Soleh Amini Yahman
MASA REMAJA
Masa remaja tidak mempunyai tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Ketidakjelasan dimaksud karena remaja tidak termasuk golongan anak akan tetapi tidak juga termasuk pada golongan dewasa. Posisi masa remaja adalah posisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, sehingga masa remaja ini sering pula disebut sebagai masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Monks, 1984)
Secara psikologis masa remaja dibedakan dalam dua fase usia perkembangan, yaitu :
1. Masa Puber, yaitu masa dimana remaja mulai mengenal dan berfikir serta tertarik dengan masalah-masalah sexual yang mereka kenal dari sekitar lingkungannya. Pada umumnya masa puber atau pubertas ini terjadi antara umur 11 - 15 tahun pada remaja wanita dan 12 - 16 tahun pada remaja pria. Tanda-tanda yang sering menyertai masa puber ini adalah tumbuhnya pubic hair atau rambut kemaluan sebagai tanda kelamin sekunder yang menunjukkan adanya perkembangan menuju kematangan sexual, yang berarti siap produksi.
2. Masa Adolensi. Adolensi berarti tumbuh dan berkembang (Growt and development) menuju alam dewasa. Artinya seseorang mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal yang penuh dengan berbagai tugas dan tanggung jawab.
Sesuai dengan perkembangan biologisnya, pada kedua fase perkembangan tersebut di atas terjadi 4 macam perubahan fisik yang menyertai terjadinya dampak-dampak psikologis yang perlu diwaspadai.
Keempat perubahan fisik tersebut menurut Hurlock (1990) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan ukuran tubuh yang cepat (istilah jawa : bongsor)
2. Perubahan proporsi tubuh. Tubuh menjadi besar, akan tetapi tidak eluruh badan tumbuh dengan kecepatan yang sama, sehingga pada remaja awal mereka kurang kelihatan seimbang antara bagian-bagian badan yang sesuai dengan orang dewasa.
3. Tumbuhnya ciri-ciri seks primer, yaitu mulai berkembangnya organ-organ seks yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi. Pada wanita ditandai dengan timbulnya haid pertama (mensnarche), sedang pada remaja pria ditandai dengan mimpi basah (politio).
4. Tumbuhnya ciri-ciri seks sekunder. Ciri-ciri seks sekunder ini keberadaannya pada diri seseorang akan menjadikan antara sekse yang satu tertarik pada sekse yang lain. Tumbuhnya ciri-ciri seks sekunder pada pria ditandai dengan keluarnya rambut pada bagian-bagian tertentu (sekitar kelamin, ketiak, kumis, jenggot) kulit menjadi agak kasar, suara bertambah besar (bariton), kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif sehingga menimbulkan jerawat, otot-otot bertambah besar dan kuat. Sedangkan pada wanita pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat, tumbuhnya payudara, kulit menjadi kasar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif, suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.
Perubahan-perubahan fisik dan seksual pada masa remaja mempunyai dampak psikologis yang besar, meskipun akibatnya biasanya sementara, namun cukup menimbulkan perubahan dalam pola perilaku, sikap dan kepribadian pada masa remaja penampilan fisik merupakan faktor yang dianggap penying. Karena jika remaja merasa dirinya kurang menarik, mereka akan merasa rendah diri, sedih dan gelisah.
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan-ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Perkembangan psikologis yang lain yaitu usaha remaja untuk menemukan identitas dirinya, mencari tokoh idola yang dijadikan tokoh identikfikasinya (Hurlock, 1990).
Pada masa remaja minatnya pada seks juga meningkat. Mereka mulai tertarik pada jenis kelamin lain, mereka mulai mengenal apa yang dinamakan cinta, saling memberi dan menerimakasih sayang dari orang lain. Jika perkembangan psikologis berjalan cukup sehat dan lancar, akhirnya mereka menuju kemasakan emosional. Dan bahaya psikologis utama dari masa remaja berkisar dari kegagalan melaksanakan peralihan ke arah kematangan yang merupakan tugas perkembangan terpenting dari masa remaja.
REMAJA DAN PERMASALAHAN
Sosok remaja, merupakan sosok yang sarat dengan berbagai permasalahan. Hampir setiap aspek kehidupan yang dilalui remaja selalu membawa permasalahan. Mengapa demikian ? Karena remaja merupakan “pusat kehidupan”. Pada masa remaja itulah irama kehidupan yang sesungguhnya sedang dimulai. Pada masa remaja itulah masa mencari sedang diawali, oleh karena itulah dalam rangka “menemukan” itulah remaja sering terbentur dengan berbagai masalah, baik masalah yang berdimensi sosial, psikologis maupun personal. Salah satu masalah yang sering membelit remaja adalah masalah CINTA SEX DAN PERGAULAN. Dalam menterjemahkan ketiga hal tersebut remaja sering terpeleset sehingga sebagian remaja sering menjadi korban dari masalah cinta sex dan pergaulannya. Keterpelesetan tersebut terjadi karena ketidaktahuannya remaja tentang Cinta Sex dan Pergaulan itu sendiri. Dalam menterjemahkan sex, cinta dan pergaulan, remaja sering mencampuradukkan ketiga hal tersebut sehingga makna dari cinta, sex dan pergaulan itu menjadi absurt di mata remaja.
Perilaku sexual tidak lepas dari perkembangan kepribadian secara umum. dalam kaitannya dengan cinta, perilaku sexual banyak dipengaruhi oleh proses percintaan itu sendiri. Akan tetapi mencampur adukkan antara perilaku cinta dengan perilaku sexual adalah merupakan keputusan yang sangat salah. Hal inilah (mencampur adukkan antara cinta dan sex) yang harus diluruskan pada konsep yang semestinya.
Remaja bercinta itu wajar. Sebab bercinta (dalam arti jatuh cinta) bagi remaja adalah dorongan instingtif yang bersifat alami. Akan tetapi remaja harus menyadari bahwa antara dunia cinta dan sex merupakan lahan yang sangat berbeda. Antara cinta dan sex memang merupakan dua hal yang saling bersinggungan, tetapi keduanya tidak identik. Fenomena pergaulan dan percintaan remaja yang tampak ada akhir-akhir ini adalah mengarah pada pengaburan arti cinta dan sex. Mereka saling mengartikan bahwa cinta itu identik dengan sex, sehingga tidak jarang remaja putra dan putri melakukan hubungan sex pra nikah demi membuktikan kadar cinta mereja. Tentu kondisi yang demikian ini sangat memprihatinkan kita semua.
Data dari berbagai penelitian tentang perilaku sex remaja yang dilakukan para pakar sexologi dan remaja mendukung sinyalemen di atas. Sarwono (1981) dalam penelitiannya terhadap remaja di Jakarta memperoleh data bahwa sebagian besar remaja (53,6%) tertarik pada masalah hubungan sex sebelum perkawinan. Sudiat (1985) dari RS Dr. Kariadi Semarang dalam laporan penelitiannya melaporkan bahwa kelainan genekologis pada remaja putri usia 13-20 yang memeriksakan diri, sebagian besar yaitu 32% dari 859 (atau =273) mengalami kerusakan selaput dara (Hymen) karena dorongan benda keras, lunak, yang diperkirakan karena hubungan persenggamaan. Sedangkan pakar sexologi Pangkahila (1981) dalam suatu penelitian pendahuluan terhadap remaja di pulau Bali mendapatkan angka 27-28% remaja di Bali pernah melakukan hubungan sex. Penelitian Istiati (1981) dosen UNISRI Solo melaporkan 73 dari 95 mahasiswa Solo dan remaja diluar kampus wilayah Solo pernah atau mempunyai teman hamil sebelum menikah. Penelitian paling muahir yang dilakukan Mochtadi (1985) di Jawa Tengah melaporkan bahwa 8% dari 630283 orang (37.000) pelajar SLTA di Jawa Tengah telah berhubungan sex. 60% melakukan kegiatan sex bebasnya di rumah sendiri dan 40% dilakukan di hotel atau diluar rumah. Kondisi yang dilaporkan oleh para pakar peneliti tersebut tentu sangat memprihatinkan kita bila kita hanya melihat dari sudut kejadiannya semata-mata. Yang lebih kita sikapi dalam hal ini adalah mengapa dan bagaimana mereka (para remaja) tadi bisa melakukan hal-hal seperti itu ? Secara psikologis kejadian tersebut terjadi karena pengaruh dorongan sex yang timbul seiring dengan matngnya alat reproduksi. rasa ingin tahu, sulit mengendalikan dorongan sex yang ada dan ditambah derasnya bernagai rangsangan sosial yang muncul dari sarana informasi dan komunikasi yang berlebihan. Kondisi demikian menggambarkan rendahnya pengetahuan remaja tentang sex dan aktivitasnya, sehingga mereka sering membuat keputusan yang salah.
Sexs sesungguhnya merupakan hal yang tidak haram, bahkan merupakan hal yang suci, selama sex itu diperlakukan sesuai dengan kaidah dan norma yang ada. Seks sebanarnya merupakan hal yang agung, suci dan sakral, akan tetapi karena ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab, seperti mereka yang melacur, yang vulgar, yang komersial dan yang hanya memandang sex sebagai pemuas nafsu rendah sajalah sehingga kesakralan dan kesucian seks itu hilang, bahkan seakan akan seks merupakan hal yang tabu untuk disentuh.
Keingintahuan remaja tentangmasalah cinta dan sex adalah merupakan kebutuhan yang wajar. Aktifitas sex memang harus diketahui oleh remaja. Sebab tanpa pemahaman yang benar tentang sex ini maka para remaja (khususnya remaja putri) akan mudah tergelincir dan menjadi korban penyalahgunaan sex dan menimbulkan kerugian yang maha dasyat yang tak akan tertebus sepanjang hayat. Bila suatu kecelakaan sexual terjadi, maka pihak wanitalah yang pertama akan menjadi korban dan menderita kerugian. Oleh karena itulah wanita harus lebih tegas, lebih pintar dalam menjaga kehormatan dirinya. Para wanita (baca: remaja putri) harus tegas menolak segala bentuk hubungan yang berkaitan dengan aktivitas sexual (kissing, Necking, Petting, Intercrouse). Karena mau tidak mau wanita sendirilah yang akan menanggung kerugian yang lebih besar. Untuk itulah maka pemahaman wanita (remaja putri) terhadap pemahaman sexual ini harus benar-benar lebih tekun dan akurat. Remaja putri harus paham dan mengetahui apa yang bisa terjadi pada dirinya dengan cara mencari tahu dari sumber informasi yang benar bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai segi.
Sebenarnya ini dari segala inti permasalahan adalah terletak pada perjanjian sendiri. Mau dikemanakan remaja kita ?
Kalau arahnya mengembangkan cinta yang agung dan baru boleh menyentuh kawasan sex secara suci setelah menikah, maka strategi yang dipasang harus menuju kearah sana. Namun sebaliknya kalau arah orang tua penekanannya pada masalah “Asal tidak hamil” maka pola KB remaja dalam artian harafiah adalah merupakan pola yang paling baik (tapi mungkinkah ini terjadi di negeri kita yang religius?)
Bagaimanapun juga perilaku sex pada remaja, selain dipengaruhi oleh faktor endogen dari dalam tubuh sendiri adan faktor eksogen dari lingkungan dan juga masih tergantung dari pengaruh pola didik dan perilaku orang tua. Kalu ibunya dan bapaknya baik, Insya Allah anak keturunannya juga relatif baik, ini artinya peranan orang tua sebagai panutan tidak kecil. Namun demikian tanggung jawab tetap ada pada remaja. Jangan semata-mata menyalahkan orang tua bila terjadi penyalahgunaan sex. Ini yang perlu dikecam juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar