Kamis, 20 Januari 2011

NASKAH PUBLIKASI TESIS

PENGARUH PELATIHAN DINAMIKA KELOMPOK TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN PRESTASI BELAJAR GURU DALAM KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DI LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) SUMATERA SELATAN


Oleh Benny Hendrawan *)

Program Pascasarjana, Profesi Psikologi,

Universitas Mercubuana Yogyakarta



ABSTRACT

The aim of this research is to know the influence of group dynamic training to work motivation and teacher-academic achievement. Hypothesis raised in this research, there is difference of work motivation and teacher academic achievement, between experiment group with control group and between pre test with post test at experiment group.

This research use the Work Motivation Scale, Documentation Method, Group Dynamic Training Module, Effectivity Scale of Group Dynamic Training, and Observation Method. This research was executed at Education Quality Assurance Board of South Sumatera, with number of 72 person, all have status as teacher in training at Education Quality Assurance Board of South Sumatera. In this research, subjects consist of two groups, is experiment group and control group, with subject number in every group is 36 person.

The data were analized using Analysis of Variance 1-Way Mixed 1-Factor Designd Models. The result showed that there was a significant difference of work motivation and teacher academic achievement between experiment group with control group (FAB Work Motivation = 8.629 ; p = 0.005 and FAB Academic Achievement = 12.279 ; p = 0.000) and between pre-test with post-test in experiment group (t1,1-1,2 Work Motivation = 25.133 ; p=0.000 dan t1,1-1,2 Academic Achievement = 21.913 ; p=0.000). The conclusion is, the hypothesis of this research is accepted.

Keyword: group dynamic training, work motivation, teacher academic achievement.

A. Pengantar

Guru adalah pendidik profesional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU RI Nomor 14, 2005). Selain itu, guru juga mengemban tugas sebagai agen pembaruan yang berfungsi meningkatkan mutu pendidikan dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (UU RI Nomor 14, 2005).

Agar peran dan fungsi guru itu mampu diaktualisasikan secara menyeluruh, maka ketersediaan guru-guru yang profesional dan berkompeten di bidangnya menjadi relevan untuk diwujudkan. Untuk mewujudkan guru-guru yang profesional dan berkompeten di bidangnya itu, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi guru. Untuk melaksanakan kegiatan diklat ini, maka Departemen Pendidikan Nasional telah membentuk unit pelaksana teknis (UPT) yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PPMTK) yang bernama Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Secara kelembagaan, LPMP ini berada di tingkat propinsi dan tersebar di 30 propinsi di seluruh Indonesia, salah satu diantaranya adalah LPMP Sumatera Selatan.

Dalam pelaksanaannya, efektivitas diklat bagi guru yang diselenggarakan oleh LPMP Sumatera Selatan ini masih jauh dari harapan. Dari hasil monitoring dan evaluasi program diklat tahun 2007 yang dilakukan oleh Seksi Pemetaan dan Supervisi (KMP) LPMP Sumatera Selatan serta berdasarkan hasil pencatatan observasi awal yang dilakukan penulis pada tanggal 28 Pebruari – 4 Maret 2008 diketahui ada dua permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan diklat di LPMP Sumatera Selatan yaitu: 1) masih rendahnya skor indeks prestasi belajar rata-rata yang diperoleh guru selaku peserta diklat di LPMP Sumatera Selatan pada tahun 2007 dan 2) masih rendahnya tingkat partisipasi dan keaktifan guru selama mengikuti diklat sehingga berakibat kepada rendahnya dinamika guru dalam merespons bahan ajar yang diberikan.

Efektivitas diklat atau pelatihan menurut KickPatrick (As’ad, 1991) dapat dilihat dari empat aspek yaitu: reaction, learning, behavior, dan result. Aspek reaction terkait dengan sejauhmana reaksi peserta terhadap pelatihan yang mereka ikuti, aspek learning terkait dengan sejauhmana peserta mampu menguasai konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan yang diberikan selama pelatihan, aspek behavior terkait dengan sejauhmana perubahan perilaku peserta antara sebelum dengan sesudah peserta mengikuti pelatihan, dan aspek result terkait dengan sejauhmana pelatihan yang diikuti peserta itu berdampak terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Gomes, 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terkait dengan rendahnya indeks prestasi belajar guru serta rendahnya tingkat partisipasi dan keaktivan guru selaku peserta diklat di LPMP Sumatera Selatan, merupakan permasalahan yang berkaitan dengan aspek reaction dan learning. Aspek reaction berkenaan dengan reaksi guru yang kurang antusias saat mengikuti proses diklat sehingga berakibat kepada rendahnya tingkat partisipasi dan keaktivan guru tersebut, sedangkan aspek learning berkenaan dengan rendahnya penguasaan guru terhadap konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan yang diberikan dalam diklat, sehingga berakibat kepada rendahnya indeks prestasi belajar guru tersebut dalam kegiatan diklat. Sementara itu terkait dengan aspek result dalam sebuah diklat atau pelatihan, maka ada berbagai hasil yang dapat diperoleh guru setelah mengikuti diklat atau pelatihan, diantara: bertambahnya keterampilan dan pengetahuan serta terjadinya perubahan perilaku atau sikap yang relevan dengan pekerjaan (Wexley & Yulk, 1976). Salah satu bentuk perilaku atau sikap yang relevan dengan pekerjaan dan bertambahnya pengetahuan itu adalah meningkatnya motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat.

B. Latar Belakang Masalah

Motivasi kerja menurut Steers dan Porter (1983) adalah suatu usaha yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan memelihara atau mempertahankan perilaku yang sesuai dengan lingkungan pekerjaan. Untuk meningkatkan motivasi kerja itu, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti pelatihan atau diklat (Streers & Porter, 1983). Agar sebuah diklat dapat secara efektif meningkatkan motivasi kerja seseorang, termasuk guru, maka menurut Makmun (2004) perlu dikembangkan perbuatan-perbuatan belajar sebagai berikut yakni: 1) menghindari sugesti dan kondisi yang negatif (kurang menunjang dan menggairahkan) dalam proses belajar, 2) menciptakan situasi kempetisi yang sehat, baik antar individu dalam kelompok/ kelasnya maupun self competition, 3) mengadakan pacemaking atas dasar prinsip goal gradient, dimana makin jelas dan makin dekat tujuan atau sasaran belajar, maka akan semakin kuat motif berusaha yang ditimbulkan, 4) menginformasikan hasil kegiatan dan memberikan kesempatan kepada individu atau kelompok yang bersangkutan untuk mendiskusikan hasil kegiatan tersebut, dan 5) dalam hal tertentu, berikan ganjaran dan hadiah dalam bentuk penghargaan seperti pujian, piagam, fasilitas, kesempatan, dan sebagainya. Bila dipandang efektif dapat juga digunakan hukuman pedagogis (punishment/ fenalty).

Kelima perbuatan belajar dalam pelatihan di atas pada dasarnya merupakan upaya-upaya untuk menciptakan situasi atau lingkungan belajar yang menyenangkan dalam diklat. Menurut Hamalik (2007) menciptakan situasi atau lingkungan belajar yang menyenangkan ini merupakan masalah yang paling mendasar dalam sistem pendidikan formal, karena situasi atau lingkungan belajar yang menyenangkan itu akan dapat merangsang dan memelihara motivasi kerja serta prestasi belajar seseorang.

Terkait dengan prestasi belajar ini, Sukarti (2003) mendefinisikan prestasi belajar sebagai tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan seseorang terhadap tugas belajar. Dengan kata lain prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas belajar berupa penguasaan pengetahuan atau keterampilan, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai (Moedjanto, dalam Sukarti, 2003). Untuk meningkatkan prestasi belajar ini, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan situasi psikologis dan situasi belajar yang lebih menyenangkan (Suryabrata, 1998; Winkel, 1996) di dalam kelas atau kelompok belajar. Menurut penelitian Lewin, dkk (Hamalik, 2007), situasi belajar di dalam kelas atau kelompok, yang bersifat interaktif dan saling mendukung, akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada belajar di luar kelas atau di luar kelompok. Hal ini didukung oleh penelitian Hoggarth (Santosa, 2006) yang menunjukkan bahwa keberadaan kelompok dalam sebuah proses belajar akan dapat memperbaiki hasil belajar, sikap, dan kerjasama para anggota kelompok.

Untuk menciptakan situasi psikologis dan situasi belajar yang lebih menyenangkan di dalam kelompok belajar ini, khususnya yang terkait dengan situasi belajar dalam kegiatan diklat, maka efektivitas diklat perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan efektivitas diklat ini menurut Yoder (As’ad, 1991) perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung sebagai berikut, yaitu: 1) perbedaan individual, 2) keterkaitan dengan hasil analisis pekerjaan, 3) motivasi, 4) partisipasi aktif, 5) pemilihan peserta, 6) pemilihan instruktur, 7) pelatihan bagi instruktur, dan 8) metode pelatihan.

Di antara delapan faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas diklat di atas, ada dua faktor yang menurut penulis cukup relevan untuk dikaji secara mendalam pada penelitian ini, yakni: 1) faktor partisipasi peserta selama berada dalam kelas atau kelompok belajar dan 2) faktor metode pelatihan yang dipergunakan dalam diklat tersebut. Kedua faktor ini pada dasarnya memiliki keterkaitan satu sama lain, dimana partisipasi aktif peserta akan sangat dipengaruhi oleh penggunaan metode tertentu dalam suatu diklat. Sebaliknya, penggunaan metode tertentu dalam suatu diklat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi aktif peserta selama mengikuti diklat tersebut.

Terkait dengan faktor partisipasi peserta, maka untuk dapat meningkatkan partisipasi peserta selama berada dalam kelas atau kelompok belajar tersebut, perlu dilakukan upaya membangun suasana kelompok belajar yang kondusif dan tidak menimbulkan kecemasan, agar setiap peserta mampu menjalin komunikasi, interaksi, dan adaptasi yang baik dengan peserta lain dalam satu kelompok atau kelas. Membangun suasana kelompok belajar yang kondusif dan tidak menimbulkan kecemasan ini menurut Schultz (Rahmat, 1991) merupakan langkah penting yang harus dilakukan pada tahap awal perkembangan kelompok. Menurut Schultz dalam teori FIRO atau Fundamental Interpersonal Relations Orientation ini, perkembangan suatu kelompok akan melalui tiga tahap, yaitu tahap inklusi, kontrol, dan afeksi (Rahmat, 1991). Agar ketiga tahap di atas dapat memunculkan situasi yang tidak berkekurangan (under) dan tidak berlebihan (over), maka perlu diupayakan untuk menciptakan situasi kelompok yang interaktif dan dinamis. Dalam konteks diklat, menciptakan situasi kelompok yang interaktif dan dinamis ini sangat berkaitan dengan metode yang dipergunakan dalam diklat tersebut. Salah satu metode diklat yang sering dipergunakan dalam upaya menciptakan situasi kelompok yang interaktif dan dinamis itu adalah metode pelatihan dinamika kelompok.

C. Tinjauan Pustaka

1. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong perbuatan kearah tujuan tertentu (Anoraga, 2005). Dengan kata lain motivasi adalah proses yang mendorong dan mengarahkan perilaku (Wexley & Yulk, dalam As’ad, 2003). Menurut Berry (1998) motivasi merupakan kekuatan yang secara langsung membangkitkan dan mengarahkan perilaku. Dalam istilah Munandar (2001 motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorong perilaku kearah tujuan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kolb, dkk (1991) yang mengatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dan kekuatan yang mengarahkan manusia berperilaku, sementara menurut Chaplin (2002) motivasi adalah suatu variabel penyelang (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkannya menuju satu sasaran.

Dalam konteks pekerjaan, motivasi diartikan sebagai aspek yang berfungsi sebagai arah, intensitas, dan persistensi perilaku-perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan yang merupakan pencerminan dari kegiatan organisasi (Mitchel, dalam Igalens & Roussel, 1999). Dengan demikian menurut Steers dan Porter (1983) motivasi kerja merupakan suatu usaha yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan memelihara atau mempertahankan perilaku yang sesuai dengan lingkungan pekerjaan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang berasal dari dalam diri individu yang berfungsi untuk membangkitkan, menggerakkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku individu tersebut dalam melakukan suatu pekerjaan guna memperoleh sesuatu yang bernilai, baik secara material maupun immaterial.

b. Aspek-aspek Motivasi Kerja

Aspek-aspek dalam motivasi kerja merupakan indikator untuk melihat besar kecilnya atau kuat lemahnya motivasi seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang ini menurut As’ad (2003) sangat menentukan besar kecilnya prestasi kerja orang tersebut di dalam organisasi.

Untuk mengetahui kuat lemahnya motivasi kerja seseorang ini, dapat dilihat dari berbagai aspek. Meminjam rumusan yang dikemukakan oleh Mc Cown, dkk (1997) serta Baron dan Schunk (Eggen & Kauchack, 1997) mengenai ciri-ciri orang yang memiliki motivasi belajar, maka dapat dijelaskan bahwa motivasi kerja seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: 1) adanya keinginan dan inisiatif untuk bekerja, 2) adanya keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas pekerjaan yang diberikan, dan 3) adanya komitmen untuk terus bekerja (Mc Cown, dkk, 1997). Menurut Baron dan Schunk (Eggen & Kauchack, 1997), motivasi kerja seseorang dapat dilihat dari: 1) perhatian terhadap suatu pekerjaan, 2) keterlibatan dalam tugas-tugas kerja, dan 3) kesungguhan dalam melakukan pekerjaan. Hal senada juga dikemukakan oleh Gomes (2003) yang mengatakan bahwa pegawai yang bermotivasi kerja adalah pegawai yang perilaku kerjanya diarahkan kepada tujuan organisasi, dan aktivitas-aktivitasnya tidak mudah terganggu oleh gangguan-gangguan kecil, sedangkan pegawai yang tidak bermotivasi kerja adalah apabila perilaku pegawai tersebut termasuk ke dalam salah satu dari tiga kriteria ini, yaitu: 1) perilaku pegawai tidak memperlihatkan adanya goal directed (berorientasi tujuan), 2) perilaku pegawai tidak mengarah kepada tujuan yang bernilai bagi organisasi, dan 3) pekerja tidak komitmen terhadap tujuan organisasi sehingga mudah terganggu dan menuntut pengawasan yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek motivasi kerja seseorang terdiri dari lima aspek, yaitu: 1) adanya perhatian terhadap pekerjaan, 2) adanya keinginan dan inisiatif untuk bekerja, 3) adanya keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaan, 4) adanya perilaku kerja yang mengarah kepada tujuan organisasi, dan 5) adanya komitmen untuk terus bekerja di dalam organisasi.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Hodson (2001), ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang, yakni : 1) kebutuhan akan prestasi, 2) kebutuhan akan kekuatan, dan 3) kebutuhan akan kerjasama. Menurut Moorhead dan Griffin (1995) motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan seperti: variasi, otonomi, interaksi sosial yang dibutuhkan (adanya kesempatan interaksi sosial), pengetahuan dan syarat-syarat kemampuan, dan tanggung jawab, sedangkan menurut Steers dan Porter (1983) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu : 1) faktor individual seperti:sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan di tempat kerja, 2) faktor pekerjaan seperti: tingkat pengawasan terhadap jenis -jenis pekerjaan tertentu, dan tingkat tanggungjawab pada pekerjaan tersebut, 3) faktor situasi lingkungan kerja, tempat individu bekerja berupa hubungan antar kelompok dan antar individu, iklim organisasi, dan sistem pelatihan kerja (Steers & Porter, 1983).

Penjelasan yang agak berbeda dikemukakan oleh Chung dan Megginson (1981) yang mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor individual dan faktor organisasional. Secara individual, motivasi kerja itu dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities). Sedangkan faktor organisasional motivasi kerja itu dipengaruhi oleh gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itu self).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang, termasuk guru, secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: sikap, minat, kebutuhan, pengetahuan, kemampuan individu, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal meliputi: karakteristik pekerjaan, hubungan antar individu di dalam organisasi, gaji atau kompensasi, keamanan pekerjaan, dan situasi lingkungan kerja yang di dalamnya meliputi sistem pelatihan kerja bagi para anggota organisasi.

2. Prestasi Belajar Guru dalam Kegiatan Diklat

a. Pengertian Prestasi Belajar Guru dalam Kegiatan Diklat

Menurut Subandi (1998) prestasi belajar adalah hasil akhir dari seseorang dalam proses belajar dalam jangka waktu tertentu yang dicatat dalam buku daftar nilai atau berupa indeks prestasi yang dicapai atas kecakapan dalam kegiatan akademiknya. Menurut Koentjoro (1986) prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajarnya. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Hardjito (1994) yang mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajarnya atau dalam melakukan aktivitas belajarnya, yang dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf sebagai cerminan kemampuannya menyerap pelajaran yang diberikan di sekolah dalam jangka waktu tertentu.

Prestasi belajar bisa diperoleh oleh setiap orang yang melakukan aktivitas belajar, baik belajar pada institusi formal maupun informal. Bentuk aktivitas belajar ini bisa bermacam-macam, seperti; sekolah, kuliah, kursus, praktek kerja, workshop, pendidikan, pelatihan, dan lain-lain. Dalam konteks pendidikan dan pelatihan (diklat), prestasi belajar ini merupakan salah satu indikator untuk melihat sejauhmana seorang peserta diklat memiliki penguasaan terhadap bahan pelajaran yang diberikan. Selain itu, prestasi belajar juga merupakan indikator untuk mengetahui seberapa efektif sebuah diklat telah dilakukan. Efektif dan tidaknya sebuah diklat ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan peserta dalam menguasai konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan yang diberikan selama mengikuti diklat. Penguasaan terhadap konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan itu sendiri berkaitan dengan prestasi belajar seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dalam kegiatan diklat adalah tingkat penguasaan seorang peserta terhadap bahan ajar yang diberikan dalam diklat, yang dievaluasi melalui sebuah proses penilaian akhir, yang hasil akhirnya berupa indeks prestasi belajar. Dalam konteks penelitian ini, maka prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat adalah tingkat penguasaan seorang guru terhadap bahan ajar yang diberikan dalam kegiatan diklat, yang dievaluasi melalui sebuah proses penilaian akhir (post-test), yang hasil akhirnya berupa indeks prestasi belajar.

b. Pengukuran Prestasi Belajar Guru dalam Kegiatan Diklat

Pengukuran prestasi belajar guru adalah sesuatu yang berkaitan dengan metode atau cara-cara yang digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi belajar seorang guru dalam suatu kegiatan diklat. Menurut Suryabrata (1998) untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi belajar itu dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, di antaranya melalui ujian (testing), memberikan tugas-tugas tertentu kepada peserta, menanyakan berbagai hal (tanya-jawab) kepada peserta, membuat karangan (paper), mereproduksi materi pelajaran, dan lain-lain.

Dalam suatu diklat, evaluasi terhadap prestasi belajar seorang peserta dilakukan dengan memberikan tes obyektif, baik sebelum maupun sesudah pelatihan dilaksanakan (pre-test dan post-test). Menurut Gomes (2003), secara umum ada ada dua model penilaian terhadap hasil pelatihan, yang berkaitan dengan prestasi belajar seseorang, yaitu: 1) uncontrolled model, dan 2) controlled model. Pada penelitian ini, metode atau cara untuk menilai prestasi belajar akan mengacu kepada controlled model, yaitu dengan melihat perbandingan nilai evaluasi pre-testpost-test peserta yang ada dalam satu kelompok (group I) dengan nilai evaluasi pre-testpost-test dari peserta yang ada dalam kelompok yang lain (group II). Hasil perbandingan ini akan menghasilkan prestasi belajar seseorang. Dengan demikian, maka metode atau cara pengukuran prestasi belajar ini akan menggunakan variabel tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) sebagai dasar pengukurannya. dan dan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran prestasi belajar seorang guru dalam kegiatan diklat akan dilakukan dengan cara melihat hasil pengukuran awal (pre-test) dan hasil pengukuran akhir (post-test) yang diperoleh oleh setiap guru. Dengan demikian, maka metode pengukuran prestasi belajar ini hanya akan mengacu kepada nilai evaluasi murni yang berhasil diraih oleh guru, baik itu nilai evaluasi awal (pre-test) maupun nilai evaluasi akhir (post-test).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Guru dalam Kegiatan Diklat

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, termasuk prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Suryabrata, 1998). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi aspek fisiologis dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu yang meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial.

Secara internal, aspek fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar itu di bagi atas dua macam (Suryabrata, 1998). Pertama, keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus ini dapat dikatakan sebagai hal yang melatar belakangi aktivitas belajar seseorang. Dalam proses belajar, keadaan jasmani yang segar tentu akan berbeda pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, dan keadaan jasmani yang lelah juga akan berbeda pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang tidak lelah. Kedua, keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu, terutama fungsi-fungsi panca indera. Keadaan panca indera merupakan syarat dapat dan tidaknya sebuah proses belajar berlangsung secara baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini, mata dan telinga merupakan panca indera yang memegang peranan paling penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu itu, jika keadaan panca indera ini tidak baik, maka proses pembelajaran akan terganggu. Secara psikologis, faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar itu antara lain: motivasi, minat, inteligensi, kebiasaan belajar, bakat, konsep diri, efikasi diri, dan kecerdasan emosi (Suryabrata, 1998).

Secara eksternal, aspek-aspek yang mempengaruhi prestasi belajar itu terdiri atas dua macam (Suryabrata, 1998) yaitu: pertama, lingkungan sosial. Menurut Suryabrata (1998), lingkungan sosial dalam belajar itu adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun tidak ada (tidak hadir) secara fisik. Menurut Crow (1973) lingkungan sosial yang terdiri dari lingkungan akademik, lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga ini sangat mempengaruhi prestasi akademik individu. Kedua, lingkungan non-sosial. Lingkungan non sosial dalam belajar itu adalah faktor fasilitas belajar seperti kondisi gedung, ruang kelas, alat tulis, alat peraga, lokasi tempat belajar, udara, cuaca, waktu belajar, citra sekolah, kualitas sekolah, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar guru dalam suatu diklat secara umum terdiri atas dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Secara internal, faktor-faktor itu meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Sedangkan secara eksternal, faktor-faktor itu meliputi faktor lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Dalam lingkungan sosial, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu adalah faktor lingkungan akademik yang wujudnya berupa kelompok-kelompok belajar (study groups).

3. Pelatihan Dinamika Kelompok

a. Pengertian Pelatihan Dinamika Kelompok

Pelatihan adalah usaha-usaha yang terencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap-sikap yang relevan dalam pekerjaan (Wexley & Yulk, 1976). Dinamika adalah interaksi dan interdependensi antara anggota satu dengan anggota yang lain dan antara anggota dengan kelompok, sedangkan kelompok adalah sekumpulan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain yang membuat mereka saling tergantung dalam beberapa tingkatan signifikan (Cartwright & Zander, 1968). Menurut Sherif dan Sherif (Tyson & Jackson, 2000) kelompok merupakan unit sosial yang terdiri dari sejumlah individu yang berdiri pada status tertentu, yang memiliki hubungan dan peran tertentu, serta mempunyai sekumpulan nilai atau norma tertentu guna mengatur perilaku para anggotanya.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dinamika kelompok merupakan proses interaksi antara anggota kelompok satu dengan anggota yang lain dan antara anggota dengan kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruch (1958) yang mengatakan bahwa dinamika kelompok merupakan interaksi sosial yang dinamis antara individu-individu di dalam suatu kelompok. Menurut Bales (Santosa, 2006) dinamika kelompok adalah proses kejiwaan yang terjadi atau timbul pada individu yang berpengaruh terhadap kelompok, sedangkan menurut Santosa (2006) dinamika kelompok merupakan analisis dari hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial, yang diwujudkan dalam bentuk pembentukan struktur kelompok, sense of belongingness, norma-norma sosial, dan internalisasi norma (Gerungan, 1991).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok adalah aktivitas tingkahlaku para anggota kelompok yang bersifat interaktif, interdependensif, dan dinamis. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan pelatihan dinamika kelompok adalah suatu metode pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan proses interaksi sosial para anggota kelompok yang bersifat interaktif, interdependensif, dan dinamis.

b. Tahapan Pelatihan Dinamika Kelompok

Tahapan-tahapan dalam pelatihan dinamika kelompok ini pada dasarnya merupakan tolok ukur dalam penyusunan materi dan aktivitas-aktivitas pelatihan. Penyusunan materi dan aktivitas-aktivitas pelatihan dinamika kelompok ini sendiri berkaitan erat dengan penyusunan kebutuhan pelatihan. Untuk itu agar materi dan aktivitas pelatihan yang diberikan tersebut sesuai dengan kebutuhan, maka menurut Ancok (2002) perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut, yaitu: 1) penyusunan kebutuhan pelatihan agar kegiatan pelatihan itu dapat menumbuhkan pengalaman yang diharapkan, 2) penyusunan jenis aktivitas pelatihan, yaitu jenis permainan yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pelatihan, 3) penyusunan urutan aktivitas, sebab kesuksesan sebuah kegiatan pelatihan sangat tergantung pada urutan penyajian kegiatan.

1) Kebutuhan Pelatihan Dinamika Kelompok

Seperti telah dikemukakan di depan bahwa pelatihan dinamika kelompok adalah suatu metode pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan proses interaksi sosial para anggota kelompok yang bersifat interaktif, interdependensif, dan dinamis. Dari definisi ini dapat dirumuskan bahwa tujuan pelatihan dinamika kelompok adalah untuk menciptakan dan meningkatkan proses interaksi para anggota kelompok. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pelatihan dinamika kelompok ini adalah meningkatkan proses interaksi para anggota kelompok melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat interaktif, interdependensif, dan dinamis.

2) Jenis Aktivitas Pelatihan Dinamika Kelompok.

Jenis aktivitas pelatihan dinamika kelompok ini berkaitan dengan jenis materi atau permainan yang dipergunakan di dalam pelatihan sesuai dengan tujuan pelatihan dinamika kelompok, yaitu untuk menciptakan dan meningkatkan proses interaksi para anggota kelompok. Seperti diketahui bahwa sebagai sebuah kegiatan belajar, pelatihan dinamika kelompok pada dasarnya memiliki tujuan-tujuan pelatihan yang berorientasi pada perilaku (behavioral objectives) yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable). Perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur itu menurut Bloom (Makmun, 2004) meliputi tiga jenis perilaku belajar, yaitu: 1) kognitif, 3) afektif, dan 3) psikomotorik. Dengan demikian maka jenis aktivitas dalam pelatihan dinamika kelompok ini akan didasarkan atas tiga perilaku belajar menurut pendapat Bloom (Makmun, 2004) di atas, yaitu: perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun jenis aktivitas pelatihan dinamika yang didasarkan atas tiga perilaku belajar tersebut adalah sebagai berikut: 1) perilaku kognitif yang meliputi materi: (a) menyebut nama kota dan (b) mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin, 2) perilaku afektif yang meliputi materi: (a) perkenalan diri dan (b) diskusi terfokus, 3) perilaku psikomotorik yang meliputi materi: (a) memecahkan balon dan (b) kapal karam.

3) Urutan Aktivitas Pelatihan Dinamika Kelompok

Menurut Dixon dan Glover (1984), keberhasilan sebuah pelatihan sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan atau urutan aktivitas di dalam pelatihan tersebut. Oleh karena itu maka aktivitas dalam pelatihan dinamika kelompok harus dibuat secara sistematis, mulai dari awal pelatihan, pada saat pelatihan, hingga setelah pelatihan selesai dilaksanakan. Berdasarkan pendapat Dixon dan Glover di atas, maka secara umum pelatihan dinamika kelompok ini memiliki lima tahap kegiatan atau urutan aktivitas, yaitu: 1) tahap persiapan, 2) tahap peranserta, 3) tahap transisi, 4) tahap kerja, dan 5) tahap terminasi.

c. Efektivitas Pelatihan Dinamika Kelompok

Efektivitas sebuah pelatihan diukur dengan menggunakan indikator-indikator tertentu untuk melihat sejauhmana sebuah pelatihan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut KickPatrick (As’ad, 1991), efektivitas sebuah pelatihan, termasuk pelatihan dinamika kelompok, dapat dilihat dari out comes (keluaran) yang diklasifikasikan menjadi empat aspek yaitu: 1) reaction, 2) learning, 3) behavior, dan 4) result.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pelatihan Dinamika Kelompok

Efektif dan tidaknya suatu pelatihan, termasuk pelatihan dinamika kelok, sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang terkait dengan kesiapan peserta pelatihan, kemampuan instruktur, hingga kepada kualitas pelatihan itu sendiri. Menurut Gomes (2003) efektivitas pelatihan itu berkaitan dengan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam sebuah pelatihan, yaitu: 1) mampu memotivasi peserta pelatihan untuk belajar keterampilan baru, 2) mampu memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang ingin dipelajari, 3) konsisten dengan isi, 4) memungkinkan partisipasi aktif peserta, 5) memberi kesempatan kepada peserta untuk berpraktek dan memperluas keterampilan, 6) memberi feedback mengenai performansi peserta selama pelatihan, 7) mendorong terjadinya transfer yang positif dari pelatihan ke dalam pekerjaan, dan 8) efektivitas biaya. Agar prinsip-prinsip ini dapat diaktualisasinya secara optimal, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelatihan. Menurut Yoder (As’ad, 1991), ada delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau efektivitas suatu pelatihan, yaitu: 1) perbedaan individual (individual differences), 2) keterkaitan dengan hasil analisis pekerjaan (relation to job analysis), 3) motivasi (motivation), 4) partisipasi aktif (active participation), 5) pemilihan peserta (selection of trainees), 6) pemilihan instruktur (selection of trainers), 7) pelatihan bagi instruktur (training for trainer), dan 9) metode pelatihan (training methods).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelatihan, termasuk pelatihan dinamika kelompok, secara umum terdiri atas dua faktor, yakni faktor manusia dan faktor non-manusia. Faktor manusia meliputi: perbedaan latar belakang peserta, motivasi peserta, keaktifan peserta, dan kemampuan instruktur. Sedangkan faktor non-manusia meliputi: hubungan antara pelatihan dengan analisis pekerjaan, cara pemilihan peserta, cara pemilihan instruktur, dan metode pelatihan yang digunakan.

4. Hipotesis

a. Ada perbedaan motivasi kerja maupun prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat pengukuran akhir.

b. Ada perbedaan motivasi kerja maupun prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat antara pengukuran awal dengan pengukuran akhir pada kelompok eksperimen.

B. Metode Penelitian

1. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yakni variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah pelatihan dinamika kelompok, sedangkan variabel tergantung adalah motivasi kerja guru dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat.

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

a. Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah dorongan yang berasal dari dalam diri individu yang berfungsi untuk membangkitkan, menggerakkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku individu tersebut dalam melakukan suatu pekerjaan guna memperoleh sesuatu yang bernilai, baik secara material maupun immaterial. Motivasi kerja ini diukur melalui skala motivasi kerja yang diberikan kepada guru peserta diklat sebagai pihak yang akan diukur motivasi kerjanya. Skala motivasi kerja ini disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek motivasi dari Mc Cown, dkk (1997), Baron dan Schunk (dalam Eggen & Kauchack, 1997), serta Gomes (2003), yaitu: 1) adanya perhatian terhadap pekerjaan, 2) adanya keinginan dan inisiatif untuk bekerja, 3) adanya keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaan, 4) adanya perilaku kerja yang mengarah kepada tujuan organisasi, dan 5) adanya komitmen untuk terus bekerja di dalam organisasi.

b. Prestasi Belajar Guru dalam Kegiatan Diklat

Prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat adalah tingkat penguasaan seorang guru terhadap bahan ajar yang diberikan dalam kegiatan diklat, yang dievaluasi melalui sebuah proses penilaian akhir (post-test), yang hasil akhirnya berupa indeks prestasi belajar. Variabel prestasi belajar guru ini diungkap dengan menggunakan dokumentasi nilai pre-test dan post-test yang bersumber dari Seksi Fasilitasi Sumber Daya Pendidikan LPMP Sumatera Selatan. Dokumen ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar guru sebelum dengan sesudah mengikuti diklat di LPMP Sumatera Selatan.

c. Pelatihan Dinamika Kelompok

Pelatihan dinamika kelompok adalah suatu metode pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan proses interaksi sosial para anggota kelompok yang bersifat interaktif, interdependensif, dan dinamis. Modul pelatihan dinamika kelompok ini disusun secara bervariasi berdasarkan taksonomi Bloom (Makmun, 2004) yang meliputi tiga jenis perilaku belajar, yaitu: 1) perilaku kognitif, 2) perilaku afektif, dan 3) perilaku psikomotorik. Berdasarkan ketiga jenis perilaku belajar tersebut, maka selanjutnya dapat disusun enam modul pelatihan sebagai berikut: Modul I : Menyebut Nama Kota dan Modul II : Mengubah yang Tidak Mungkin Menjadi Mungkin (perilaku kognitif), Modul III : Perkenalan Diri dan Modul IV : Diskusi Terfokus (perilaku afektif), serta Modul V : Memecahkan Balon dan Modul VI : Kapal Karam (perilaku psikomotorik). Keenam modul penelitian ini bersumber dari buku karya Adi Sunarno yang berjudul Creativity Games (2006) dan Learning Process Games untuk Pelatihan Manajemen (2007).

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah sejumlah individu yang mempunyai satu ciri atau sifat yang sama yang selanjutnya dikenal dengan istilah generalisasi dari hasil peneltian (Kerlinger, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru peserta diklat di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Selatan.

b. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 1992). Dalam penelitian ini sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive random sampling dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Berstatus sebagai guru SD peserta diklat mata pelajaran Matematika di LPMP Sumatera Selatan yang dilaksanakan pada tanggal 3 – 8 Maret 2008.

2) Memiliki nilai pre-test motivasi kerja dan prestasi belajar dengan kategori kurang dan kurang sekali.

4. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan bentuk desain Randomized Subjects, Pretest–Posttest Control Group Design. Dalam rancangan ini digunakan dua kelompok subyek yakni kelompok eksperimen yang memperoleh perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak memperoleh perlakuan (Sukardi, 2005). Selain itu, dalam penelitian ini akan dikenakan dua kali pengukuran, yakni pengukuran sebelum perlakuan (pretest) dan pengukuran setelah perlakuan (posttest).

5. Metode Pengumpulan Data Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini terdiri dari metode skala, metode dokumentasi, metode pelatihan dinamika kelompok, dan metode pencatatan observasi. Metode skala digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi kerja dan efektivitas pelatihan dinamika kelompok, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat, metode pelatihan dinamika kelompok digunakan untuk mempengaruhi peningkatan motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat, dan metode pencatatan observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat dinamika kelompok yang terdapat dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

6. Manipulasi Variabel Bebas

Menurut Hadi (2005), penelitian eksperimental adalah penelitian yang ditandai oleh kesengajaan untuk mempermainkan atau memanipulasi kondisi-kondisi tertentu dan mengamati pengaruhnya terhadap respons-respons tertentu. Oleh karena itu maka dalam penelitian ini pemanipulasian kondisi-kondisi itu akan dilakukan dalam bentuk pemberian intervensi berupa pelatihan dinamika kelompok. Pelatihan dinamika kelompok sendiri adalah perlakuan (treatment) yang dibuat untuk mempengaruhi variabel tergantung yakni motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat. Pemberian pelatihan dinamika kelompok ini akan diberikan pada hari pertama dan kedua dari pelaksanaan diklat guru SD mata pelajaran Matematika. Pemberian perlakuan akan dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam setiap hari, yakni dari jam 07.15 – 08.00 WIB (pagi hari), jam 14.15 – 15.00 WIB (siang hari), dan jam 20.45 – 21.15 WIB (malam hari).

7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Selatan, jalan Lintas Timur Km. 36, Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

8. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini akan dilaksanakan kedalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi kegiatan penyiapan dan penyusunan alat ukur, penyusunan modul pelatihan, professional judgement, uji coba alat ukur, uji coba modul pelatihan, pemilihan fasilitator penelitian, dan pemilihan subyek penelitian. Sedangkan tahap pelaksanaan meliputi kegiatan pemberian perlakuan (treatment) terhadap kelompok eksperimen dan pelaksanaan observasi terhadap kelompok kontrol.

9. Metode Analisis Data Penelitian

Untuk menganalisis data penelitian ini maka ada dua pengujian yang akan dilakukan yaitu uji asumsi dan uji hipotesis. Untuk menguji hipotesis akan digunakan Teknik Analisis Variansi Gabungan (Mixed Designs) Model 1-Jalur Gabung 1-Faktor. Teknik ini berguna untuk mencari perbedaan rerata antar kelompok dan antar amatan ulangan (Hadi, 2005). Hipotesis yang akan digunakan dalam pengujian ini adalah hipotesis alternatif tanpa arah (Ha). Hipotesis ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya perbedaan motivasi kerja maupun prestasi belajar guru baik antar kelompok maupun antar amatan ulangan. Adapun kaidah yang akan dipergunakan untuk melihat perbedaan itu adalah apabila p < 0.010 maka perbedaannya sangat signifikan, bila p < 0.050 maka perbedaannya signifikan, dan apabila p > 0.050 maka perbedaannya nirsignifikan.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

a. Deskripsi Data Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini berjumlah 72 orang yang terdiri atas 40 laki-laki (56 persen) dan 32 orang perempuan (44 persen). Usia subyek penelitian meliputi rentang usia dari 31 tahun hingga 61 tahun. Mayoritas subyek penelitian ini berusia di bawah 49 tahun tahun, yakni sebanyak 49 orang atau 68 persen. Sisanya sebanyak 23 orang atau 32 persen berusia di atas 55 tahun tahun. Subyek penelitian ini sebagian besar memiliki pangkat golongan III yakni sebanyak 45 orang (63 persen), golongan IV sebanyak 13 orang (18 persen) dan golongan II sebanyak 14 orang (19 persen). Sebagian besar subyek penelitian ini berpendidikan SLTA yakni sebanyak 37 orang (51 persen), sedangkan S1 atau sarjana sebanyak 16 orang (22 persen) dan diploma sebanyak 19 orang (26 persen).

b. Deskripsi Data Variabel Penelitian

Berdasarkan tabulasi data variabel motivasi kerja subyek penelitian diketahui bahwa di awal penelitian terdapat 28 orang (39 persen) guru yang memiliki motivasi kerja tinggi, 41 orang (57 persen) memiliki motivasi kerja sedang, dan 3 orang (4 persen) memiliki motivasi kerja rendah. Bervariasinya motivasi kerja yang dimiliki subyek penelitian ini disebabkan karena tidak terlaksananya penyetaraan motivasi kerja subyek di awal penelitian akibat tidak diperolehnya subyek yang memenuhi persyaratan yakni yang memiliki skor motivasi kerja dengan kategori rendah dan rendah sekali. Adapun subyek yang memenuhi syarat hanya diperoleh sebanyak 22 orang, sementara jumlah subyek yang dibutuhkan dalam penelitian ini minimal sebanyak 72 orang. Pada saat pengukuran akhir (post-test), yakni sesaat setelah guru selesai mengikuti kegiatan diklat, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motivasi kerja guru, dimana ada 12 orang (17 persen) guru yang memiliki motivasi kerja sangat tinggi, 46 orang (64 persen) memiliki motivasi kerja tinggi, dan 14 orang (19 persen) memiliki motivasi kerja sedang.

Sementara itu berdasarkan tabulasi data variabel prestasi belajar subyek penelitian diketahui bahwa di awal penelitian terdapat 72 guru (100 persen) yang memiliki prestasi belajar dengan kategori rendah. Adanya kesamaan prestasi belajar yang dimiliki subyek penelitian ini disebabkan karena adanya penyetaraan prestasi belajar subyek di awal penelitian, dimana guru-guru yang memperoleh nilai pre-test dengan ketegori rendah hingga rendah sekali, akan dipilih sebagai subyek penelitian. Pada saat pengukuran akhir (post-test), yakni sesaat setelah guru selesai mengikuti kegiatan diklat, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar guru, dimana ada 42 orang (58 persen) guru yang memiliki prestasi belajar sedang dan 30 orang lainnya (42 persen) memiliki prestasi belajar rendah.

c. Analisis Data Variabel Penelitian

1) Uji Asumsi

a) Normalitas Sebaran

Berdasarkan uji normalitas sebaran Kai-Kuadrat pada variabel motivasi kerja diperoleh hasil bahwa sebaran variabel motivasi kerja pada kedua kelompok penelitian (eksperimen dan kontrol) serta pada pengukuran awal (pre) dan pengukuran akhir (post) tersebut adalah normal. Sementara itu untuk uji normalitas sebaran Kai-Kuadrat pada variabel prestasi belajar guru diperoleh hasil bahwa sebaran variabel prestasi belajar guru pada kedua kelompok penelitian (eksperimen dan kontrol) serta pada pengukuran awal (pre) dan pengukuran akhir (post) tersebut adalah normal

b) Uji Homogenitas Variansi

Berdasarkan hasil uji homogenitas pada variabel motivasi kerja, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, diperoleh harga C-Cohrans dengan nilai p lebih dari 0.050. Ini berarti bahwa variansi pada kedua kelompok tersebut adalah homogen. Dengan demikian maka kedua prasyarat untuk analisis variansi ini telah terpenuhi. Sementara itu untuk hasil uji homogenitas pada variabel prestasi belajar guru, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, diperoleh harga C-Cohrans dengan nilai p juga lebih dari 0.050. Ini berarti bahwa variansi pada kedua kelompok tersebut juga homogen. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa kedua prasyarat untuk analisis variansi ini telah terpenuhi.

2) Uji Hipotesis

a) Uji Hipotesis Pertama

Berdasarkan analisis terhadap variabel motivasi kerja diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan (overall) ada perbedaan motivasi kerja yang sangat signifikan pada kedua kelompok dan kedua amatan ulangan (pre dan post-test). Hal itu dapat dilihat dari nilai FA sebesar 9.048 (p < 0.005), nilai FB sebesar 1.063.134 (p < 0.005), dan nilai FAB sebesar 8.629 (p = 0.005). Dari hasil analisis ini juga diketahui bahwa ada perbedaan rerata motivasi kerja yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, baik pada pengukuran awal (pre) maupun pada pengukuran akhir (post). Berdasarkan Uji-t Antar Kelompok dan Antar Amatan Ulangan terhadap variabel motivasi kerja, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata motivasi kerja pada pengukuran awal dan akhir yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dimana rerata motivasi kerja pengukuran awal dan akhir pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rerata motivasi kerja pengukuran awal dan akhir pada kelompok kontrol. Hal itu dapat dilihat dari nilai rerata motivasi kerja pengukuran awal pada kelompok eksperimen (t1,1) sebesar 59.889, nilai rerata motivasi kerja pengukuran awal pada kelompok kontrol (t2,1) sebesar 54.528, dan perbedaan nilai rerata motivasi kerja antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran awal (t1,1 – 2,1) sebesar 10.022 (p < 0.005). Untuk nilai rerata motivasi kerja pengukuran akhir pada kelompok eksperimen (t1,2) sebesar 73.333, nilai rerata motivasi kerja pengukuran akhir pada kelompok kontrol (t2,2) sebesar 65.750, dan perbedaan nilai rerata motivasi kerja antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran akhir (t1,2 – 2,2) sebesar 14.176 (p < 0.005.

Adanya perbedaan nilai rerata skor motivasi kerja antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat pengukuran awal (pre) yang ditunjukkan oleh skor t 1,1-2,1 = 10.022 (p < 0.005) ini dapat terjadi karena di awal penelitian variabel motivasi kerja memang tidak dapat disetarakan atau dikendalikan oleh peneliti akibat keterbatasan jumlah subyek yang memenuhi persyaratan. Menurut Hadi (2005), jika kondisi-kondisi penelitian di lapangan tidak dapat dikendalikan secara langsung maka harus dilakukan upaya pengendalian secara tidak langsung atau pengendalian statistik dengan cara memasukkan variabel-variabel pencemar yang berskala nominal atau ordinal ke dalam model-model analisis faktorial yang bertujuan untuk melihat dan memperhitungkan variabel pencemarnya itu ke dalam variansi kesalahan (error variance) melalui analisis variansi.

Untuk itu guna mengetahui sejauhmana data motivasi kerja di awal penelitian ini mencemari hasil motivasi kerja di akhir penelitian, baik pada kelompok eksperimen meupun kelompok kontrol, maka akan dilakukan analisis faktorial untuk melihat dan memperhitungkan seberapa besar variansi kesalahan (error variance) variabel tersebut melalui analisis variansi. Dari hasil analisis faktorial terhadap variabel motivasi kerja tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai motivasi kerja di awal penelitian dengan variansi kesalahan sebesar 2 persen. Hal itu dapat dilihat dari harga F sebesar 5.518 dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0.073 (p = 0.020).

Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja subyek di awal penelitian memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga dengan demikian maka upaya penyetaraan atau pengendalian terhadap motivasi kerja subyek di awal penelitian ini menjadi tidak terpenuhi karena tidak memenuhi persyaratan yakni tidak setara atau tidak sama. Meskipun demikian, data mengenai variabel motivasi kerja ini akan tetap dianalisis melalui Anava Gabungan Model 1-jalur gabung 1-faktor dengan menggunakan sumber data yang tidak disetarakan.

Sementara itu berdasarkan Anava Gabungan 1-Jalur Model Gabung 1-Faktor terhadap variabel prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan (overall) ada perbedaan prestasi belajar guru yang sangat signifikan pada kedua kelompok dan kedua amatan ulangan (pre dan post-test). Hal itu dapat dilihat dari nilai FA sebesar 16.279 (p < 0.005), nilai FB sebesar 726.572 (p < 0.005), dan nilai FAB sebesar 16.279 (p < 0.005). Dari hasil analisis ini juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan rerata prestasi belajar guru antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat pengukuran awal (pre), sedangkan pada pengukuran akhir (post) diketahui adanya perbedaan rerata prestasi belajar guru yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan Uji-t Antar Kelompok dan Antar Amatan Ulangan terhadap variabel prestasi belajar guru, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rerata prestasi belajar guru pada pengukuran awal antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dimana rerata prestasi belajar guru pada kelompok eksperimen sama dengan rerata prestasi belajar guru pada kelompok kontrol (setara). Pada pengukuran akhir, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata prestasi belajar guru yang sangat signifikan pada pengukuran akhir antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dimana rerata prestasi belajar guru pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rerata prestasi belajar guru pada kelompok kontrol. Hal itu dapat dilihat dari nilai rerata prestasi belajar guru pengukuran awal pada kelompok eksperimen (t1,1) sebesar 0.000, nilai rerata prestasi belajar guru pengukuran awal pada kelompok kontrol (t2,1) sebesar 0.000, dan perbedaan nilai rerata prestasi belajar antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran awal (t1,1 – 2,1,) sebesar 0.000 (p = > 0.005). Nilai rerata prestasi belajar guru pengukuran akhir pada kelompok eksperimen (t1,2) sebesar 10.028, nilai rerata prestasi belajar guru pengukuran akhir pada kelompok kontrol (t2,2) sebesar 7.417, dan perbedaan nilai rerata prestasi belajar antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran akhir (t1,2 – 2,2,) sebesar 5.706 (p < 0.005).

Dari hasil uji-t ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rerata prestasi belajar guru antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran awal (setara), sedangkan pada pengukuran akhir, ada perbedaan rerata prestasi belajar guru yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dimana rerata prestasi belajar guru pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rerata prestasi belajar guru pada kelompok kontrol.

Tidak adanya perbedaan rerata skor prestasi belajar guru antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat pengukuran awal (pre) yang ditunjukkan oleh skor t 1,1-2,1 = 0.000 (p > 0.005), dapat terjadi karena variabel prestasi belajar guru memang disetarakan oleh peneliti. Artinya, di awal penelitian keadaan prestasi belajar guru pada masing-masing kelompok penelitian memang setara, karena skor prestasi belajar ini dijadikan sebagai dasar pembentukan kelompok subyek penelitian. Dengan demikian maka pembagian subyek pada kedua kelompok tersebut telah memenuhi persyaratan.

Dari hasil analisis variansi gabungan model 1-jalur gabung 1-faktor terhadap dua variabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama penelitian ini dapat diterima, yakni ada perbedaan motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Dengan adanya perbedaan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan dinamika kelompok berpengaruh secara sangat signifikan terhadap motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat di LPMP Sumatera Selatan.

b) Uji Hipotesis Kedua

Dari hasil analisis variansi gabungan model 1-jalur gabung 1-faktor di atas, dapat dilihat bahwa rerata skor motivasi kerja dan prestasi belajar guru antara sebelum dengan sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen, terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Pada variabel motivasi kerja, diperoleh nilai rerata pengukuran awal (t1,1) sebesar 59.889, nilai rerata pengukuran akhir (t1,2) sebesar 73.333 ; dan perbedaan nilai rerata motivasi kerja antara pengukuran awal dengan pengukuran akhir (t1,1 – 1,2) sebesar -25.133 (p < 0.005). Pada variabel prestasi belajar guru, diperoleh nilai rerata pengukuran awal (t1,1) sebesar 0.000, nilai rerata pengukuran akhir (t1,2) sebesar 10.028 ; dan perbedaan nilai rerata prestasi belajar antara pengukuran awal dengan pengukuran akhir (t1,1 – 1,2) sebesar -21.913 (p < 0.005).

Berdasarkan hasil analisis variansi gabungan model 1-jalur gabung 1-faktor terhadap dua variabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua penelitian ini dapat diterima, yakni ada perbedaan motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat antara sebelum dengan sesudah mengikuti pelatihan dinamika kelompok pada kelompok eksperimen. Dengan adanya perbedaan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan dinamika kelompok kepada kelompok eksperimen berpengaruh secara sangat signifikan terhadap peningkatan motivasi kerja dan prestasi belajar guru, dimana rerata motivasi kerja dan prestasi belajar guru setelah menerima perlakuan (post) lebih tinggi daripada sebelum menerima perlakuan (pre).

3) Uji Tambahan

Selain melakukan uji hipotesis di atas, penelitian ini juga melakukan uji tambahan untuk melihat perbedaan rerata motivasi kerja dan prestasi belajar guru berdasarkan perbedaan jenis kelamin, usia, golongan kepangkatan, dan tingkat pendidikan. Selain itu uji tambahan ini juga untuk melihat dan memperhitungkan seberapa besar variansi kesalahan (error variance) variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi hasil penelitian. Dari hasil analisis variansi 1-jalur terhadap keempat variabel di atas diketahui bahwa tidak ada perbedaan rerata motivasi kerja dan prestasi belajar guru dilihat dari jenis kelamin, usia, golongan kepangkatan, dan tingkat pendidikan (p > 0.005). Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin, usia, golongan kepangkatan, dan tingkat pendidikan subyek tidak mempengaruhi hasil penelitian.

2. Pembahasan Penelitian

Adanya perbedaan motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat antara sebelum (pre) dengan sesudah (post) menerima perlakuan pada kelompok eksperimen ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa pelatihan dinamika kelompok terhadap kelompok eksperimen, yang bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan proses interaksi sosial para anggota kelompok agar menjadi lebih interaktif, interdependensif, dan dinamis, ternyata efektif dalam meningkatkan motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat. Kesimpulan ini tidak hanya didasarkan pada hasil analisis variansi di atas, tetapi juga didasarkan pada hasil analisis regresi yang bertujuan untuk mencari hubungan atau korelasi antar variabel bebas dengan variabel tergantung. Dari hasil analisis regresi antar ketiga variabel di atas diperoleh kesimpulan bahwa korelasi antara variabel efektivitas pelatihan dinamika kelompok dengan motivasi kerja dan prestasi belajar guru semuanya dinyatakan signifikan. Hal itu dapat dilihat dari nilai korelasi parsial (r parsial) motivasi kerja sebesar 0.311 dan harga F sebesar 3.630 dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0.096 (p < 0.050). Demikian pulanya dengan hasil analisis terhadap prestasi belajar guru dimana nilai korelasi parsialnya (r parsial) sebesar 0.378 dan harga F sebesar 5.671 dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0.143 (p < 0.050).

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan motivasi kerja dan prestasi belajar guru antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol ini memang semata-mata disebabkan oleh adanya pengaruh pemberian perlakuan pelatihan dinamika kelompok. Artinya, pada kelompok eksperimen, pemberian pelatihan dinamika kelompok yang efektif ini telah berpengaruh terhadap peningkatan motivasi kerja dan prestasi belajar guru. Sedangkan pada kelompok kontrol, tidak adanya pemberian pelatihan dinamika kelompok ini ternyata tidak berpengaruh terhadap peningkatan motivasi kerja dan prestasi belajar guru.

Hasil penelitian ini mendukung pendapat Lewin, dkk (Hamalik, 2007) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa situasi belajar di dalam kelas atau di dalam kelompok yang bersifat interaktif dan saling mendukung, akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik. Artinya, situasi belajar di dalam kelompok yang bersifat dinamis, yang ditunjukkan oleh adanya interaksi dan sikap saling mendukung di antara para anggota, akan meningkatkan prestasi belajar para anggotanya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hoggarth (Santosa, 2006) yang mengatakan bahwa keberadaan kelompok dalam sebuah proses belajar akan dapat memperbaiki hasil belajar, sikap, dan kerjasama para anggota kelompok. Artinya, selain dapat meningkatkan prestasi belajar, metode belajar kelompok ini juga akan dapat meningkatkan atau memperbaiki sikap-sikap yang relevan seperti motivasi dan kerjasama kelompok. Dalam konteks penelitian Hoggarth, belajar di dalam kelompok ini tentu saja harus dilandasi dengan prinsip-prinsip kerjasama yang dinamis, interaktif, dan saling mendukung. Dengan demikian menurut Gllading (1995), adanya situasi yang dinamis di dalam kelompok ini akan membuat para anggota kelompok mampu belajar mengenai cara-cara mengelola atau mengendalikan perilaku yang sama atau perilaku baru, seperti: belajar merespon, pengkondisian, dan belajar sosial.

D. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Ada perbedaan motivasi kerja yang sangat signifikan antara guru yang berada kelompok eksperimen dengan guru yang berada dalam kelompok kontrol, baik sebelum maupun sesudah perlakuan (FAB = 8.629 ; p = 0.005). Selain itu juga ada perbedaan prestasi belajar yang sangat signifikan antara guru yang berada dalam kelompok eksperimen dengan guru yang berada dalam kelompok kontrol, baik sebelum maupun sesudah perlakuan (FAB = 12.279 ; p = 0.000). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan dinamika kelompok berpengaruh secara sangat signifikan terhadap motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat di LPMP Sumatera Selatan.

b. Ada perbedaan rerata motivasi kerja yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran akhir (post), dimana rerata motivasi kerja pengukuran akhir pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rerata motivasi kerja pengukuran akhir pada kelompok kontrol (t1,2 = 73.333 ; t2,2 = 65.750, dan t1,2 – 2,2 = 14.176 dengan p = 0.000).

c. Ada perbedaan rerata prestasi belajar yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada pengukuran akhir (post), dimana rerata prestasi belajar pengukuran akhir pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rerata prestasi belajar pengukuran akhir pada kelompok kontrol (t1,2 = 10.028 ; t2,2 = 7.417 ; t1,2 – 2,2 = 5.706 dengan p = 0.000).

d. Ada perbedaan yang sangat signifikan mengenai motivasi kerja guru antara sebelum dengan sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen (t1,1-1,2 = 25.133 ; p=0.000). Selain itu juga ada perbedaan yang sangat signifikan mengenai prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat antara sebelum dengan sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen (t1,1-1,2 = 21.913 ; p=0.000). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan dinamika kelompok kepada kelompok eksperimen berpengaruh secara sangat signifikan terhadap peningkatan motivasi kerja dan prestasi belajar guru, dimana rerata motivasi kerja dan prestasi belajar guru setelah menerima perlakuan (post) lebih tinggi daripada sebelum menerima perlakuan (pre).

e. Ada korelasi yang signifikan antara efektivitas pelatihan dinamika kelompok dengan motivasi kerja pengukuran akhir pada kelompok eksperimen (r parsial = 0.311 ; F = 3.630 ; r2 = 0.096 ; p = 0.031). Selain itu juga ada korelasi yang signifikan antara efektivitas pelatihan dinamika kelompok dengan prestasi belajar guru pengukuran akhir pada kelompok eksperimen (r parsial = 0.378 ; F = 5.671 ; r2 = 0.143 ; p = 0.011). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan dinamika kelompok pada kelompok eksperimen berkorelasi positif dengan motivasi kerja dan prestasi belajar guru di akhir pelatihan.

2. Saran

a. LPMP Sumatera Selatan

Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat yang diadakan oleh LPMP Sumatera Selatan, maka perlu dikembangkan metode pelatihan yang lebih berorientasi kepada peningkatan suasana kelas yang dinamis dan menyenangkan. Salah satu metode yang dapat dipergunakan adalah metode pelatihan dinamika kelompok yang diberikan di setiap awal diklat atau selama diklat itu berlangsung. Pemberian metode pelatihan dinamika kelompok ini selain akan dapat meningkatkan prestasi belajar para peserta diklat, juga akan dapat meningkatkan motivasi kerja guru setelah selesai mengikuti diklat. Sehingga dengan demikian maka guru tersebut akan termotivasi untuk melaksanakan pekerjaannya dalam rangka mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik.

b. Guru

Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja dan prestasi belajar guru dalam kegiatan diklat, maka setiap guru yang mengikuti diklat di LPMP Sumatera Selatan perlu meningkatkan peranserta dan partisipasi aktifnya selama mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas, agar efektivitas diklat dapat lebih mudah dicapai. Tanpa adanya partisipasi aktif dan peranserta tersebut, maka efektivitas diklat akan sulit untuk diwujudkan. Seperti telah dikemukakan di depan bahwa efektivitas diklat tidak hanya ditentukan oleh kualitas para penyelengganya semata, tapi juga sangat ditentukan oleh faktor peranserta dan partisipasi aktif para pesertanya.

c. Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui sejauhmana motivasi kerja dan penguasaan materi diklat oleh guru tetap tinggi setelah mengikuti diklat, maka perlu diadakan penelitian lanjutan untuk melihat follow up pelatihan dinamika kelompok ini pada beberapa bulan ke depan. Seperti diketahui, pada penelitian ini tidak ada follow up pelatihan setelah guru-guru tersebut kembali ke tempat kerjanya masing-masing. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan teknis dimana peserta pelatihan ini berasal dari seluruh kabupaten dan kota di propinsi Sumatera Selatan yang secara geografis memiliki wilayah yang sangat luas, sehingga sangat sulit bagi penulis untuk meneliti follow up penelitian secara komprehensif.

2) Penelitian ini hanya dilakukan pada satu waktu, tempat, dan subyek tertentu saja sehingga generalisasi penelitian menjadi terbatas. Untuk itu, pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian yang lebih luas, misalnya dengan penelitian longitudinal, sehingga akan memberikan generalisasi yang lebih luas dan kesimpulan yang didapat juga menjadi lebih spesifik. Hal ini disebabkan, motivasi kerja dan prestasi belajar guru setelah selesai mengikuti diklat dengan setelah berada di lingkungan kerja masing-masing dapat berbeda. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian lanjutan yang jangka waktunya lebih panjang.

d. Kelemahan Penelitian

1) Variabel motivasi kerja di awal penelitian tidak dapat disetarakan kondisinya oleh peneliti karena tidak adanya calon subyek penelitian yang memenuhi persyaratan yakni yang memiliki skor awal motivasi kerja dengan kategori rendah maupun rendah sekali. Dengan tidak adanya penyetaraan pada variabel ini maka data hasil penelitian yang terkait dengan variabel motivasi kerja menjadi kurang dapat diandalkan.

2) Penelitian ini tidak dilengkapi dengan program tindak lanjut (follow up) baik terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Terhadap kelompok eksperimen penelitian ini tidak diikuti dengan penelitian lanjutan setelah subyek kembali ke tempat kerjanya masing-masing. Sedangkan terhadap kelompok kontrol penelitian ini tidak diikuti dengan program tindak lanjut berupa pelaksanaan pelatihan dinamika kelompok sebagai upaya untuk memberikan perlakuan yang sama seperti yang diterima subyek pada kelompok eksperimen. Tidak adanya program tindak lanjut ini karena secara teknis memiliki beberapa hambatan yakni: subyek penelitian yang berasal dari seluruh kabupaten dan kota se-Propinsi Sumatera Selatan, penelitian ini include dengan pelaksanaan diklat di LPMP Sumatera Selatan yang menerapkan sistem kuota dalam menyeleksi dan memanggil calon peserta diklat, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh peneliti untuk memanggil subyek pada kelompok kontrol yang berasal dari seluruh daerah di propinsi Sumatera Selatan guna mengikuti pelatihan dinamika kelompok.

E. Daftar Pustaka

Ancok, D. 2002. Outbound Management Training. Yogyakarta: UII Press.

Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan ketiga. PT.Rineka Cipta. Jakarta.

Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

As’ad, M. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.

Berry, L.M. 1998. Psychology at Work an Introduction to Industrial and Organizational Psychology. New York: McGraw Hill Companies.

Cartwright, D., and Zender, A. 1968. Group Dynamics: Research and Theory. New York: Harper and Row, 3rd edition.

Chaplin, P.J. 2002. Kamus Lengkap Psikologi, Penerjemeh: Kartini Kartono. Jakarta: PT. Rja Grafindo Persada.

Chung, K.H., and Megginson, L.C. 1981. Organizational Behavior: Developing Managerial Skills. New York: Harper & Row, Publisher.

Crow, L.D., and Crow A. 1973. Educational Psychology. Dallas, Fransisco: American Book.

Dixon, D.N., and Glover, J.A. 1984. Counselling, a Problem Solving Approach. New York: John Wiley & Sons.

Eggen, P., and Kauchack, D. 1997. Educational Psychology: Windows on Classroom. New Jersey: Prentice Hall. Inc.

Gerungan. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco.

Gllading, S.L. 1995. Group Work, a Counselling Special. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Gomes, F.C. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.

Hadi, S. 2005. Panduan Manual Seri Program Statistik (SPS-2000). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hamalik, O. 2007. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.

Hardjito, P. 1994. Pengaruh Kebiasaan Belajar dan Tempat Tinggal terhadap Prestasi Belajar Siswa. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hodson, C. 2001. Psychology and Work . New York: First Published. Routledge. New York.

Igalens, J., and Roussel P. 1999. A Stud y of the Relationship Between Compensation Package, Work motivation and Job Satisfaction. Journal of Organizational Behavior. Vol. 20 No. 7, 1003-1025.

Kerlinger, F. 2004. Azas-Azas Penelitian Behavioral (Alih Bahasa Landung R.S). Edisi III. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koentjoro. 1986. Pengaruh Tingkat Pendidikan Orangtua terhadap Prestasi Belajar Anak SD di Pedesaan. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Kolb, D.A., Rubin, I.M., and Osland J.S. 1991. The Organizational Behavior Reader. New Jersey: McGraw-Hill.

Makmun, A.S. 2004. Psikologi Kependidikan. Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Mc Cown, R., Drsicall, M., and Roop P.G. 1997. Educational Psychology: Alearning Centered Approach to Classroom Practice. (2nd edition). USA: Allyn & Bacon.

Moorhead, G. and Griffin, R. W. 1995. Organizational Behavior Managing People and Organizations. Boston Hougton: Miffin Company.

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Rahmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Republik Indonesia. 2006. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Fokusmedia.

Ruch, F.R. 1958. Psychology and Life. New York: Scot, Foresman & Company.

Santosa, S. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Steers, R.M., and Porter, L.W., 1983. Motivational Work Behavior. New York: McGraw-Hill Book Company.

Subandi. 1998. Hubungan antara Kecerdasan Emosional, Sikap terhadap Penyajian Mata Kuliah dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar Mahasiswa PGSD. Tesis. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sukarti. 2003. Konsep Diri, Penyesuaian Sosial, dan Prestasi Belajar. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Nasional III Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (tidak diterbitkan). Yogyakarta 6-8 Maret 2003.

Sunarno, A. 2006. Creativity Games. Yogyakarta: Andi Offset.

_________. 2007. Learning Process Games untuk Pelatihan Manajemen. Yogyakarta: Andi Offset.

Suryabrata, S. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tyson, S., and Jackson, T. 2000. Perilaku Organisasi. Terjemahan Deddy Jacobus dan Dwi Prabantini. Yogyakarta: Andy & Pearshon Education Asia Pte. Ltd.

Wexley, K.N. and Yulk, G.A. 1977. Organizational Behavior and Personnel Psychology. Illionis, Home Wood: Richard D. Irwin.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar