Oleh: Drs. Arif Wibisono Adi, MM
ZEITGEIST (SEMANGAT JAMAN) YANG MELAHIRKAN PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
Akhir abad 20 semangat Post Modernisme mulai meluas di kalangan ilmuwan, sehingga berkembanglah sikap Dekonstruksi atau pembongkaran kemapanan, terhadap pandangan-pandangan yang selama ini diyakini oleh Dunia Barat. Masalah-masalah yang dulu dianggap sebagai di luar lingkup ilmu mulai diperhatikan dan dipelajari, termasuk masalah-masalah spiritual dan hal-hal yang non-inderawi. Agama dan budaya-budaya yang berkembang di luar Dunia Barat pun mulai diperhatikan dan diakui eksistensinya.
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI TRANSPERSONAL.
Pada sekitar tahun 1960-an, sehabis Perang Dunia Kedua, kehidupan orang-orang di Amerika Serikat banyak yang mengalami kekosongan. Mereka mencari-cari pengalaman-pengalaman yang baru dan mendapatkan makna hidup yang baru. Perubahan-perubahan zaman menimbulkan kegelisahan dan kecemasan. Banyak dari mereka kemudian lari ke obat-obat dan narkoba. Yang menimbulkan keheranan mereka, dengan mengkonsumsi obat dan narkoba itu, mereka dapat menghayati suatu “dunia lain” dan mendapatkan kesadaran yang berubah. Tapi efek samping dari obat dan narkoba itu mulai dirasakan, banyak yang kecanduan, rusak otak dan levernya. Kemudian ada yang mencoba-coba dengan menjalankan ritual - ritual agama Buddha dan Hindu seperti Meditasi dan Yoga, dan ternyata mereka dapat menghayati dunia lain dan kesadaran yang berubah seperti ketika mengkonsumsi obat dan narkoba, bahkan tanpa efek samping yang merusak. Maka meluaslah orang-orang yang menjalankan amal-amal agama Timur tersebut. Para psikolog pun mulai mempelajari perubahan perilaku dan kepribadian orang-orang yang menjalankan kegiatan agama Timur tersebut. Maka timbullah aliran psikologi yang disebut Psikologi Timur di Barat.
Ken Wilber yang mempelajari kesadaran yang berubah dan bertingkat-tingkat itu kemudian menguraikan adanya tiga tingkat kesadaran dalam tulisannya mengenai Spektrum Kesadaran: Prepersonal, Personal dan Transpersonal. Yang dimaksud Transpersonal yaitu di atas atau melampaui yang personal. Maka kemudian Psikologi Timur di Barat yang terutama mempelajari kesadaran yang tingkat tinggi itu kemudian disebut Psikologi Transpersonal
APA YANG DIMAKSUD PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
Psikologi Transjpersonal dapat dipahami sebagai penggabungan antara tradisi kebijaksanaan dunia spiritual dengan kajian psikologi modern. Keduanya ingin mencari jawaban atas pertanyaan manusia yang fundamental: “Siapakah aku ?”
Tradisi dunia spiritual menatap kedalaman dan menjawab: “Suatu keberadaan spiritual, suatu ruh (soul), “ dan praktik-praktik agama ingin menghubungkan diri manusia dengan identitas yang lebih dalam di dalam dirinya. Sedangkan psikologi modern menjawab: “Suatu keakuan, Ego, eksistensi psikologis (self) dan psikoterapi berusaha untuk menelusuri ke arah perbaikan, kesehatan dan pertumbuhan dari keakuan ini.
Psikologi Transpersonal ingin menciptakan sintesis dari kedua jawaban di atas (Cortright, 1997). Psikologi Transpersonal mempelajari bagaimana yang spiritual diekspresikan di dalam dan melalui yang personal atau transendensi dari keakuan.
Vaughan, Wittine, dan Walsh (Rakhmat, 2003) menyebutkan empat asumsi dasar psikologi transpersonal:
1). Psikologi transpersonal adalah pendekatan kepada penyembuhan dan pertumbuhan yang menyentuh semua tingkat spektrum identitas – prapersonal, personal, dan transpersonal. Tahap prapersonal dimulai dalam rahim sampai usia 3-4 tahun. Pada tahap ini, kesadaran didorong oleh keinginan untuk bertahan hidup, memperoleh perlindungan, dan merasa terikat. Tahap personal meliputi kesadaran diri (sense of self) yang kohesif dan stabil. Pada tahap transpersonal, individu menjadi person yang menyadari kerinduannya akan pengetahuan diri yang lebih mendalam.
2). Psikologi transpersonal adalah “mengakui terurainya kesadaran diri terapis serta pandangan-dunia spiritualnya sebagai hal yang utama dalam membentuk sifat proses dan hasil terapi”. Asumsi ini merupakan ciri khas psikologi transpersonal yang mengharuskan terapis untuk memberikan komitmen pada orientasi spiritualnya terhadap kehidupan.
3). Psikologi transpersonal adalah proses “kebangkitan (pencerahan, awakening) dari identitas kecil menuju identitas yang lebih besar”. Psikologi transpersonal menganggap bahwa apa yang disebut Grof dan Grof sebagai spiritual emergency adalah proses spiritual yang akan mengantarkan orang kepada pertumbuhan yang lebih besar dan fungsi yang lebih tinggi.
4). Psikologi Transpersonal “membantu proses kebangkitan (pencerahan, awakening) dengan menggunakan teknik-teknik yang mempertajam intuisi dan memperdalam kesadaran personal dan transpersonal tentang diri“. Kearifan dan intuisi dibina dan dikembangkan melalui teknik-teknik, seperti meditasi, pencitraan, mimpi, dan altered state of consciousness. Psikologi transpersonal mengantarkan apa yang sekarang lazim disebut sebagai intervensi spiritual dalam psikoterapi,seperti doa, zikir, pertobatan, dan ritus-ritus keagamaan lainnya. Sampai di sini, integrasi psikologi dan agama mencapai bentuk barunya. Seperi tempo dulu, psikolog kini harus juga mengerti agama. Dan agamawan harus belajar dan mengambil manfaat dari psikologi.
Tahun 1969, Association of Transersonal Psychology untuk pertama kalinya menerbitkan The Journal of Transpersonal Psychology untuk memperkenalkan aliran ini kepada khalayak ramai (Nawawi et al, 2000). Dalam nomor perdana itu, Anthony Sutich salah seorang pencetus psikologi transpersonal di samping Maslow, memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Psikologi transpersonal adalah nama yang diberikan kepada kekuatan yang baru timbul dalam bidang psikologi, dibentuk oleh sejumlah psikolog, ahli-ahli pria dan wanita dari bidang lain yang punya perhatian terhadap kemampuan-kemampuan dan kesanggupan-kesanggupan tertinggi manusia yang selama ini tidak dipelajari secara sistematis oleh psikologi perilaku atau teori-teori psikoanalisa yang klasik maupun oleh psikologi humanistik. Psikologi transpersonal secara khusus memberikan perhatian kepada studi ilmiah yang empiris dan kepada implementasi yang bertanggung jawab dari penemuan-penemuan yang relevan bagi pengaktualisasian diri, transendensi diri, kesadaran kosmis, fenomena-fenomena transendental yang terjadi pada (atau dialami oleh) perorangan-perorangan dan sebagainya”.
Setelah menelaah lebih dari 40 ragam definisi tentang psikologi transpersonal dalam kurun waktu 23 tahun, mengenai aliran ini, sebuah rumusan yang disusun oleh S.I. Shapiro & Denise H. Lajoie, kiranya cukup memberikan gambaran mengenai apa yang ditelaah psikologi transpersonal:
“Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the recognation, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness”. (Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden).
ASUMSI-ASUMSI DASAR PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
Beberapa asumsi dasar psikologi transpersonal yaitu:
1). Hakekat keberadaan manusia itu spiritual.
2). Kesadaran bersifat multidimensional. Kesadaran yang normal dan biasa pada kebanyakan orang itu hanyalah bagian paling luar dari kesadaran. Masih ada tingkat-tingkat kesadaran yang lebih dalam lainnya.
3). Manusia mempunyai dorongan yang wajar ke arah perjuangan spiritual yang diekspresikan sebagai pencarian akan “wholeness” melalui kesadaran individual, sosial dan transendental.
4). Bersentuhan dengan sumber yang lebih dalam dari Kebijaksanaan dan Tuntunan di dalam diri manusia, memungkinkan dan membantu ke arah pertumbuhannya.
5). Menyatukan kehendak kesadaran seseorang dengan aspirasi dorongan spiritual merupakan superordinat dari nilai kesehatan.
6). ASC (altered states of consciousness) merupakan suatu cara untuk mengakses pengalaman transpersonal dan dapat menjadi suatu bantuan untuk penyembuhan dan pertumbuhan.
7). Kehidupan dan perbuatan manusia sarat dengan makna. Membuka psyche manusia ke arah transformasi merupakan landasan spiritual bagi pengobatan.
8). Konteks transpersonal menentukan bagaimana klien itu dipandang. Pendekatan transpersonal (sesuai dengan kaum humanis) memandang klien, seperti juga terapisnya, sebagai seseorang yang selalu tumbuh berkembang dan selalu mencari kawan. Hubungan klien dengan terapis menjadi lebih berpusat pada hati (heart-centered) dalam praktik psikoterapinya. (Cortright, 1997)
Psikologi transpersonal menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia yang ternyata mengandung berbagai potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi kontemporer, terutama psikoanalisis dan psikologi perilaku. Bahkan dengan psikologi humanistik yang juga mengakui dan menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia ada bedanya, yakni psikologi humanistik lebih memanfaatkan potensi-potensi ini untukl peningkatan hubungan antarmanusia, sedangkan psikologi transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subyektif-transendental, serta pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini (Nawawi et
Tidak ada komentar:
Posting Komentar