasa ramadhan maupun puasa sunat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta tentang hubungan puasa dan kepekaan sosial, menemukan temuan bahwa puasa secara significan berhubungan positip dengan sensitifitas sosial. Artinya perilaku puasa dapat meningkatkan kepekaan sosial sehingga dengan kepekaan itu individu manjadi mudah memberi pertolongan (helping behavior) dan suka mengembangkan perilaku-perilaku yang bersifat pro sosial.

Bagaimana Puasa Menyembuhkan Gangguan Jiwa ?

Puasa adalah merupakan olah raga bathin, dimana manusia yang berpuasa dilatih untuk bersikap jujur (tidak membohongi diri sendiri dan orang lain), disiplin (makan di atur waktunya secara ketat) sabar menghadapi berbagai godaan dan lebih menggiatkan amalan-amalan salih. Prinsip dalam ajaran puasa tersebut persis sama dengan prinsip penyembuhan pasien gangguan jiwa. Dalam terapi gangguan jiwa pasien dididik dan dilatih untuk jujur, disiplin dan sabar serta banyak melakukan aktivitas-aktivitas fisik maupun sosial, sehingga pasien akan menemukan pencerahan jiwa atau insight.

Kesehatan Jiwa dan Agama

Qul huwa lil ladziina aamanuu hudaw wa syifaa : Katakanlah Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (obat) bagi orang-orang beriman. (QS. 41 : 44).

Pengertian kesehatan jiwa menurut ilmu kedokteran jiwa (psikitari dan psikologi) adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, Intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Word Healt Organisation ( WHO) memberikan batasan dan kriteria kesehatan jiwa sebagai berikut : (1) Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya. (2) Dapat merasakan kepuasan dari hasil jerih payah usahanya (3) Merasa lebih suka memberi daripada menerima (4). Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5) Dalam berhubungan dengan orang lain suka mengembangkan sikap dan perilaku positif dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari (7). Mengarahkan rasa permusuhannya kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8) Mempunyai kasih sayang yang besar terhadap sesama. Pada tahun 1984 WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen spirutual, sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologis dan sosial saja tetapi juga sehat dalam arti spiritual keagamaan.

Puasa dan Kecerdasan Emosional

Sebagaimana telah dikutip di muka, puasa adalah bagian dari perintah agama, sebuah perintah keagamaan yang harus ditaati oleh umat. Dengan mentaati perintah tersebut manusia menjadi tunduk dan mampu “menahan diri” sehingga berimplikasi postif bagi perkembangan kecerdasan emosi (emosional intelegence). Apa saja kandungan puasa yang berefek positip bagi perkembangan kecerdasan emosional manusia. (1) Mengontrol diri. Tak ada kamus bagi manusia untuk menahan haus dan lapar. Secara instingtif manusia akan melakukan tindakan makan atau minum begitu merasa lapar atau dahaga. Namun dengan berpuasa manusia dilatih dan menjadi terlatih untuk mengontrol/menahan diri untuk tidak makan atau minum sehebat apapun rasa haus dan lapar tersebut, karena ia sadar bahwa dirinya sedang berpuasa (2) Menahan emosi.Tempramen manusia kadang sulit dikendalikan. Lewat puasa manusia dilatih dan terlatih untuk menahan emsosi, sebab ada nilai dalam puasa yang mengajarkan “kalau sedang puasa tidak boleh marah-marah” atau “ tidak boleh bertengkar, nanti puasanya batal lho” dan sebagainya. (3) Mengajarkan arti berbagi, bulan puasa adalah bulan untuk banyak berbagi (beramal). Orang tua bisa memberi contoh dan menjelaskan realitas kepada anak-anaknya (murid-muridnya) bahwa di luar lingkungan keluarganya (diluaran sana) ada orang yang kekurangan, harus dibantu harus ditolong dan sebagainya, saat berbagai dengan orang lain (misalnya sedekah, zakat) libatkanlah anak, minta anak memberikan sumbangan atau bantuan. Cara ini akan melatih emosi anak untuk lebih peduli (empati) pada orang lain. Selain itu akan mengurangi ego anak, dan mengajarkan anak untuk mau dan senang berbagai dengan orang lain.

Marhaban ya Ramadhan, selamat menjalankan ibadah puasa semoga puasa membawa kita menjadi manusia santun, sabar dan mampu menahan diri. Amin.

KORUPSI DAN ORIENTASI KEAGAMAAN

soleh Amini Yahman
Dis-kursus tentang perilaku korupsi akan selalu menjadi tema yang aktual mengingat tindak kejahatan korupsi sangat sulit dihentikan, sekalipun upaya pemerintah dan masyarakat untuk memberantas tindak kejahatan korupsi ini sangat gencar dan intensif dilaksanakan. Namun anehnya semakin hebat gerakan pemberantasan korupsi, justru tindak kejahatan tersebut semakin menjadi-jadi. Ibarat penyakit kanker ganas walaupun sudah berkali-kali dioperasi tetapi tetap saja muncul bahkan semakin meluas. Sejarah bangsa sudah banyak mencatat, bahwa kebiasaan korupsi telah berlangsung sejak jaman raja-raja memerintah tanah nusantara. Pada masa pemerintahan orde lama perilaku korupsi semakin menjadi-jadi, demikian pula pada pemerintahan masa orde baru. Bahkan pada masa pemerintahan orde baru kejahatan kerah putih ini tidak hanya berupa korupsi saja tapi juga dilengkapi dengan kejahatan nepotisme dan kejahatan yang bercorak kolutif sebagai pilar utama dalam menjalankan pemerintahan. Akibatnya Bangsa Indonesia menjadi terpuruk dalam kondisi multi krisis yang berkepanjangan.
Hadirnya era reformasi yang diharapkan mampu menumpas habis korupsi ternyata tidak berkutik menghadapi kecerdikan para koruptor dalam menjalankan modus operandinya. Perilaku korupsi justru bermetamorfosa dalam bentuk baru dan lebih canggih sehingga mampu memperluas wilayah operasinya sampai ke wilayah yudikatif dan legislatif.
Orientasi keberagamaan
Para analis dan teorisi ilmu-ilmu sosial sering menempatkan perilaku korupsi sebagai masalah yang terkait dengan isu-isu kultural. Yaitu sebagai masalah budaya dan masalah moralitas belaka. Sedangkan para kriminolog dan psikolog selalu mengkaitkan perilaku korupsi ini dengan masalah niat dan kesempatan. Padahal yang sesungguhnya terjadi, korupsi bukanlah merupakan masalah sosial dan kultural saja melainkan sebagai masalah yang terkait dengan karakter kepribadian bangsa dan orientasi keagamaan individu warga negara. Selama korupsi hanya dilihat sebatas sebagai masalah budaya dan moralitas maka mustahil melenyapkan perilaku korupsi.
Bangsa Indonesia dikenal luas sebagai bangsa yang religius, bangsa yang menjunjung tinggi aspek ketaqwaan dan keimanan kepada Tuhan yang maha esa. Setiap kali seorang pejabat dilantik untuk menduduki suatu jabatan tertentu, hal pertama yang diucapkan dalam ikrarnya adalah “bertaqwa kepada tuhan yang maha esa”. Tetapi ironisnya pelaku tindak kejahatan korupsi terbanyak dilakukan oleh kalangan pejabat yang terdidik yang memahami nilai-nilai agama dan nilai-nilai ketuhanan.
Kenyataan ini seharusnya mendorong terselenggaranya kajian yang lebih spesifik dan lebih mendalam terhadap fenomena korupsi yang begitu kuat di kalangan pejabat. Adakah yang salah dengan design keimanan dan ketaqwaan yang dipahami oleh para pelaku korupsi. Salah satu jawaban untuk menjawab pertanyaan itu adalah dengan melihat arah orientasi kehidupan keberagamaan masyarakat kita. Apakah keberagamaan kita hanya bersifat ektrinsik, yaitu beragama sebatas sebagai simbul, sebagai alat sosial, sebagai identitas diri dan sekedar sebagai selfsihness atau pemuasan diri sendiri. Bila wajah ektrinsik ini yang terjadi maka menjadi maklumlah kita bila pelaku korupsi merasa nyaman-nyaman saja dalam melakukan aksi-aksinya. Sebab dalam diri mereka tidak terdapat religious belief, berupa keterlibatan idiologi dogmatic dalam agama yang dipeluknya.
Orientasi keagamaan dalam implementasi kehidupan manusia meliputi asepk-aspek kesadaran keagamaan, rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan. Semua aspek tersebut tidak berdiri sendiri sendiri melainkan diorganisir dalam suatu sistem mental kepribadian yang integral. Oleh karena itu aktifitas agama harus melibatkan seluruh fungsi jiwa dan raga, maka orientasi keagamaan juga harus mencakup aspek afektif, konatif, kognitif dan motoriknya.
Sampai dengan titik pembahasan ini, tampaklah bahwa korupsi sebagai perbuatan yang dilarang oleh agama dilakukan oleh seseorang karena orang tersebut tidak menjalankan ajaran agamanya secara kaffah. Artinya agama dijalankan hanya sebatas manifestasi motorik seperti mengerjakan sholat pada orang Islam atau pergi ke gereja pada orang-orang Nasrani. Sholat ataupun kebhaktian tidak akan memberikan efek psikologis apapun bila aktivitas spiritual religius-nya itu tidak menyentuh sisi afektif , kognitif dan konatifnya. Aspek afektif dan konatif inilah yang menjadikan kehidupan beragama seseorang menjadi responsible dan bermakna.
Secara psikologis kesadaran beragama dan orientasi keagamaan menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Keyakinan terhadap religious belief atau idiologi keagamaan yang dianut secara kaffah akan menjadi pengawas segala tindakan, perkataan dan bahkan perasaan seseorang. Ketika seseorang tertarik pada sesuatu yang kelihatannya menyenangkan, maka keimanannya akan cepat bertindak untuk menimbang dan meneliti apakah hal yang menarik tersebut boleh atau tidak boleh dilakuan.
Penggambaran orientasi keagamaan dalam kaitannya dengan tindak kejahatan korupsi ini tidak dapat lepas dari kriteria kematangan kepribadian. Orientasi keagamaan yang terarah (mantap) hanya terdapat pada orang-orang yang memiliki kepribadian yang matang. Akan tetapi kepribadian yang matang belum tentu disertai kesadaran atau orientasi beragama yang mantap. Oleh karena itu menjadi tugas bangsa ini untuk menebar semangat berjamaah dalam menggelorakan orientasi keagamaan secara terarah, mantap dan bertanggung jawab sehingga terbentuklah karakter kepribadian yang matang sehingga gerakan pemberantasan kemaksiatan (khususnya korupsi) yang demikian gencar ini tidak menjadi sia-sia.
Agama ektrinsik VS agama Intrinsik
Iman sebagai esensi paling mendasar dari pembentukan orientasi keagamaan seseorang sifatnya sangat fluktuatif. Artinya kondisi keimanan seseorang sangat rentan berubah bila mendapatkan stimulus yang kuat. Sebagai penjaga moral, iman harus selalu dijaga dari keterpengaruhan rangsang-rangsang duniawi, dengan cara membentuk orientasi keagamaan yang intrinsik
Orientasi keagamaan intrinsik adalah perilaku beragama yang menyelamatkan. Agama dihayati sebagai kebutuhan yang melekat dalam setiap tindakan. Dalam kontek agama intrinsik ini iman adalah merupakan bagian yang paling hakiki. Dengan iman seseorang akan masuk dalam kehidupan pribadinya melebihi titik pandangan dunia yang egosentris dan menilai hal-hal duniawi secara transedental. Agama semacam ini telah mengesampingkan (menomorduakan) keluarga, tanah air dan dirinya sendiri untuk mencari hal-hal yang bersifat illahiyah. Ia akan meletakkan motif-motif instrumental agama di bawah keterlibatan dirinya secara komprehensif. Kondisi ini ini membawa manusia kepada sikap hidup yang qona’ah sehingga bila dikaitkan dengan perilaku korupsi sangat kecil kemungkinan terjadi.
Sementara itu agama ektrinsik adalah agama yang dimanfaatkan untuk mendukung eksistensi diri di tengah pergaulan sosial kemasyarakatnnya. Orang yang beroreientasi secara ektrinsik ini mungkin saja rajin ke tempat-tempat ibadah, tetapi tidak berminat membicarakan atau memikirkan masalah iman mereka melebihi keuntungan dan manfaat praktis apa yang bisa di dapat dalam keberagamaannya. Orang-orang semacam inilah yang sangat besar kemungkinannya untuk menjadi hoker atau melacurkan keimanannya demi memperoleh keuntungan-keuntungan material demi memuaskan egoisme dirinya. Maka ketika orientasi keagamaan ektrinsik ini yang terbentuk dalam perilaku keagamaan kita, maka ketamakan dan keserakahan akan mewarnai perilaku. Imbas dari situasi ini tentu saja perilaku korupsi menjadi merajalela. Akhirnya semua kembali pada diri pribadi masing-masing hendak kita orientasikan kemanakah perilaku keagamaan kita.
Semoga tulisan ini dapat menjadi titik awal bagi para orang tua untuk mengorientasikan arah keagaamaan anak-anak kita pada arah yang intrinsik dan menjadi awalan bagi siapa saja untuk mengevaluasi arah orientasi keagamaannya. Sebab tidak ada kata terlembat untuk memperbaiki diri. Berantas korupsi mulai dari diri sendiri, tidak hanya korupsi uang rakyat atau uang negara tetapi huga korupsi terhadap waktu, loyalitas, komitmen dan lain-lainnya. Jazakumullah khairan katsiran,
Billahifisabililhaq fastabiqul khairat.

INTERVENSI TELEVISI TERHADAP IMUNITAS PSIKOLOGIS ANAK-ANAK

Soleh Amini Yahman


Pendahuluan

Perkembangan industri penyiaran telivisi di Indonesia pada satu dekade terakhir ini berlangsung dengan sangat cepat. Secara kuantitatif tingkat pertumbuhan industri penyiaran telivisi mengalami peningkatan hampir 1000% dibanding keadaan pada satu dekade sebelumnya ( tahun 1990-ke bawah). Sebelum era tahun 1993 dunia penyiaran pertelevisian di Indonesia hanya ada satu stasiun telivisi nasional yang dikelola oleh negara, yaitu TVRI. Setelah itu berturut-turut lahir stasiun penyiaran RCTI dan SCTV sebagai stasiun telivisi swasta pertama dan kedua di Indonesia. Kehadiran RCTI dan SCTV berhasil menyihir ratusan ribu pemirsa dari berbagai kalangan usia dan strata sosial untuk bertahan menonton tayangan telivisi hingga berjam-jam lamanya, disamping berhasil juga menyedot ratusan juta rupiah dari iklan. Keberhasilan tersebut menginspirasi para investor untuk menanamkan modalnya di bidang usaha pertelivisian. Bukan hanya investor lokal tetapi juga investor asing. Maka lahirlah berbagai stasiun penyiaran baru seperti TPI, ANTV, Indosiar dan puluhan tasiun televisi swasta lain baik yang beridentitas sebagai stasiun penyiaran nasional maupun siaran lokal..

Keberhasilan pembangunan sektor pertelevisian nasional Indonesia ini, di satu sisi memberi harapan tersedianya media komunikasi massa yang efektif untuk menyampaikan berbagai pesan secara langsung kepada masyarakat. Tetapi pada satu sisi yang lain, perkembangan yang pesat ini justru membersitkan rasa khawatir atas munculnya bentuk-bentuk intervensi tayangan telivisi terhadap kehidupan psikososial anak-anak kita. Kekhawatiran itu sangat wajar sebab tidak sedikit tayangan telivisi yang tidak mengindahkan nilai-nilai edukasi, moral, tata susila dan hanya mengejar keuntungan semata. Namun kita harus mengakui pula bahwa tidak sedikit stasiun telivisi yang tetap mengedepankan aspek eduksi dalam ‘beberapa’ tayangannya. Dengan kata lain telivisi sebenarnya masih tetap bisa memberi porsi positip pada pemirsanya selama pengelola stasiun telivisi tersebut tetap istiqomah untuk memfungsikan telivisi sebagaimana fungsi telivisi sebagai media massa.
Fungsi Telivisi
Minimal ada empat fungsi yang diemban oleh lembaga stasiun penyiaran telivisi. Sebagaimana fungsi media massa lainnya, telivisi mempunyai empat fungsi pokok yaitu ; fungsi sebagai lembaga pemberi informasi publik fungsi sebagai lembaga eduksi atau memberi pendidikan, fungsi hiburan dan fungsi kontrol sosial. Namun demikian, secara umum pemanfaatan telivisi pada masyarakat Indonesia masih terbatas hanya sebagai media hiburan (intertain) dan media informasi. Di Indonesi keempat fungsi telivisi tersebut belum optimal kecuali fungsi menghibur dan fungsi informatif. Pada awal-awal kelahirannya di tahun 1993 lalu, RCTI sebagai stasiun telivisi nasional swasta pertama, menggelar slogan RCTI sebagai “ Saluran Hiburan dan Informasi”. Dari sini terlihat bahwa RCTI meringkas empat fungsi pokok telivisi hanya menjadi dua fungsi saja, sedang dua yang lain diabaikan. Dari sini tergambar bahwa fungsi hiburan dan informasi yang lebih di kedepankan, sedangkan fungsi edukasi dan fungsi kontrol sosial dibelakangkan. Ada juga telivisi swasta yang mengidentifikasikan dirinya sebagai telivisi pendidikan indonesia (TPI) . Dari namanya saja seharusnya kita bisa menduga bahwa misi yang hendak ditonjolkan dan ditebarkan kepada masyarakat pemirsa adalah misi-misi yang terkait dengan pendidikan. Namun dalam praktiknya, sebagimana kita lihat TPI banyak menyiarkan acara-acara yang tidak edukatif baik dalam tayangan realty show, sinetron maupun acara hiburan semacam lawakan, musik , infotainment dan iklan. Hal ini dapat dimaklumi sebab sebagai lembaga bisnis, stasiun penyiaran telivisi juga harus menyesuaikan dengan selera pasar. Telivisi bisa hidup dan berkembang bila ia mampu menguasi pasar dengan menarik sebanyak-banyaknya pemirsa.
Dampak Psikososial-Kultural dan akademik.
Menonton telivisi bukan merupakan perilaku yang salah. Sampai tahap dan tingkatan tertentu menonton telivisi bahkan dianjurkan. Yang tidak boleh terjadi adalah kecanduan menonton telivisi.
Secara psikologis menonton telivisi dalam rentang waktu yang panjang dan dengan frekwensi (tingkat keseringan) yang tinggi bisa menimbulkan kecanduan dan dapat membunuh daya imajinatif. Lebih daripada itu tontonan telivisi yang ditonton dengan frekwensi dan intensitas yang tinggi akan merangsang terjadinya metabolisme psikis secara berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya ketumpulan emosi seperti ndablek, cuek, apatis, penghayal dan sebagainya. Jika kebiasaan menonton telivisi dilakukan secara impersonal (tidak bersama-sama) maka dampak sosial yang terjadi adalah perilaku antisosial seperti lebih suka beraktivitas sendiri, tidak suka gaul, cuek pada keberadaan orang lain , tidak peduli pada norma umum dan lain sebagainya. Disamping itu, kecanduan menonton telivisi jelas sangat mengganggu aktivitas belajar para siswa sekolah, apalagi tidak sedikit stasiun-stasiun telivisi yang menempatkan acara-acara favorit anak-anak pada jam-jam di mana anak-anak seharusnya memulai kegiatan belajarnya.
Secara lebih luas, dampak psikososial dan kultural yang langsung maupun tidak langsung dirasakan oleh masyarakat adalah terjadinya pergeseran dan perubahan nilai-nilai sosiologis dan budaya masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut dapat kita identifikasi dari munculnya perilaku-perilaku yang ‘tidak wajar’ yang sering diperlihatkan oleh sebagian warga masyarakat kita dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Misalnya mengubah warna dan potongan rambut dari warna hitam panjang menjadi potongan pendek dan kemerah-merahan, cara berpakaian yang simple sehingga menampakkan sebagian besar aurat, laki-laki pakai anting, gelang, kalung, pola dan pilihan makan yang ke-Amerika-nan, model pergaulan muda-mudi yang bebas, gaya hidup hedonis, kunsumtif dan permisif justru menjadi kebanggaan dan lain sebagainya. Bahkan bukan hanya perilaku tidak wajar, perilaku yang salah dan berdosa pun tidak jarang dilakukan oleh sebagian dari kita karena pengaruh tontonan TV , seperti misalnya perkelahian dan kekrasan yang seakan-akan telah menjadi olah raga harian, fitnah dan provokasi, tipu menipu menjadi gaya hidup, pelecehan seksual dan pemerkosaan seakan lumrah-lumrah saja dilakukan, apalagi kalau cuma hamil di luar pernikahan- itu sih cuma kecelakaan !! Belum lagi munculnya kata-kata makian, hujatan , kebencian yang seakan-akan menjadi kosa kata baru dalam perbendaharaan bahsa kita.
Semua perilaku-perilaku ‘tidak wajar’ tersebut adalah akibat intervensi yang sangat kuat dari pelajaran-pelajaran yang termuat di dalam tayangan-tayangan telivisi kita. Akibat dari intervensi yang dilakukan TV terhadap perilaku pemirsanya memang tidak seketika efeknya. Ia akan muncul secara evolutif. Perlahan dan pasti telivisi kita mendegradasi keutuhan aqidah, keimanan dan integritas mental, spiritual dan ketahanan kepribadian. Hanya pribadi-pribadi yang mempunyai ketahanan pribadi yang maksimal saja yang akan ‘kalis’ dari pengaruh buruk tayangan telivisi. Dengan kata lain pengaruh yang tercipta oleh media telivisi bisa mempercepat kehancuran nilai-nilai agama dan moral tradisional dari pemirsanya bila tidak dibarengi dengan adanya filterisasi yang memadai. Telivisi bisa melukai dan merusak peradaban kita. Komunikasi tanpa batas telah banyak mengakibatkan pergesaran moral. Banyak sekali tayangan telivisi saat ini yang sudah kehilangan fungsi, yang semestinya memberi hiburan dan pendidikan untuk membangun akhlak justru melukai pemirsanya, terutama pemirsa dari kalangan anak-anak. Smack down fever yang sempat merenggut korban jiwa anak beberapa waktu yang lalu dapat kita jadikan contoh betapa tayangan telivisi sangat mempengaruhi perilaku dan kondisi kejiawaan anak.
Pahami Karakter Psikologis Anak
Pengaruh telivisi terhadap anak-anak-anak sangat besar. Besarnya pengaruh itu disebabkan anak-anak memang berada pada fase meniru. Nak-anak adalah imitator ulung, karena itu mereka akan cenderung meniru adegan-adegan yang ditonton di telivisi. Tentu tidak akan merisaukan jika yang dititu adalah hal-hal yang baik.
Posisi anak-anak atas tayangan telivisi memang sangat lemh. Hal ini berkaitan dengan sifat anak-anak yang sulit untuk membedakan antara hal-hal yang fiktif dan nyata. Anak tidak memahami bahwa tayangan film, sinetron, kartoon, iklan yang dilihat di telivisi adalah hasil dari sebuah rekayasa. Jadi di mata anak-anak, apa yang mereka lihat adalah sebagai sebuah kenyataan atau realita. Kedua, anak tidak memiliki selfcensorshif dan belum memiliki batasan tentang nilai, ketiga, dalam menonton telivisi anak –anak cenderung pasif dan tidak kritis.
Dunia anak adalah dunia imajinatif. Mereka bergerak dan bertindak berdasar imajinasi mereka yang diolah sedemikian rupa berdasarkan pengalaman dan lingkungannya. Bahkan pembentukan kepribadian mereka di masa depan salah satunya didukung oleh imajinasi tersebut. Ketika tayangan telivisi yang bercorak mistis, sinetron dan film yang penuh dengan kekerasan, kecengengan, kepornoan serta smacdown yang jahat dan dunia glamor menjadi kiblat imitasi dan pengembangan daya khayal anak, maka bisa kita predikan aklan menjadi sepereti apa kehidupan anak-anak kita di masa yang akan datang. Semakin sering anak mengkonsumsi tayangan-tayangan buruk dari telivisi maka akan semakin besar kemungkinan terbentuknya pengruh negatif. Sehingga tidak perlu heran ketika menemuai anak-anak kita tumbuh menjadi remaja yang labil dan kerap melakukan hal-hal negatif berupa tindak kekerasan dan pengrusakan pada dirinya sendiri maupun pada orang-orang lain.
Perilaku manusia tidak terbentuk begitu saja. Perilaku terbentuk melalui proses belajar yang rumit. Ada tiga cara manusia membetuk atau menset perilaku sehingga ia menjadi mind set dalam hidupnya, yaitu 1. Imitasi (2) modeling (3) identifikasi. Ketiga cara tersebut terjadi secara evolutif, perlahan tapi pasti mengikuti arus perjalanan usia dan expiriance yang diperolehnya. Bila tontonan telivisi telah menjadi habituasi sejak dini maka telivisilah yang akan dijadikan refrensi untuk melakukan imitasi, modeling dan identifikasi. Maka tidaklah mengheranklan bila sekarang ini banyak dari anak-anak kita lebih mengidolakan bintang senetron atau tokoh dari film tertentu daripada mengidolakan orang tuanya, gurunya atau ustadnya. Anak-anak lebih banyak meniru perilaku idolanya daripada menuruti ajaran guru maupun ustad-ustadnya. Oleh karena itu mari kita perlakukan telivisi dengan tegas dan bijaksana demi kualitas moral akhlak budi pekerti dan masa depan anak-anak kita.
Namun demikian kita juga tidak boleh menutup mata bahwa tidak sedikit pula dipertontonkan perilaku-perilaku positip seperti menolong orang lain, bersyukur kepada allah, berkorban untuk kebajikan. Untuk adegan-adegan positip tersebut tentulah tidak perlu kita risaukan ketika hal itu terinternalisasi dalam benak sanubari pemirsa telivisi. Yang menjadi masalah bila adegan-adegan negatip tersebut ditiru atau diinternalisasikan kedalam sanubari pemirsa dan kemudian diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Untuk kasus ini barangkali tidak menjadi masalah bila pemirsanya orang dewasa, dimana mereka telah memilki daya rasionalitas yang komplit. Sehingga bisa menseleksi mana adegan yang nyata mana adegan yang tidak nyata. Pada anak-anak daya rasionalitas tersebut belum tumbuh, sehingga apa yang dilihat dilayar kaca dinilai sebagai suatu realita. Anak-anak akan menerima semua yang dilihat dan didengar dari layar kaca tanpa seleksi dan tanpa prasyarat apa-apa. Sehingga mereka menganggap semua itu adalah realita. Disinilah para orang tua perlu meluangkan waktu seluas-luasnya untuk mendampingi sang buah hati ketika mereka menonton tayangan telivisi, apapun acaranya. Orang tua harus mampu membuka ruang dialog dengan putra-putrinya untuk mendiskusikan hal-hal yang dilihat, dibaca maupun didengarnya dari teliivisi. Disamping itu orang tua harus menerapkan asas tegas dan disiplin dalam mengatur manajemen tontonan telivisi dirumah tangganya. Sebaiknya telivisi diposisikan sebagai barang ‘common use’ bukan private use. Secara positional telivisi hendaknya ditempatkan di ruang keluarga sehingga bisa ditonton bersama-sama. Hindari semaksimal mungkin keberadaan telivisi di ruang pribadi anak-anak kita.
Mengarahkan Anak dalam Menonton Telivisi
Pertama, membangun kesadaran bahwa telivisi mempunyai berbagai fungsi dan memberi pengaruh baik maupun buruk bagi kehidupan psikologis pemirsanya. Kedua, orang tua harus proaktif bertanya kepada anak mengenai acara-acara yang disukai sehingga membantu orang tua untuk mengidentifikasi acara-acara favorit anak. Ketiga, proaktif melihat. Keempat, membuat kesepakatan dengan anak tentang acara yang boleh dan tidak boleh serta waktu / saat yang boleh dan tidak boleh menonton. Kelima mendampingi anak nonton Telivisi.

MUHAMMADIYAH BUKAN KENDARAAN POLITIK

Soleh Amini Yahman
Dalam konstelasi politik di Indonesia, Muhammadiyah adalah merupakan potensi yang sangat luar biasa dalam memerah-putihkan kehidupan partai-partai politik. Maka tidak mengherankan jika akhirnya banyak tokoh-tokoh partai politik yang merayu, mendekat dan berusaha menggandeng Muhammadiyah agar mendukung eksistensi partainya.Bahkan ada partai politik yang mengklaim dirinya sebagai partainya wong Muhammadiyah. Godaan dan gemerlapnya kehidupan politik praktis memang sempat sedikit merangsang syahwat politik beberapa tokoh Muhammadiyah. Tapi pimpinan pusat Muhammadiyah dengan tegas meneguhkan jati diri Muhammadiyah sebagai organisasi non partai. Muhammadiyah tetap istiqomah sebagai organisasi sosial kemasyarakat islam yang bergerak pada bidang dakwah amar makruf nahi munkar. Muhammadiyah benar benar menjaga jarak dengan partai politik manapun. Laporan yang ditulis oleh Sugiharko dan Sonny Yahman ini merupakan catatan atas pidato KH. Muhammad Muqodas dari pimpinan pusat Muhammadiyah di berbagai kesempatan.


Hingar bingar dunia perpolitikan di Indonesia selama satu dekade terakhir ini sama sekali tidak merangsang syahwat politik Muhammadiyah. Terlepas dari syahwat politik dari beberapa orang muhammadiyah untuk berpolitik praktis, Muhammadiyah dengan tegas tetap meneguhkan dirinya sebagai organisasi non politik. Lebih tepatnya Muhammadiyah tetap meneguhkan jati dirinya untuk tetap beristiqomah sebagai oraginisasi sosial Islam kemasyarakatan yang bergerak di ranah amar makruf nahi munkar. Kalau toh Muhammadiyah harus berpolitik maka Muhammadiyah memilih jalan politik melalui politik pendidikan, politik kesehatan, politik pemberdayaan ekonomi umat dan dakwah amar makruf nahi munkar. Bukan berpolitik dengan berebut kekuasaan dan jabatan politik.
Kendaraan Politik
Lahirnya Partai Amanat Nasioanl (PAN) konon sempat dipersepsikan sebagai partainya Muhammadiyah. Persepsi tersebut dengan tegas dibantah oleh KH. Muhammad Muqodas selaku anggota pimpinan pusat (PP) Muhammadiyah. “ Jika ada yang menempatkan PAN sebagai partainya Muhammadiyah, itu adalah penempatan yang salah tempat. Muhammadiyah tidak pernah mendirikan partai atau berafiliasi ke partai apapun, termasuk PAN” demikian penegasan Muhammad Muqodas pada pidato pelantikan pimpinan Pengurus Daerah Muhammadiyah Surakarta periode 2005 - 2010 di gedung Batari Solo pertengahan juni 2006. Namun demikian, menurut Moqodas, Muhammadiyah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada warga Muhammadiyah untuk berpolitik atau menjadi pengurus partai politik manapun. Kalau PAN itu lahir dan dibidani oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, menurut beliau itu adalah kenyataaan yang harus diterima sebagai suatu realita. Tetapi sekali lagi beliau menegaskan Muhammadiyah tidak pernah memberi tuntunan, arahan, bimbingan dan nasehat terkait dengan perilaku dan pilihan politik warganya. Artinya Muhammadiyah tidak melarang dan tidak pernah mengharamkan warganya untuk berpolitik !! Muhammadiyah tetap istiqomah pada jalur dakwah amar makruf nahi mungkar. Namun demikian beliau mengingatkan kepada segenap pimpinan atau pengurus Muhammadiyah pada lini atau tingkatan apapun agar mengurungkan niatnya menjadi pengurus Muhammadiyah jika niat itu dimaksudkan untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan guna mendapatkan jabatan-jabatan politik tertentu. Oleh karena itu suatu sikap dasar yang harus senantiasa dijaga oleh warga Muhammadiyah adalah sikap untuk selalu beristiqomah pada perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang selalu beramar makruf dan bernahi munkar. Menurutnya dengan sikap istiqomah tersebut Muhammadiyah akan selalu jujur dan terhindar dari sikap-sikap dan perilaku hipokrit yang sering kali mewarnai sikap dan perilaku para politikus kita.
Menolak berpolitik
Menengok pada sejarah perjalanan Muhammadiyah, Muqodas menjelaskan peluang Muhammadiyah untuk menjadi partai politik yang kuat sebenarnya terbuka sangat luas sekali. Sekitar tahun 1970-an pemerintah orde baru pada waktu itu memberi kesempatan yang sangat luas kepada Muhammadiyah untuk menjadi partai politik Islam. Namun dengan sikap tawdu’ dan hormat Muhammadiyah menolak peluang emas tersebut. Dibawah komando KH. AR. Fakhrudin, Kasman Singodimedjo, Prof Ahmad Rasyidi, Abdul Kahar Mudzakir dan sesepuh-sesepuh lainnya pada waktu itu justru menyeru dan mengingatkan warga Muhammadiyah agar tetap istiqomah pada rel perjuangan , yaitu mensejahterakan dan menggembirakan masyarakat melalui perjuangan dakwah.
Dalam kaitanya dengan perjalanan Muhammadiyah kedepan, secara khusus dan khusyuk, Kyai Ahmad Dahlan menitipkan pesan atau amanah kepada warga Muhammadiyah tentang enam hal, yaitu (1) tidak sekali-kali menduakan pandangan Muhammadiyah dengan perkumpulan lain (2) tidak sentimentil, tidak sakit hati bila menerima celaan dan kritikan (3) tidak berlaku sombong dan berbesar hati kalau menerima pujian (4) tidak ujub-kibir-riya atau jubriya (5) Ikhlas murni hatinya kalau sedang berkembang harta benda, pikiran dan tenaga (6) harus bersungguh-sungguh hati dan tetap tegak pendiriaannya.
Enam pesan ini harus dijadikan pedoman dan asas bagi warga Muhammadiyah dalam berkiprah di persyarikatan Muhammadiyah sehingga hati, pikiran dan khitahnya tetap lurus dan istiqomah pada nilai-nilai dasar pergerakan Muhammadiyah. Namun jika sekiranya kekiprahannya sebagai orang Muhammadiyah tersebut membawa ke habitat lain di luar khitah perjuangan Muhammadiyah, maka kerjakanlah itu dengan niatan berjuang untuk Muhammadiyah. Kerjakanlah amalan itu sebagai bentuk dakwah, karena pada dasarnya setiap pimpinan Muhammadiyah, setiap warga Muhammadiyah adalah da’i sekalipun yang bersangkutan tidak berkecimpung secara khusus dalam pendalaman ilmu-ilmu agama. Jadikanlah amalan (bisa berupa jabatan-jabatan tertentu di legislatif maupun eksekutif) bukan sebagai tujuan akhir sebagai orang Muhammadiyah. Karena tidak dibenarkan bila orang Muhammadiyah menjadikan persyarikatan Muhammadiyah sebagai kendaraan politik.
Konstelasi pikir dan sikap yang demikian inilah yang pada akhirnya dapat memposisikan Muhammadiyah sebagai organisasi massa Islam menjadi besar, disegani dan selalu diperhitungkan dalam kancah kehidupan sosial politik di Indonesia. Berbagai kekuatan dan kelompok politik mencoba ‘berbaik hati”untuk merayu Muhammadiyah agar melirik partai atau kelompok partai tertentu. Mereka menyadari Muhammadiyah menyimpan potensi yang besar untuk dijadikan instrumen kemenangan politik tertentu. Maka sangat tidak mengherankan bila akhirnya banyak lamaran atau ajakan berpolitik praktis menghampiri pribadi para tokoh dan warga Muhammadiyah untuk bergabung pada partai tertentu, ketika lamaran struktural mereka kepada persyarikat tidak berhasil. Hal ini bisa dilihat dari tidak sedikitnya warga Muhammadiyah yang karena ketokohannya di Muhammadiyah akhirnya tampil dan muncul sebagai pemimpin bangsa melalui partai-partai tertentu. Kita sebut misalnya Profesor Dr. M. Amien Rais. Mantan Ketua PP Muhammadiyah dan ketua umum PAN (waktu itu) berhasil menduduki kursi kepemimpinan bangsa sebagai ketua MPR RI dan bapak reformasi Indonesia. Dengan kejernihan dan keikhlasan berfikirnya Amin Rais dengan tawadu’ dan istiqomah berjuang melalui lembaga MPR untuk melakukan Amandemen atau perubahan terhadap isi Undang-Undang Dasar 1945 yang selama ini tabu dan seakan-akan di tuhankan oleh bangsa Indonesia. Maka melalui UUD yang telah diamandemen tersebut lahirlah Indonesia baru dengan tatanan demokrasi yang lebih sistemik serta kehidupan sosial politik yang lebih dinamis dan enlightment. Bukan itu saja Prof Amin juga berhasil menata kehidupan lembaga –lembaga negara menjadi lembaga yang clean dan nir kecurangan dan kefasikan semacam korupsi, kolusi dan nepotisme. Beliau mengakronimkan tiga penyakit kejahatan tersebut dengan istilah KKN yang sekarang ini menjadi istilah yang sangat populer.
Dakwah muhammadiyah = politik dakwah Islam
Dakwah merupakan esensi kegiatan paling mendasar dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah. Dakwah merupakan nafas tunggal yang menghidupkan Muhammadiyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh berkembang sebagai biopolitical organisme yang menggurita, meliputi hampir semua dimensi dan kehidupan kemasyarakatan. Muhammadiyah menterjemahkan dakwah sebagai implemenstasi politik dari perintah Allah dalam QS Ali Imran 104. Idialisme dakwah Muhammadiyah adalah “illa sabilli robbika sabillil, yaitu kepada agama tuhanmu yaitu agama Islam. Islam adalah agama yang benar, bahkan satu-satunya agama yang benar, di luar agama Islam adalah tidak benar ! Berangkat dari sikap ini maka menjadi jelas bahwa Muhammadiyah adalah organisasi berfaham ahlul sunnah wal jamaah.
Bukan pluralisme dan liberalisme
Muhammad Muqodas mengingatkan bahwa Muhammadiyah adalah bukan organisasi yang mengabut faham liberalise dan pluralisme. Muhammadiyah mengakui pluralisme itu ada, tetapi tidak mengikuti faham pluralisme itu sendiri. Sekalipun orang-orang berfaham pluralisme bertebaran di dalam Muhammadiyah tetapi Muhammadiyah tidak mengenal dan tidak mengimplementasikan konsep pluralisme dalam mengembangkan organisasi maupun dalam menjalankan fungsi sosial politiknya. Oleh karena itu sangat tidak benar bila ada yang menempatkan Muhammadiyah sebagai pengusung pluralisme dan liberalisme. Penempatan yang demikian ini konon terlihat dari sikap orang-orang Muhammadiyah yang egaliter non sektarian serta konsep dakwah Muhammadiyah yang bersifat open flat atau terbuka bagi siapa saja. “Dalam berperialku sosial politik boleh saja orang-orang Muhammadiyah bersikap pluralis, tetapi dalam mengejawantahkan perilaku keagamaan dan kemuhammadiyahannya tidak boleh pluralis. Islam adalah Islam yang benar. Tidak ada agama yang benar kecuali Islam” tegas Muqodas sembari menyitir QS. Al Maidah “Inna dinna indaalahi islam”
Sekalipun Muhammadiyah dengan tegas menyatakan bahwa Islam sebagai satu-satunya agama yang benar tetapi Muhammadiyah tetap memerintahkan kepada seganap warganya untuk hidup rukun dan damai dengan penganut agama di luar Islam. Dalam kontek kerukunan antar umat beragama ini Muhammadiyah tidak lantas menyamakan Islam dengan agama-agama di luar Islam.
Dengan konsep dan paradigma politik dakwah yang demikian itulah orang-orang Muhammadiyah membentengi diri dari kemungkinan terjadinya konflik horisontal maupun vertikal dengan negara dan kelompok masyarakat tertentu. Karena dengan sikap yang mulur mungkret inilah akhirnya terbentuk suatu mekanisme sosiabilitas kehidupan politik yang tumaninah dan rendah hati. Dengan ke-tumaninahan dan sikap tawadu’ inilah politik yang dibangun oleh Muhammadiyah tidak sevulgar perilaku-perilaku politik yang hanya berorientasi pada power dan kekuasaan belaka. Di manapun tempatnya di negeri ini, organisasi apapun tidak mungkin terlepas dari kepentingan politik, baik kepentingan langsung maupun kepentingan-kepentingan politik tidak langsung. Oleh karena itu agar Muhammadiyah tidak terjebak pada kehidupan politik yang ‘nakal’ maka landasan juang kemuhammadiyahan harus selalu didengungkan dan diserukan kepada segenap warga Muhammadiyah pada semua lini. Peringatan Muhammad Muqodas sebagaimana disampaikan pada pidato pengajian penyegaran pengurus pimpinan daerah Muhammadiyah Solo Desember 2006 patut dicamkan. “Bapak ibu yang berniat menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan politik untuk memperoleh kekuasaan tertentu, maka sebaiknya detik ini juga segera mundur sebagai pengurus atau pimpinan Muhammadiyah. Bermimpi saja kita tidak boleh apalagi berupaya mewujutkannya. “ tegas pak Muqodas yang langsung disambut tepuk gempita jamaah pengajian.
AUM dan Energi Politik
Sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah memiliki puluhan dan bahkan ratusan amal usaha Muhammadiyah, baik berupa lembaga pendidikan, rumah sakit, panti-panti perawatan, pondok pesantren, lembaga-lembaga ekonomi dan sebagainya. Menurut Muhammad Muqodas lembaga-lembaga amal usaha tersebut adalah milik Muhammadiyah dan dijadikan sebagai sarana untuk melakukan dakwah Islam amar makruf nahi munkar. Dengan demikian orang-orang yang berada di dalam amal usaha Muhammadiyah (AUM) tersebut harus bersedia diaudit kadar kemuhammadiyahannya oleh Muhammadiyah. Mereka perlu diaudit karena mereka sedang mengemban amanah Muhammadiyah, yaitu menjalankan usaha dengan amanah, jujur, terbuka, disiplin dan bekerja keras. Terkait dengan masalah aset, omset dan manajemen dari amal usaha Muhammadiyah, setiap amal usaha Muhammdiyah juga harus siap dan bersedia di audit oleh Muhammadiyah. Hal ini perlu dilakukan karena amal usaha Muhammadiyah bukanlah milik amal usaha itu sendiri sebagai sebuah lembaga yayasan atau institusi, tetapi milik umat atau pubik Muhammadiyah.Tentang masalah ini Moqodas perlu mengingatkan karena ada kecenderungan dari sebagian kecil AUM yang karena merasa sudah “besar” sehingga melaju tanpa batas mengikuti arus aliran perkembangan dan tuntutan zaman tanpa memperdulikan lagi nafas kemuhammadiyahannya. “hal-hal yang demikian inilah yang saya tengarai sebagai pangkal melunturnya idiologi kemuhammadiyahan pada amal-amal usaha Muhammadiyah” tegas Kyai Muqodas. Sehingga Rumah sakit Muhammadiyah, sekolah Muhammadiyah atau universitas Muhmmadiyah tidak lagi berbeda dengan rumah sakit-rumah sakit pada umumnya, sekolah dan universitas-universitas Muhammadiyah juga tidak berbeda dengan sekolah dan univeritas lain pada umumnya. Amal usaha Muhammadiyah harus dikembalikan sebagai salah satu basis politik dakwah Muhammadiyah, bukan sebaliknya dijadikan energi politik praktis dari oknum-oknum pengelola amal usaha Muhammadiyah untuk mewujutkan ambisi politik kekuasaannya.
Dalam perjalanannya yang telah mencapai usia 97 tahun ini, Muhammadiyah kini telah menjelma menjadi “rumah besar” , di mana di dalamnya tinggal berbagai manusia dengan aneka tujuan, maksud dan cita-cita. Ada yang bertujuan sebagaimana tujuan dan cita-cita yang diemban oleh Muhammadiyah, tetapi tidak sedikit pula yang hanya sekedar menumpang hidup dan bahkan ada yang berusaha menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan menuju kekuasaan. Terhadap orang-orang yang bertjuna di luar tujuan dan cita-cita muhammadiyah inilah yang perlu didakwai dengan lebih intensif sehingga potensi mereka tidak tersia-siakan dalam membangun Muhammadiyah . Akhirnya Pimpinan Pusat muhammadiyah melalui Kh. Muhammad Muqodas mengingtakan kembali tiga sifat dasar kepemimpinan yang harus dimiliki oleh pimpinan Muhammadiyah sebagaimana dicontohkan Rasullah SAW, yaitu sangat prihatin terhadap penderitaan umat, sangat menginginkan kebaikan umat dan sangat tinggi belas kasihnya terhadap umat. Sebagai pemimpin Muhammadiyah berati menjadi pengikut nabi Muhammad. Maka siapaun yang menjadi pemimpin Muhammadiyah harus dapat mengikuti tiga sifat dasar yang dicontohkan nabi tersebut. Oleh karena itu berkemuhammadiyahan kita harus diberangkatkan dari niat yang benar, sebab amal perbuatan manusia itu bergantung pada niatnya. Sebab Niat itulah yang menjadi dasar bagi allah untuk memberi atau tidak memberi pahala atas amalan umat manusia. Jika kebermuhammadiyahaan kita diawali dengan niat yang salah pastilah allah tidak akan memberi pahala. Niat kita bermuhammadiyah harus satu, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada niatlain selain itu. Selamat Bermuhammadiyah.