Kamis, 20 Januari 2011

Efektivitas Peran Pemimpin Tingkat IV dan Keteraksesan Informasi Kelembagaan terhadap Minat Kerja Pegawai Negeri Sipil di LPMP Sumatera Selatan


Oleh: Benny Hendrawan *)

Program Studi Psikologi

Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRACT

This aim of this research is to know the relation between effectiveness of role leader IV and accessibility of institute information with the work interest public servant. The hypothesis of this research is a positive relation between effectiveness of role leader level IV and accessibility of institute information with work interest of public servant in LPMP Sumatera Selatan. The more effective role leader level IV and high more accessibility of institute information, hence high more work interest of public servant in LPMP Sumatera Selatan.

This research use the Work Interest of Public Servant Scale, Scale of Effectiveness of Role Leader Level IV, and Scale of Accessibility of Institute Information. This study was held at Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Selatan, with number of 82 persons, all have status as public servant with the position of staff or executor.

The data were analized using Multiple Regression Analysis . The result show the was positif relation between effectiveness of role leader level IV and accessibility of institute information with work interest of public servant in LPMP Sumatera Selatan (F = 4,326.785 ; R = 0.991; p = 0.000). Both of Effectiveness of Role Leader Level IV and Accessibility of Institute Information had significant level 0.000. This meant that there were positive correlation between effectiveness of role leader level IV and accessibility of institute information with the work interest of public servant, so that major hypothesis raised in this research was accepted by very significantly.

This research show of effectiveness of role leader level IV and accessibility of institute information, give the effective contribution to work interest of public servant equal to 0.640 % and 98.455 %. Rest of equal to 0.905 % determined or influenced by other dissimilar factor.

Keyword : effectiveness of role leader level IV, accessibility of institute information, work interest of public servant.


A. Pengantar

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan berbagai macam aktivitas, baik yang bersifat fisik maupun mental. Salah satu aktivitas fisik itu diwujudkan dalam bentuk gerakan-gerakan yang menghasilkan sesuatu. Aktivitas gerakan yang menghasilkan sesuatu ini lazim disebut dengan istilah bekerja.

Menurut Alderfer (Robbins, 2003) bekerja merupakan upaya manusia untuk mengaktualisasikan kebutuhannya, yaitu: untuk mempertahankan eksistensi, menjalin hubungan, dan meningkatkan perkembangan. Agar manusia dapat terus eksis, mampu menjalin hubungan, dan berkembang sesuai dengan peran yang dimiliki, maka manusia perlu bekerja untuk menghasilkan sesuatu, agar kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat diwujudkan.

Untuk dapat bekerja secara baik, seseorang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai. Untuk mendukung hal itu diperlukan adanya dorongan dari dalam (internal drive). Salah satu dorongan dari dalam itu adalah berupa minat untuk melakukan suatu pekerjaan. Minat untuk melakukan suatu pekerjaan sangat berperan penting dalam menghasilkan sebuah pekerjaan yang berkualitas dan bernilai. Tanpa adanya minat terhadap pekerjaan, maka seseorang tidak akan mampu menghasilkan sebuah pekerjaan seperti yang diharapkan.

Minat sendiri menurut Eysenck (1972) dkk merupakan suatu kecenderungan untuk bertingkahlaku yang berorientasi kepada objek, kegiatan, atau pengalaman tertentu, dan kecenderungan tersebut antara individu satu dengan individu lainnya tidak sama intensitasnya. Dalam istilah Holland (1985), minat merupakan ekspresi dari kepribadian seseorang.

Untuk dapat bertingkahlaku maka harus ada kesadaran dalam diri individu, sebagaimana dikatakan oleh Witherington (1986) bahwa minat merupakan kesadaran seseorang pada sesuatu, suatu soal, atau situasi yang bersangkut paut pada dirinya. Tanpa adanya kesadaran ini, maka individu tidak akan pernah mempunyai minat pada suatu hal.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa minat adalah ekspresi dari keinginan seseorang yang berorientasi kepada objek, kegiatan, atau pengalaman tertentu. Sedangkan minat kerja adalah ekspresi dari keinginan seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang berorientasi kepada objek, kegiatan, atau pengalaman tertentu.

Minat kerja bisa timbul kapan saja, baik sebelum maupun sesudah seseorang terlibat dalam suatu pekerjaan. Seseorang yang tidak berminat sebelum terlibat dalam suatu pekerjaan, tidak akan pernah tertarik untuk masuk ke dalam suatu organisasi. Sebaliknya, seseorang yang tidak berminat setelah ia terlibat dalam suatu pekerjaan (karena mengalami penurunan atau kehilangan minat kerja), maka ia tidak akan pernah bisa menghasilkan sebuah pekerjaan yang bernilai dan berkualitas seperti yang diharapkan.

B. Latar Belakang Masalah

Masalah nilai dan kualitas pekerjaan yang terkait dengan minat kerja ini, merupakan salah satu problem yang diduga banyak terjadi dalam berbagai organisasi, baik di organisasi pemerintah maupun swasta. Dalam organisasi pemerintah, permasalahan seputar kualitas pekerjaan ini merupakan salah satu persoalan yang kerapkali dikeluhkan oleh berbagai pihak. Salah satu persoalan itu adalah masih rendahnya tingkat kepuasan masyarakat selaku konsumen terhadap pelayanan aparatur pemerintah dalam berbagai bidang. Jajak pendapat yang dilakukan harian Kompas (Pujileksono, 2006) mengenai kepuasan masyarakat terhadap pelayanan aparatur pemerintah menyebutkan, bahwa 56,4 persen masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan aparat, 40,3 persen merasa puas, dan 3,3 persen tidak memberikan jawaban.

Di bagian lain hasil penelitian CPPS Universitas Gadjah Mada pada tahun 2005 menyebutkan, bahwa secara nasional 59 persen masyarakat pengguna pelayanan publik menilai bahwa kinerja pelayanan aparatur pemerintah adalah buruk (Zen, 2006), dan sebagian besar masyarakat Jawa Timur merasa tidak puas atas rendahnya mutu pelayanan publik oleh pemerintah selama ini (Islamy, 2005).

Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Selatan sebagai salah satu organisasi pemerintah yang banyak berhubungan dengan publik, tentu tidak terlepas dari kondisi di atas. Masih kurang optimalnya layanan yang diberikan kepada para stakeholder adalah salah satu indikasi bahwa di lembaga ini juga terjadi permasalahan yang terkait dengan kualitas pelayanan aparatur pemerintah

Belum optimalnya kualitas layanan aparatur pemerintah, dalam hal ini pegawai negeri sipil (PNS), tentu merupakan persoalan yang harus dicarikan solusinya. Untuk itu diperlukan suatu kajian yang komprehensif dalam berbagai aspek guna mengetahui latar belakang munculnya persoalan tersebut. Terkait dengan hal itu, ada banyak faktor yang patut diduga berperan penting dalam mendorong timbulnya kualitas layanan seperti yang digambarkan di atas. Salah satu di antaranya adalah faktor minat kerja.

Minat terhadap pekerjaan ini kualitasnya bisa bermacam-macam. Bisa sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, atau bahkan rendah sekali. Tinggi rendahnya minat kerja ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Super dan Crites (1962), minat kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: latar belakang sosial ekonomi, bakat, usia, jenis kelamin, pengalaman pribadi, kepribadian, dan lingkungan. Terkait dengan faktor lingkungan ini, Sampson (1976) mengatakan bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu dari beberapa faktor situasional yang sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Terkait dengan organisasi kerja, Sampson menyebut ada empat aspek dalam faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang, yakni: sistem peranan, struktur organisasi, struktur kelompok, dan karakteristik populasi.

Berdasarkan penjelasan Sampson di atas dapat ditarik benang merah bahwa minat terhadap sesuatu, dalam hal ini minat terhadap pekerjaan, sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dua di antaranya adalah sistem peranan dan struktur organisasi. Sistem peranan wujudnya berupa pembagian peran antara pemimpin dan anggota, sedangkan struktur organisasi bentuk aplikasinya bisa bermacam-macam, salah satunya diantaranya adalah yang terkait dengan masalah pendistribusian dan penggunaan informasi kelembagaan oleh anggota organisasi.

Menurut Rahmat (1991) sistem peranan dan struktur organisasi merupakan faktor sosial yang menata perilaku manusia, dimana hubungan antara anggota organisasi dengan ketua diatur oleh sistem peranan, norma-norma kelompok, dan struktur organisasi yang ada. Sistem peranan berarti sejauhmana seorang pemimpin mampu berperan dalam mempengaruhi perilaku anggotanya, norma-norma kelompok berarti sejauhmana sturan-aturan organisasi dapat dijalankan oleh semua pihak, dan struktur organisasi berarti sejauhmana struktur yang ada tersebut mampu menciptakan suatu sistem kerja yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi.

Terkait dengan pengaruh pemimpin terhadap perilaku kerja anggota seperti disebut di atas, penelitian-penelitian berikut mengungkap adanya pengaruh tersebut, seperti: pengaruh pemimpin dalam peningkatan rasa percaya bawahan terhadap atasan (Butler, dalam Ambrose dan Schminke, 2003; Konovsky dan Pugh, 1994), keberhasilan kerja bawahan (Spreitzer, dkk, 1999), kepuasan kerja dan extra effort bawahan (Seltzer dan Bass, 1990), pencapaian organisasi (Meindl, dkk, 1985; Chen & Meindl, 1991), pencapaian kerja bawahan (Cannella & Rowe, 1995), dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, tampak jelas bahwa faktor pemimpin sangat berpengaruh terhadap perilaku kerja seorang pegawai. Dengan fakta itu dapat diasumsikan bahwa jika seorang pemimpin dapat mempengaruhi perilaku kerja seorang pegawai, maka sudah tentu seorang pemimpin juga dapat berperan mempengaruhi faktor-faktor lain yang meng-antarai (intervening) perilaku kerja tersebut, seperti minat untuk melakukan suatu pekerjaan.

Selain peran pemimpin sebagaimana diuraikan di atas, minat kerja juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain berupa sistim pendistribusian dan penggunaan informasi kelembagaan oleh anggota organisasi. Bagi seorang PNS, kebijakan atas pendistribusian dan penggunaan informasi lembaga ini, merupakan bentuk dari keteraksesan PNS terhadap informasi kelembagaan. Keteraksesan terhadap informasi kelembagaan sendiri merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi produktivitas individu dan perasaan positif terhadap diri sendiri, yang dapat memunculkan semangat kerja dan meningkatkan kepercayaan karyawan terhadap organisasi (Sanusi & Sutrisno, 2001; Hadipranata, 1999: Randal, dkk, 1999).

Perasaan positif terhadap diri sendiri ini timbul karena organisasi telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan pegawai (termasuk kebutuhan informasi), dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pegawai akan memunculkan respons emosional. Respons emosional sendiri menurut Crow dan Crow (1984) merupakan salah satu dari tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya minat seseorang, selain faktor dari dalam dan motif sosial.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apakah terdapat hubungan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dan keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil?

b. Apakah terdapat hubungan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dengan minat kerja pegawai negeri sipil?

c. Apakah terdapat hubungan antara peran keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil?

C. Tinjauan Pustaka

Minat kerja pegawai negeri sipil adalah adalah ekspresi dari keinginan seorang PNS untuk mengerjakan sesuatu yang berorientasi kepada objek, kegiatan, atau pengalaman tertentu guna memperoleh sesuatu yang bernilai, baik secara material maupun immaterial. Minat kerja ini banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik internal maupun eksternal. Menurut Resnick (1970), minat dipengaruhi oleh jenis kelamin dan latar belakang ekonomi, sementara menurut Super dan Crites (1962), minat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pekerjaan, latar belakang sosial ekonomi, bakat, usia, jenis kelamin, pengalaman pribadi, kepribadian, dan lingkungan. Sedangkan menurut Perves dan Black (Haris dan Sipay,1984) minat dipengaruhi oleh dua kategori, yaitu: faktor personal dan institusional. Faktor personal merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang meliputi: usia, jenis kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologis. Faktor institusional merupakan faktor di luar diri individu yang meliputi: sosial ekonomi keluarga, pengaruh teman sebaya, orangtua, dan guru.

Senada dengan pendapat di atas, Crow dan Crow (1984) menyebut ada tiga faktor yang mendasari timbulnya minat seseorang yang meliputi:

a. The factor of inner urges, dimana minat dibentuk oleh dorongan dari dalam.

b. The emotional factor, dimana minat berkaitan dengan perasaan dan emosi.

c. The factor of social motives, dimana minat berhubungan dengan motif sosial, misalnya penghargaan lingkungan.

Dalam perspektif pekerjaan, dimana minat kerja dapat mempengaruhi perilaku individu dan efektivitas kenerja, maka Gibson dkk (1996) menyebut ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku individu dan efektivitas kinerja tersebut, yaitu: faktor individu, faktor psikologi, dan faktor organisasi. Faktor individu meliputi: latar belakang, keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi, dan jenis kelamin. Faktor psikologis meliputi: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Sedangkan faktor organisasi meliputi: SDM, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat diambil benang merah, bahwa pada dasarnya minat seseorang terhadap sesuatu, termasuk minat kerja seorang pegawai negeri sipil, sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Ada beberapa aspek yang terkait dengan faktor internal ini, yaitu: kepuasan kerja, semangat kerja, dan prestasi kerja. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Ada beberapa aspek yang terkait dengan faktor eksternal ini, yakni: dukungan pemimpin, dukungan rekan sekerja, dukungan keluarga, kondisi pekerjaan, lingkungan kerja, pengakuan sosial, dan keteraksesan informasi kelembagaan.

Terkait dengan faktor eksternal di atas, maka peranan pemimpin sangat berperan penting terhadap tinggi rendahnya minat kerja seorang pegawai negeri sipil. Seperti diketahui, dalam struktur organisasi pemerintah, jenjang pemimpin dibagi kedalam empat tingkat, yakni: tingkat I (eselon I), tingkat II (eselon II), tingkat III (eselon III), dan tingkat IV (eselon IV). Meskipun peranan yang dimainkan oleh setiap pemimpin pada hakikatnya tidak ada perbedaan, baik pemimpin tingkat I, II, III, maupun IV, namun kesemuanya pada dasarnya memiliki jenis peranan yang sama. Yang berbeda menurut Thoha (2001), hanyalah lingkungan tempat pemimpin itu bekerja yang membuat bobot peranan itu menjadi sedikit berbeda.

Kendatipun demikian, jika dilihat dari aspek interaksi langsung antara pemimpin dengan pegawai, maka pemimpin tingkat IV merupakan pemimpin yang diyakni paling berpengaruh bagi terbentuknya minat kerja seorang pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan karena sebagai pemimpin yang berada pada tingkat terbawah, pemimpin tingkat IV berhadapan dan berhubungan secara langsung setiap hari dengan para pegawai negeri sipil di level pelaksana atau staf, dengan berbagai karakteristik dan tingkah polanya.

Karena situasi pekerjaannya yang demikian itulah, maka seorang pemimpin tingkat IV dituntut dapat memainkan peranannya secara efektif, agar seluruh pegawai yang berada langsung di bawah kendalinya, dapat bekerja secara efektif pula. Untuk dapat bekerja secara efektif, maka seorang pemimpin perlu menjalankan serangkaian peran seperti yang telah digariskan. Dalam organisasi pemerintah, peranan seorang pemimpin yang terkait dengan anak buah atau bawahan, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam peraturan ini, peran itu diistilahkan sebagai kewajiban seorang pemimpin kepada bawahannya, yaitu:

1. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya

2. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya

3. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya

4. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya

5. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karirnya.

Kelima peran pemimpin ini, jika dijalankan secara efektif oleh pemimpin tingkat IV, maka akan dapat meningkatkan minat kerja seorang pegawai negeri sipil. Implikasinya, peningkatan minat kerja ini akan mempengaruhi berbagai hal seperti: perasaan positif terhadap pekerjaan, perilaku positif dan produktif dalam bekerja, kinerja, keterlibatan kerja, dan lain sebagainya.

Selain efektivitas peran pemimpin tingkat IV di atas, minat kerja pegawai negeri sipil juga dipengaruhi oleh faktor eksternal lain, yakni keteraksesan terhadap informasi kelembagaan. Di banyak organisasi, masalah pengelolaan informasi ini sangat terkait dengan upaya untuk menciptakan stabilitas organisasi. Organisasi yang stabil adalah organisasi yang bisa dikontrol sesuai dengan keinginan pemimpinnya. Menurut Robbins (1990) kontrol dan akses terhadap informasi bisa menjadi sumber utama bagi kekuasaan selama informasi tersebut langka dan penting. Meskipun demikian, pengelolaan informasi ini sendiri sebenarnya merupakan fungsi yang memang melekat pada organisasi dan pemimpinnya. Sutrisno dan Sanusi (2001) mengatakan bahwa salah satu fungsi dari organisasi itu adalah sebagai pusat informasi. Ada lima fungsi organisasi sebagai pusat informasi, yaitu: menerima informasi, merekam informasi, mengatur informasi, memberi informasi, dan melindungi asset. Hal ini juga diungkapkan oleh Mills dan Standingford (Sutrisno dan Sanusi, 2001) yang mengatakan bahwa organisasi memiliki fungsi sebagai pemberi pelayanan komunikasi dan perekaman.

Sedangkan terkait dengan fungsi yang melekat pada pemimpin organisasi, Conlow (2005) mengatakan bahwa salah satu tanggungjawab seorang pemimpin adalah memberikan informasi yang diperlukan karyawan baik tentang perusahaan maupun tentang pencapaian sasaran atau hasil di unit kerja. Hal yang sama dikatakan oleh Riley (Conlow, 2005) yang mengatakan bahwa seorang pemimpin harus mampu membuat setiap orang dalam kelompoknya mempunyai informasi terkini, memahami perannya masing-masing, memahami kekuatan atau potensi masing-masing, terbuka, dan tidak saling iri.

Sementara Adizes (Thoha, 2001) menyebut ada empat peranan seorang pemimpin agar organisasi yang dipimpinnya efektif, yaitu: memproduksi, melaksanakan, melakukan informasi, dan memadukan. Sedangkan Mitzber (Thoha, 2001) menyebut ada tiga peran utama seorang pemimpin dalam semua lini, yaitu: peranan yang berhubungan dengan antar pribadi (interpersonal role), peranan yang berhubungan dengan informasi (information role), dan peranan yang berhubungan dengan pembuat keputusan (decision role).

Bagi seorang pegawai, masalah pengelolaan informasi di dalam organisasi ini adalah sesuatu yang penting terkait dengan efektivitas kinerja. Efektivitas kinerja tidak mungkin bisa dicapai manakala pegawai tersebut tidak memiliki pengetahuan, sementara pengetahuan sendiri berkaitan erat dengan informasi.

Menurut Gomes (1995), ada delapan dimensi efektivitas kinerja, yaitu: kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan, kreativitas, kooperatif, ketaatan, inisiatif, dan kualitas personal. Jadi, pengetahuan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan, akan memiliki kontribusi yang sangat penting bagi kinerja seorang pegawai.

Tersedianya informasi, mudahnya informasi didapat, dan adanya kemauan pemimpin untuk membagi serta menjelaskan informasi yang ada kepada seluruh pegawai, adalah salah satu bentuk dari adanya dukungan sosial yang diberikan oleh organisasi kepada anggotanya. Seperti diungkapkan oleh Dalton (2001), dukungan informasional berupa pemberian informasi, adalah salah satu dari tiga dukungan sosial yang harus diberikan oleh organisasi kepada anggotanya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Cohen dan Wills (1985). Menurut Cohen dan Wills, dukungan informasi (information support) adalah satu dari empat bentuk dukungan sosial yang harus diberikan oleh organisasi kepada anggotanya. Senada dengan pendapat ini, Jhonson dan Jhonson (2000) juga menyebut bantuan informasi sebagai salah satu bentuk dukungan sosial. Menurut Jhonson dan Jhonson, bantuan informasi merupakan bentuk bantuan berupa nasehat, bimbingan, dan pemberian informasi. Infomasi tersebut akan membantu individu untuk membatasi masalahnya sehingga ia mampu mencari jalan keluar untuk mengatasi masalahnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa masalah keteraksesan informasi ini sangat berperan penting bagi pencapaian kinerja seorang pegawai. Keteraksesan informasi sendiri bentuknya berupa ketersediaan informasi, kemudahan mendapatkan informasi, dan sejauhmana pemimpin dapat menjelaskan informasi yang ada itu kepada bawahannya. Sedangkan kinerja sendiri merupakan aspek yang dipengaruhi oleh minat kerja. Artinya semakin berminat seseorang untuk mengerjakan sesuatu, maka akan semakin tinggi pula potensi kinerja orang tersebut. Dalam konteks pekerjaan, hal ini sesuai dengan pendapat Skinner (1968) yang dapat digeneralisasikan bahwa minat terhadap pekerjaan akan dapat mempengaruhi hasil kerja seseorang. Apabila seseorang tidak berminat melakukan suatu pekerjaan, maka bekerjanyapun tidak akan sepenuhnya, dan akibatnya prestasi kerjanyapun akan cenderung rendah.

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka dan landasan teori, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Hipotesis mayor:

Terdapat hubungan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dan keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan. Semakin efektif peran pemimpin tingkat IV dan semakin tinggi tingkat keteraksesan informasi kelembagaan, maka akan semakin tinggi pula minat kerja pegawai negeri di LPMP Sumatera Selatan.

2. Hipotesis minor:

a. Terdapat hubungan positif antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan. Artinya, semakin efektif peran pemimpin tingkat IV maka akan semakin tinggi pula minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan. Sebaliknya, semakin tidak efektif peran pemimpin tingkat IV maka akan semakin rendah pula minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan,

b. Terdapat hubungan positif antara keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan. Artinya, semakin tinggi tingkat keteraksesan informasi kelembagaan maka akan semakin tinggi pula minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat keteraksesan informasi kelembagaan maka akan semakin rendah pula minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan.

E. Metode Penelitian

1. Variabel penelitian

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah minat kerja pegawai negeri sipil. Sedangkan variabel bebas adalah efektivitas peran pemimpin tingkat IV dan keteraksesan informasi kelembagaan.

2. Populasi dan sampel penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai negeri sipil Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Selatan. Sedangkan sampel penelitiannya adalah para pegawai yang diambil melalui teknik proporsional random sampling dengan kriteria sampel: 1) berstatus sebagai pegawai negeri sipil, 2) memiliki masa kerja sekurang-kurangnya satu tahun, dan 3) bekerja sebagai staf atau pelaksana yang dibawahi secara langsung oleh seorang pemimpin tingkat IV.

3. Metode pengumpulan data

Data dikumpulkan melalui angket dengan menggunakan teknik skala Thurstone. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri oleh penulis, yang terdiri atas tiga macam skala, yaitu: skala minat kerja pegawai negeri sipil, skala efektivitas peran pemimpin tingkat IV, dan skala keteraksesan informasi kelembagaan. Sebelum digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data, skala-skala tersebut akan diuji coba terlebih dahulu guna mendapatkan aitem-aitem yang valid dan dan reliable.

4. Validitas dan reliabilitas

Validitas alat ukur yang akan digunakan adalah validitas konstruk (construct validity), sementara analisi butir akan dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) menghitung korelasi antara skor butir (X) dengan skor kompositnya, skor faktor (Y) melalui rumus momen tangkar (product moment), 2) menghitung korelasi bagian total melalui rumus korelasi bagian total (part-whole correlation) (Hadi, 2000). Untuk mendapatkan reliabilitas skala, akan menggunakan teknik reliabilitas Hoyt.

5. Metode analisis data

Ada dua pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu uji asumsi dan uji hipotesis. Uji asumsi terdiri atas dua bentuk yaitu uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. Sedangkan uji hipotesis terdiri atas dua macam yaitu uji hipotesis mayor dan minor.

F. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas Sebaran

Berdasarkan uji normalitas sebaran Kai-Kuadrat pada variabel minat kerja pegawai negeri sipil beserta faktor-faktornya, diperoleh hasil bahwa sebaran dari variabel dan faktor-faktornya tersebut adalah normal. Hasilnya adalah pada minat kerja pegawai negeri sipil diperoleh nilai x² sebesar 15.966 ρ = 0.068 (ρ > 0.050), adanya keinginan atau kemauan untuk melakukan pekerjaan diperoleh nilai x² sebesar 14.692 ; ρ = 0.100 (ρ > 0.050), adanya rasa senang atau rasa suka terhadap pekerjaan diperoleh nilai x² sebesar 12.492 ; ρ = 0.187 (ρ > 0.050), dan adanya perhatian yang lebih terhadap pekerjaan yang disenangi atau yang disukai diperoleh nilai x² sebesar 10.214 ; ρ = 0.333 (ρ > 0.050).

b. Uji Linearitas Hubungan

Berdasarkan uji linearitas hubungan diperoleh hasil bahwa hubungan antara variabel bebas (X1 dan X2) dan variabel tergantung (Y) adalah linier. Hal ini dapat dilihat dari garis regresi antara variabel efektivitas peran pemimpin tingkat IV dengan minat kerja pegawai negeri sipil diperoleh nilai F sebesar 1.649 ; ρ = 0.200 (ρ > 0.050) dan variabel keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil diperoleh nilai F sebesar 1.671 ; ρ = 0.197 (ρ > 0,050).

2. Uji Hipotesis

a. Uji Hipotesis Mayor

Berdasarkan tabel rangkuman analisis regresi model penuh diperoleh F sebesar 4,326.785 ; ρ = 0.000 (ρ < 0.050). Ini berarti korelasi antara dua variabel bebas (X) secara bersama-sama dengan variabel tergantung (Y) sangat signifikan (pengolahan data dapat dilihat pada lampiran, halaman 190-193). Dengan demikian maka hipotesis mayor dapat diterima, yakni ada hubungan yang sangat signifikan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV (X1) dan keteraksesan informasi kelembagaan (X2) dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan (Y). Berdasarkan tabel rangkuman analisis regresi model penuh diperoleh F sebesar 4,326.785 ; ρ = 0.000 (ρ < 0.050). Ini berarti korelasi antara dua variabel bebas (X) secara bersama-sama dengan variabel tergantung (Y) sangat signifikan (pengolahan data dapat dilihat pada lampiran, halaman 190-193). Dengan demikian maka hipotesis mayor dapat diterima, yakni ada hubungan yang sangat signifikan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV (X1) dan keteraksesan informasi kelembagaan (X2) dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan (Y).

b. Uji Hipotesis Minor

1. Uji Hipotesis Minor Pertama

Berdasarkan hasil analisis regresi model penuh diperoleh r parsial sebesar 0.644 ; ρ = 0.000 (< 0.000). Dengan demikian maka hipotesis minor pertama diterima karena sangat signifikan.

2. Uji Hipotesis Minor Kedua

Berdasarkan hasil analisis regresi model penuh diperoleh r parsial sebesar 0.736 ; ρ = 0.000 (< 0.000). Dengan demikian maka hipotesis minor kedua diterima.

G. Pembahasan

Organisasi dan sumber daya manusia adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Organisasi yang tidak didukung oleh sumber daya manusia akan berakibat kepada ketidakmampuan organisasi itu dalam menjalankan aktivitas kerja sehari-hari. Sebaliknya, sumber daya manusia tanpa didukung oleh sebuah organisasi yang baik dan relevan, maka ia tidak akan mampu mengaktualisasikan kemampuannya dalam mendukung tujuan organisasi. Dengan demikian, maka organisasi dan sumber daya manusia merupakan dua komponen yang saling mendukung dan melengkapi.

Dalam aspek dukungan organisasi terhadap sumber daya manusia ini, maka peran pemimpin yang efektif dan keteraksesan terhadap informasi di dalam lembaga, merupakan dua hal penting yang dipandang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku kerja tertentu seorang karyawan. Hasil penelitian terhadap pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan menunjukkan bahwa efektivitas peran seorang pemimpin, dalam hal ini pemimpin tingkat IV dan keteraksesan informasi kelembagaan, memberi sumbangan sebesar 99.10 persen terhadap pembentukan minat kerja seorang pegawai negeri (R = 0.995; R² = 0.991; ρ = 0.000). Hal ini memperlihatkan bahwa minat untuk melakukan suatu pekerjaan pada seorang pegawai negeri sipil, sangat dipengaruhi oleh seberapa efektif seorang pemimpin tingkat IV dalam menjalankan perannya dan seberapa tinggi tingkat keteraksesan pegawai terhadap informasi yang ada di dalam organisasi.

Menurut Tyson dan Jackson (2002), tugas terpenting dari seorang pemimpin dalam organisasi adalah memelihara sumber daya manusia dan memastikan bahwa sumber daya manusia tersebut bekerja di tingkat yang tepat. Untuk itu maka seorang pemimpin perlu memelihara hubungan yang cukup dekat dengan mereka.

Seperti diketahui, pemimpin adalah salah satu unsur di dalam organisasi. Sebagai salah satu unsur atau anggota di dalam organisasi, maka pemimpin memiliki pengaruh yang besar terhadap anggota kelompok yang lain. Dalam hampir semua literatur mengenai kelompok atau organisasi disebutkan bahwa perilaku setiap anggota kelompok akan mempengaruhi secara potensial semua anggota lain di dalam kelompok tersebut (Tyson dan Jackson, 2000). Menurut Spreitzer dkk (1999), peranan seorang pemimpin sangat besar dalam mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu pemberdayaan di tempat kerja. Dalam hal ini menurut Spreitzer dkk (1999), tingkat keberhasilan suatu pemberdayaan di tempat kerja itu dapat diketahui dari seberapa besar peran, pengaruh, dan kontrol pimpinan terhadap bawahan.

Hasil penelitian yang dilakukan pada pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan menunjukkan bahwa peran seorang pemimpin, dalam hal ini pemimpin tingkat IV, berpengaruh terhadap hasil kerja seorang bawahan, yang dalam hal ini berupa peningkatan minat kerja seorang pegawai negeri sipil. Meskipun tidak besar, sumbangan efektif dari efektivitas peran pemimpin tingkat IV terhadap minat kerja pegawai negeri sipil itu sebesar 0.640 persen.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robert dan Hunt (1991) yang mengatakan bahwa perilaku anggota dalam suatu kelompok sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh sejauhmana efektivitas seorang pemimpin dalam memimpin anggota kelompoknya. Demikian pula dengan hasil penelitian Seltzer dan Bass (1990) yang menyebutkan bahwa efektivitas seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap extra effort dan kepuasan bawahan. Extra effort sendiri terkait dengan masalah minat seorang bawahan untuk mengerjakan sesuatu melebihi apa yang diharapkan.

Sementara itu, terkait dengan keteraksesan terhadap informasi di dalam lembaga atau organisasi, Tyson dan Jackson (2002) mengatakan bahwa seorang pemimpin perlu memberikan informasi yang intensif kepada bawahannya, meskipun tidak harus memberikan semua informasi yang tersedia. Hal ini didukung oleh Adizes (Thoha, 2001) yang menyebut empat peranan manajemen yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin agar organisasi yang dipimpinnya itu efektif, salah satunya adalah melakukan informasi. Sedangkan Mitzberg (Thoha, 2001) menyebut tiga peranan utama seorang pemimpin dalam semua lini, salah satunya adalah peranan yang berhubungan dengan informasi.

Dengan melakukan aktivitas yang terkait dengan informasi itu, maka seorang pemimpin diharapkan akan dapat menciptakan iklim organisasi yang kondusif dalam mendukung peningkatan kinerja para bawahan. Muhammad (2002) mengatakan bahwa seorang karyawan haruslah mempunyai informasi yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan mereka jika mereka ingin menampilkan peranan mereka secara tepat. Sebaliknya, jika karyawan kekurangan informasi maka mereka tidak mempunyai alat untuk merencanakan kemajuan organisasi. Dengan demikian, maka kontribusi karyawan terhadap organisasi akan berkurang.

Untuk itu menurut Muhammad (2002), seorang supervisor atau pemimpin hendaklah mau membagi informasi kepada karyawan tentang bagaimana jalannya organisasi, apa obyek yang akan dicapai, dan membantu bagaimana cara mencapai obyek tersebut. Informasi-informasi ini perlu dikomunikasikan secara terus menerus kepada karyawan agar mereka tahu bagaimana cara mengembangkan diri mereka sendiri dan bagaimana organisasi memajukan mereka.

Dengan memberi dan membuka akses informasi yang ada di dalam organisasi ini kepada karyawan, maka diharapkan akan memunculkan kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya minat kerja seorang karyawan. Beckstrom (Muhammad, 2002) menyebut ada tujuh macam kepuasan karyawan di dalam organisasi, empat diantaranya berkaitan dengan informasi, yaitu:

1. Kepuasan dengan ketepatan informasi, yang mencakup tingkat kepuasan dengan informasi, kebijaksanaan, teknik-teknik baru, perubahan administratif dan staf, rencana masa datang, dan penampilan pribadi.

2. Kepuasan dengan kualitas media, yang mencakup nilai informasi yang diterima, keseimbangan informasi yang tersedia, dan ketepatan informasi yang datang.

3. Kepuasan terhadap cara berkomunikasi dengan teman sekerja, yang mencakup komunikasi horizontal, informasl, dan tingkat kepuasan yang timbul dari diskusi masalah dan mendapatkan informasi dari teman sekerja.

4. Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai satu kesatuan, yang mencakup hal-hal keterlibatan hubungan dengan organisasi, dukungan atau bantuan dari organisasi, dan informasi dari organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat betapa pentingnya masalah informasi kelembagaan ini dalam suatu organisasi. Artinya, jika aspek ini tidak diperhatikan oleh seorang pemimpin, maka yang akan terjadi adalah proses demotivasi pada para pegawai (Tyson dan Jackson, 2002). Ketika seorang pegawai mengalami demotivasi atau penurunan motivasi, maka dapat dimungkinkan minat pegawai tersebut untuk melaksanakan pekerjaannya juga akan mengalami kemunduran.

Hasil penelitian terhadap pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan ini menunjukkan bahwa keteraksesan seorang pegawai terhadap informasi yang ada di dalam lembaga, memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap minat kerja pegawai tersebut. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa keteraksesan terhadap informasi kelembagaan, memberi sumbangan sebesar 98.455 persen, dengan ρ = 0.000. Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa faktor kemauan pemimpin untuk membagi dan menjelaskan informasi kepada pegawai memberi kontribusi terbesar, yakni sebesar 96.458 persen, lalu faktor kemudahan pegawai untuk memperoleh data dan informasi yang tersedia di dalam organisasi, dan faktor ketersediaan data dan informasi di dalam organisasi, masing-masing sebesar 2.123 persen dan 1.081 persen.

Selain itu, dari penelitian ini juga diketahui adanya perbedaan rerata antara kelompok administrasi dan kelompok teknis. Kelompok administrasi adalah kelompok yang berasal dari unit kerja sub bagian umum, sedangkan kelompok teknis adalah kelompok yang berasal dari unit kerja seksi data dan informasi, seksi kajian mutu pendidikan, dan seksi pengambangan sumber daya pendidikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok administrasi memperoleh skor F sebesar 1,491.237 dan skor R² sebesar 0.985, dengan p = 0.000, kelompok teknis yakni seksi data dan informasi memperoleh skor F sebesar 579.093 dan skor R² sebesar 0.995, dengan p = 0.000, seksi kajian mutu pendidikan memperoleh skor F sebesar 220.639 dan skor R² sebesar 0.982, dengan p = 0.000, dan seksi pengembangan sumber daya pendidikan memperoleh skor F sebesar 160.790 dan skor R² sebesar 0.970, dengan p = 0.000. ini berarti bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dan keteraksesan informasi kelembagaan terhadap minat kerj apegawai negeri sipil pada semua kelompok.

Selain itu juga terdapat perbedaan rerata yang sangat signifikan pada efektivitas peran pemimpin tingkat IV, keteraksesan informasi kelembagaan, dan minat kerja pegawai negeri sipil pada kelompok administrasi dan teknis. Dari hasil analisis variansi-1 jalur ketahui bahwa untuk variabel X1, FA = 18.878, R² = 0.421, dan p = 0.000 ; variabel X2, FA = 19.343, R² = 0.427, dan p = 0.000 ; variabel X3, FA = 19.709, R² = 0.431, dan p = 0.000. Selain itu, uji-t untuk variabel X1 didapat skor tA1 – tA2 = - 3.847 dan p = 0.000 ; tA1 – tA3 = - 3.806 dan p = 0.001 ; tA1 – tA4 = - 5.058 dan p = 0.000. Untuk variabel X2 didapat skor tA1 – tA2 = - 4.146 dan p = 0.000 ; tA1 – tA3 = - 3.624 dan p = 0.001 ; tA1 – tA4 = - 5.117 dan p = 0.000. Sedangkan untuk variabel X3 didapat skor tA1 – tA2 = - 4.159 dan p = 0.000 ; tA1 – tA3 = - 3.786 dan p = 0.001 ; tA1 – tA4 = - 5.115 dan p = 0.000.

Dari hasil rerata uji-t ini dapat juga dilihat bahwa seksi pengembangan sumber daya pendidikan (kelompok teknis) memiliki rerata tertinggi untuk variabel efektivitas peran pemimpin tingkat IV, yakni sebesar 64.154, sedangkan rerata terendah dimiliki oleh sub bagian umum (kelompok administrasi) sebesar 47.735. Kondisi serupa juga terjadi pada variabel keteraksesan informasi kelembagaan, dimana seksi pengembangan sumber daya pendidikan (kelompok teknis) memiliki rerata tertinggi dengan nilai rerata 777.308 dan sub bagian umum (kelompok administrasi) memiliki rerata terendah dengan nilai 56.398. Demikian pula dengan minat kerja pegawai negeri sipil, seksi pengembangan sumber daya pendidikan (kelompok teknis) memiliki rerata tertinggi dengan nilai rerata 77.308 dan sub bagian umum (kelompok administrasi) memiliki rerata terendah dengan nilai 57.224.

H. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada bab terdahulu, maka dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dan keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan .

2. Terdapat hubungan positif yang nirsignifikan antara efektivitas peran pemimpin tingkat IV dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan.

3. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara keteraksesan informasi kelembagaan dengan minat kerja pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan.

4. Variabel efektivitas peran pemimpin tingkat IV memberi sumbangan efektif sebesar 0.640 persen terhadap minat kerja seorang pegawai negeri sipil. Sedangkan variabel keteraksesan informasi kelembagaan memberi sumbangan efektif sebesar 98.455 persen terhadap minat kerja seorang pegawai negeri sipil di LPMP Sumatera Selatan.

5. Pada variabel efektivitas peran pemimpin tingkat IV, masing-masing faktor hanya memberi sumbangan efektif terhadap minat kerja pegawai negeri sipil kurang dari 1 persen, yakni: faktor pemimpin bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahan sebesar 0.006 persen, faktor pemimpin membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebesar 0.002 persen, faktor pemimpin menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahan sebesar 0.001 persen, faktor pemimpin mendorong bawahan untuk meningkatkan prestasi kerja sebesar 0.011 persen, dan faktor pemimpin memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karir sebesar 0.009 persen. Sedangkan pada variabel keteraksesan informasi kelembagaan, masing-masing faktor memberi sumbangan efektif terhadap minat kerja pegawai negeri sipil di atas 1 persen, yakni: faktor ketersediaan data dan informasi di dalam organisasi sebesar 1.081 persen, faktor kemudahan pegawai untuk memperoleh data dan informasi yang tersedia di dalam organisasi sebesar 96.477 persen, dan faktor kemauan pemimpin untuk membagi dan menjelaskan informasi kepada pegawai sebesar 2.104 persen.

6. Skor efektivitas peran pemimpin tingkat IV, keteraksesan informasi kelembagaan, dan minat kerja pegawai negeri sipil paling tinggi terdapat pada kelompok teknis yakni seksi pengembangan sumber daya pendidikan, seksi data dan informasi, dan seksi kajian mutu pendidikan, sedangkan skor yang paling rendah terdapat pada kelompok administrasi yakni sub bagian umum.

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan bahwa dalam upaya meningkatkan minat kerja pegawai negeri sipil di lingkungan LPMP Sumatera Selatan, maka setiap pemimpin tingkat IV agar dapat dan mampu meningkatkan efektivitas peran mereka dalam memimpin unit kerja masing-masing dan setiap pegawai perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat mengakses dan memperoleh informasi yang dimiliki oleh organisasi. Selain itu penulis juga menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar menggali dan mencari faktor-faktor lain yang mempengaruhi minat kerja seorang pegawai negeri sipil, di luar kedua variabel yang telah diteliti. Selain itu, perlu juga diteliti faktor-faktor lanjutan dari minat kerja ini, dengan cara menjadikan faktor minat kerja sebagai salah satu variabel bebas dalam penelitian, sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa sajakah yang dapat ditimbulkan dari minat kerja ini.


DAFTAR PUSTAKA

Ambrose, M.L., & Schminke, M. 2003. Organization Structure as a Moderator of the Relationship Between Procedural Justice, Interactional Justice, Perceived Organizational Support, and Supervisory Trust. Journal of Applied Psychology. Vol. 88. No. 2, 295 – 305.

Cannella, A.A, Jr., & Rowe, W.G. 1995. Leader Capability, Succession, and Competitive Context: A Study of Professional Baseball Teams. Leadership Quarterly. Vol. 6. No. 01. Hal. 59 – 88.

Chen, C.C., & Meindl, J.R. 1991. The construction of leadership images in the popular press: The case of Donald Burr and People Express. Administrative Science Quarterly. Vol. 36. Hal. 521-551.

Cohen, S. & Wills, J.A. 1985. Stress, Social Support, and the Buffering Hypothesis. Psychology Buletin. Vol 98. No. 02. Hal.310 - 357.

Conlow, R. 2005. Excellence in Supervisor. Jakarta: Penerbit PPM.

Crow, L., & Crow, A. 1984. Psikologi Pendidikan (Jilid I). Terjemahan Z Kasijan. Surabaya: Bina Ilmu.

Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wardersman, A. 2001. Community Psychology, Lingking Individuals and Communities. Belmond: Wardworth/ Thomson Learning.

Eysenck, H.J., Arnold, W., & Meil, R. 1972. Encyclopedia of Psychology II. New York: Harper and Harper.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donnelly JR, J.H. 1996. Organisasi (edisi ke-8). (Alih bahasa : Nunuk Adriani). Jakarta: Binarupa Aksara.

Gomes, F.C. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andy Offset.

Hadi, S. 2000. Paket Statistik Versi 2000 (Paket Midi). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hadipranata, F.A. 1999. Pengaruh Pembentukan Kelompok (Team Building) Terhadap Etos Kerja dan Kontribusinya bagi Produktivitas Insani. Jurnal Psikologi. Vol. 20. No. 01. Hal. 18-28.

Haris, A.J. & Sipay, E.R. 1984. How to Increase Reading Ability. New York: Longman Inc

Holland, J.L. 1985. Marking Vocational Choices, A Theory of Vocational Personalities and Work Environment. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Islamy, I. 2005. Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur. Makalah (Tidak dipublikasikan)

Jhonson, D.W., & Jhonson, F.P. 2000. Joining Together: Group Theory and Group Skill. 7th ed. Englewood Chiffs: Prentice-Hall, Inc.

Konovsky, M.A. & Pugh, S.D. 1994. Citizenship Behevior and Social Exchange. Academy of Management Journal. Vol. 37, 656 – 669.

Meindl, J.R., Ehrlich, S.B., & Dukerich, J.M. 1985. The Romance of Leadership. Administrative Science Quarterly. Vol. 30. Hal. 78-102.

Muhammad, A. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Pujileksono, S. 2006. “Menuju Pelayanan Berpihak pada Publik” dalam Pelayanan Publik Bukan Untuk Publik (Penyunting: Hesti Puspitosari). Jakarta: MCW dan YAPPIKA.

Rahmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Randall, L., Cropanzano, R., Bormann, A.C., & Birjulin, A. 1999. Organizational Politics and Organizational Support as Predictors of Work Attitudes, Job Performances, and Organizational Citizenship Behavior. Journal of Organizational Behavior. Vol. 20. Hal. 159-174.

Resnik, W.B. 1970. Educational Psychology. New York: McGraw-Hill Book Company.

Robbins, S.P. 1990. Organization Theory: Structure, Design, and Applications. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs.

_________. 2003. Perilaku Organisasi (Jilid I, edisi ke-9). (Alih Bahasa : Tim Indeks Gramedia). Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Roberts, K.H., & Hunt, D.M. 1991. Organizational Behavior. Boston: PWS-KENT Publishing Company.

Sampson, E.E. 1976. Social Psychology and Contemporary Society. Toronto: John Wiley & Sons, Inc.

Seltzer, J., & Bass, B.M. 1990. Transformational Leadership Beyond Initiation and Consideration. Journal of Management. Vol. 16. No. 4. p. 693-703.

Skinner, E.C. 1968. Educational Psychology. New Delhi: Prentice-Hall of India.

Spreitzer, G.M., Janasz, S.C., & Quinn, R.E. 1999. Empowered to Lead: The Role of Psychological Empowerment in Leadership. Journal of Organizational Behavior. Vol. 20. p. 511-626.

Super, D.E., & Crites, J.O. 1962. Appraising Vocational Fitness by Means of Psychological Tests. New York: Tokyo Harper & Row. John Weather-Hill, Inc.

Sutrisno & Sanusi, A. 2001. Manajemen Perkantoran Moderen. Jakarta: LAN RI.

Thoha, M. 2001. Kepemimpinan Dalam Manajemen (Suatu Pendekatan Perilaku). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Tyson, S., & Jackson, T. 2002. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi & Pearson Education Asia Pte. Ltd.

Witherington, H.C. 1986. Psikologi Pendidikan (Terjemahan M. Buchori). Jakarta: Aksara Baru.

Zen, A.P. 2006. “Pelayanan Publik dan Pemenuhan Hak Ekosob” dalam Pelayanan Publik Bukan Untuk Publik (Penyunting: Hesti Puspitosari). Jakarta: MCW dan YAPPIKA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar