Minggu, 30 Mei 2010

STRATEGI BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI

Drs.Soleh Amini YahmanMSi

Pendahuluan
Kehidupan seorang mahasiswa perguruan tinggi dengan siswa sekolah menengah, adalah sangat jauh berbeda. Seorang mahasiswa adalah sosok pribadi yang dinyatakan telah dewasa dalam arti sebenarnya. Ia bukan lagi sebagai pribadi yang selalu tergantung kepada ibu-bapak guru dalam belajar dan menuntut ilmu pengetahuan. Dalam diri seorang mahasiswa harus teranam sikap mandiri, dalam arti mampu dan bisa memecahkan problem kesulitan-kesulitan yang ditemuinya, baik kesulitan di bangku kuliah maupun di dalam kehidupannya sehari-hari. Peran dosen dalam kehidupan seorang mahasiswa di perguruan tinggi hanyalah sebagai fasilitator, bukan guru atau resi yang ‘menurunkan’ ilmunya kepada para murid-muridnya. Oleh karena itu, hubungan antara mahasiswa dengan dosen bukan bersifat struktural, bukan hubungan yang sifatnya atas bawah atau hubungan yang bersifat patron- klien. Hubungan dosen dan mahasiswa adalah bersifat kemitraan, meskipun bukan berarti kesejajaran. Hubungan dosen dan mahasiswa dalam proses belajar mengajar harus bersifat take and give, yaitu hubungan yang saling memberi dan menerima. Dari statment ini maka dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi mahasiswa harus benar-benar mempersiapkan diri dengan bekal pengetahuan yang luas. Tanpa membekali diri dengan pengetahuan tersebut maka mahasiswa akan sulit mengikuti proses belajar mengajar di perguruan tinggi.

Memasuki dunia mahasiswa berarti memasuki dunia manusia dewasa. Pada awal-awal perkuliahan sangat sering terjadi konflik identitas diri pada mahasiswa baru. Hal ini lebih disebabkan karena terjadinya transisi kultural dan psikologis dari seorang remaja SLTA menuju manusia dewasa yang disebut mahasiswa. Mahasiswa baru sering dibuat bingung oleh sistem dan manajemen proses belajar mengajar, serta kultur kehidupan di perguruan tinggi. Sistem SKS misalnya, adalah sistem belajar mandiri yang menuntut mahasiswa untuk mampu mengukur kemampuan dirinya sendiri (self assesment) dalam menentukan mata kuliah apa yang mesti ditempuh atau diambil dalam masa perkuliahan setiap semesternya. Dalam sistem SKS tersebut mahasiswa diberi kewenangan untuk menentukan perkuliahan apa yang akan ditempuhnya. Untuk membantu mahasiswa agar tepat guna dalam penentuan mata kuliah itu maka, Fakultas atau Universitas memberikan/menujuk PA (pembimbing akademik) pada masing-masing mahasiswa. Peran PA tidak lebih hanya “membantu” mahasiswa agar proses belajarnya terarah dan tidak salah langkah saja, tetapi juga menjadi nara sumber bagai mahasiswa ketika menghadapi persoalan-persoalan akademik di perguraun tingi. Oleh karena itu optimalisasikan peran dan fungsi PA anda dalam kehidupan anda sebagai mahasiswa. Jadikan PA anda sebagai mitra dialog dan rekan diskusi dalam setiap kali menghadapi masalah akademik maupun non akademik. PA bukan hanya tukang tanda tangan KRS saja.
Belajar di Perguruan Tinggi
Belajar adalah merupakan aktivitas mental tingkat tinggi yang melibatkan unsur kognisi, afeksi, konasi dan psikomotorik. Untuk dapat belajar secara baik, sehat dan benar diperlukan mental yang sehat, fisik yang sehat dan sikap yang sehat.
Landasan utama bagi pembentukan cara belajar yang baik pada setiap diri mahasiswa ialah memiliki sikap mental tertentu. Suatu sikap mental yang ditumbuhkan dan dipelihara dengan sebaik-baiknya akan membuat seorang mahasiswa mempunyai senjata berupa kesediaan mental . Tanpa kesiapan mental itu para mahasiswa pada umumnya tidak akan dapat bertahan terhadap berbagai kesukaran-kesukaran yang dihadapi di bangku kuliah. Sikap mental yang perlu diusahakan oleh setiap mahasiswa sekurang-kurangnya meliputi empat segi, yaitu:
1. Tujuan Belajar
2. Minat terhadap Pelajaran
3. Kepercayaan pada diri sendiri
4. Keuletan
1. Tujuan Belajar
Belajar di perguruan tinggi harus diarahkan kepada suatu cita-cita tertentu. Cita-cita yang diperjuangkan dengan berbagai kegiatan belajar itu lalu menjadi tujuan belajar dari setiap mahasiswa. Biasanya tujuan belajar di perguruan tinggi ini bersambung pula dengan tujuan hidupnya. Apakah kelak ia ingin menjadi ahli hukum, pengacara, notaris, akuntan, insinyur, dokter, militer dan sebagainya. Tujuan belajar yang bersambung dengan cita-cita di masa depan itu akan merupakan suatu pendorong untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Tanpa motif tertentu , semangat belajar seseorang mahasiswa akan mudah padam karena ia tidak merasa mempunyai sesuatu kepentingan yang harus diperjuangkan. Oleh karena itu, karena saat ini anda telah menentukan pilihan pada Fakultas HUKUM (misalnya) maka , bulatkan tekad dan cita-cita anda untuk menjadi ahli hukum atau praktisi hukum. Kalau cita-cita anda di luar dunia hukum maka lebih baik anda segera cabut dari Fakultas hukum saat ini juga. Jangan kuliah karena prinsip” daripada nggak kuliah”, atau karena tidak diterima di fakultas lain !!
Dalam menentukan cita-cita itu, hendaklah seorang pelajar tidak semata-mata berpegang pada hasrat hatinya saja. Kemampuan diri sendiri juga harus diperhitungkan. Telitilah kelemahan-kelemahan diri sendiri berdasarkan angka-angka raport selama di sekolah menengah. Pilihlah jurusan atau fakultas yang mata pelajaran pokoknya dulu selain disukai juga memberikan hasil angka-angka yang tinggi. Kemampuan keuangan juga perlu diperhitungkan, jangan sampai kuliah berhenti di tengah jalan karena ketiadan biaya.
2. Minat Terhadap Pelajaran.
Setelah mulai belajar, hendaknya setiap mahasiswa menaruh minat yang sebasar-besarnya terhadap pelajaran yang diikuti. Minat itu tidak hanya ditujukan kepada satu atau dua mata pelajaran yang pokok saja, melainkan juga terhadap semua mata pelajaran. Suatu mata pelajaran (mata kuliah) hanya akan dapat dipelajari dengan baik apabila si pelajar dapat memusatkan perhatiannya terhadap pelajarannya itu. Minat merupakan salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya konsentrasi itu. Dengan kata lain tanpa minat tidak akan terjadi perhatian. Contoh misalnya : Seorang pecatur atau pemain kartu, dapat sehari penuh duduk dan memusatkan perhatian dan pikirannya bermain catur atau kartu, karena ia mempunyai minat yang besar terhadap catur dan kartu. Demikian pula seorang pemancing yang mampu duduk berjam-jam di tengah gelapnya malam atau teriknya matahari, karena ia sangat berminat dan menyukai pekerjaan memancing.
Minat selain memungkinkan pemusatan perhatian, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar. Keriangan hati akan memperbesar daya kemampuan belajar seseorang dan juga membantunya untuk tidak mudah melupakan apa yang dipelajarinya itu. Belajar dengan perasaan yang tidak gembira akan membuat pelajaran itu terasa sangat berat.
3. Kepercayaan Pada Diri Sendiri.
Setiap mahasiswa harus yakin bahwa ia mempunyai kemampuan untuk memperoleh hasil yang baik dalam usaha belajarnya. Dengan adanya self confidance (rasa percaya diri ) dan self acceptance (penerimaan diri sendiri) ini mahasiswa pasti akan dapat mengikuti dan mengerti pelajaran-pelajaran di fakultasnya dengan baik. Namun demikian, dalam membangun rasa percaya diri ini seorang mahasiswa juga harus rasional , dalam arti tidak asala percaya diri tanpa mempersiapkan diri dengan baik. Rasa percaya diri harus dibarengi dengan sikap waspada, sehingga mahasiswa tidak terjebak pada sikap “asal wani’ dan asal maju saja. Kalau ini yang terjadi, maka ini namanya sembrono.
Setelah belajar dengan baik, ujian-ujian hendaknya diikuti dengan penuh percaya diri. Jangan merasa ragu-ragu untuk menempuh ujian, selama anda telah benar-benar mempersiapkan diri dengan belajar sebelumnya. Kata “belajar” yang dimaksud di sini bukan sekedar menghafal materi pelajaran semalam suntuk, tetapi lebih pada memahami (understanding) pada isi pelajaran.
Mahasiswa yang memiliki rasa percaya diri postip, pasti tidak akan pernah melakukan kecurangan-kecurangan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Misalnya mencontek, menyalin pekerjaan teman atau memanipulasi tugas denga membohongi dosennya dan sebagainya. Menyontek adalah cerminan tidak adanya rasa percaya diri. Kalau masalahnya takut tidak lulus maka penyelesainnya bukan dengan cara menyontek, tetapi dialogkan dengan dosen mengapa setelah menempuh 2 atau 3 kali ujian koq belum lulus juga. Hindari tindakan menyontek sejak awal anda kuliah. !!
Kepercayaan pada diri sendiri perlu sekali dipupuk sebagai salah satu persiapan rohani untuk berjuang di perguruan tinggi. Kepercayaan itu dapat dipupuk dan dikembangkan dengan jalan belajar tekun. Hendaknya setiap mahasiswa menginsafi sepenuhnya bahwa tidak ada mata pelajaran yang tidak dapat dipahami kalau ia mau belajar dengan giat setiap hari. Selanjutnya hendaknya mahasiswa tidak terlampau bergantung diri kepada kawan di dalam usaha belajarnya. Tugas tugas mandiri (take home examination) cobalah selalu diselesaikan sendiri, baru kalau benar-benar mentok dibahas bersama-sama teman lainnya.
4. Keuletan
Yang memulia pekerjaan itu banyak, tetapi yang dapat bertahan hingga proses pekerjaan itu berakhir hanyalah sedikit, Demikian pula yang memasuki perguruan tinggi setiap tahunnya sangat banyak, tetapi yang bisa bertahan sampai pelajarannya selesai tidaklah banyak.
Kehidupan mahasiswa selam belajar di PT itu penuh dengan kesdulitan kesulitan. Mulai dari kesulitan akademik, kesulitan finansial, kesulitan sosiokultural, kesulitan lingkungan dan sebagainya, Kesulitan-kesulitan tersebut akan lebih terasa bagi mahasiswa yang bekerja dan atau telah berkeluarga. Oleh karena itu setiap mahasiswa harus mempunyai “keuletan” dan kesemamptaan jasmani rohani, mental maupun fsiknya. Keuletan rohani jasmani akan membuat mahasiswa beranai menghadapi segala kesulitan dan tidak mudah putus asa. Untuk memupuk keuletan itu maka hendklah kesulitan itu ditempatkan / dipandang sebagai tantangan yang harus dihadapi bukan sebagai penghambat yang membuatnya nglokro. Motivasi yang kuat akan menjadi sumber yang besar dalam menghadapi tantangan-tantangan dan kesulitan-kesulitan tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar