Minggu, 30 Mei 2010
BIAS-BIAS DALAM PERSEPSI SOSIAL
Soleh amini
Seringkali penilain seseorang atas orang lain hanya didasarkan pada penampilan disaat orang-orang tersebut pertama kali berinteraksi. Dengan kata lain orang sering menilai orang hanya berdasarkan penampilan pertamanya. Orang yang menampilkan kesan baik pada saat pertama kali bertemu, cenderung dianggap baik untuk seterusnya. Bias atau deviasi seperti ini biasanya disebut sebagai bias efek halo. Namun demikian kadang-kadang kita juga cenderung menilai orang yang menampilkan kesan buruk pada saat kita pertama kali bertemu dengannya sebagai orang buruk seterusnya. Bias seperti ini disebut Negativitas.
Kecenderungan mengandalkan penilaian terhadap orang lain pada kesan pertama akan menjadi atau menimbulkan bias karena penyimpulan yang dibuat tersebut tidak didasari informasi yang lengkap (sarlito, 2009) Informasi tentang seseorang yang diperoleh pada saat pertama kali bertemu tidaklah mewakili keseluruhan pikiran dan perasaan orang tersebut.
Dalam keseharian, tidak jarang kita menilai seseorang dari rangkaian tindakannya yang dapat kita asosiasikan dengan sifat-sifat tertentu. Sebagai contoh misalnya, suatu ketika pada saat perkuliahan sudah dimulai lebih kurang setengah jam, masuklah seorang mahasiswa yang datang terlambat. Dengan terburu-buru mahasiswa tersebut mencari tempat duduk yang masih kosong dan tersedia untuknya. Setelah duduk mahasiswa tersebut segera mengeluarkan beberapa barang dari tasanya dengan tergopoh-gopoh pula, kemudian memasukkan lagi ke dalam tasnya karena tidak menemukan barang yang dicarinya. Kemudian dengan tergopoh pula dia mencari sesuatu di semua saku baju dan celannya dan sepertinya dia menemukan apa yang dia cari. Pakaian yang dikenakannya tampak kusut dan rambutnya tidak tersisir rapi. Dari contoh misal tersebut bisa saja kita dengan mudah menilainya sebagai orang yang tidak tertip dan tidak bisa mengatur dirinya dengan baik dan juga orang yang berantakan. Apakah penilaian kita tersebut akurat ? bisa jadi, tidak. Mahasiswa itu menampilkan tingkah laku tersebut, bisa jadi karena dalam perjalanan menuju ke kampus kendaraan yang ditumpanginya bermasalah di jalan, sehingga ia tidak sempat lagi mempersiapkan dirinya dengan lebih baik, sehingga terburu-buru menuju ke kampusnya.
Kecenderungan untuk menempatkan factor internal atau penyebab disposisional, cukup besar ditampilkan oleh banyak orang. Fenomena yang ditandai oleh kecenderungan kurang mempertimbangkan factor penyebab ekternal ini oleh Jones (1979) disebut sebagai bias koresponensi. Bias persepsi lain yang cenderung dilakukan oleh orang kebanyakan adalah bias terhadap kelompok sendiri atau disebut in-group bias atau in group favoritism (favoritisme terhadap kelompok sendiri.. Bias ini disebabkan karena kita mempunyai kecendurungan untuk menyukai anggota-anggota kelompok kita sendiri dibandingkan anggota-anggota kelompok lain (Allaen and Wilder, 1975). Contohnya ketika seseorang menilai calon anggota DPR dari dua partai tertentu (partai X dan Y) yang mana kedua partai tersebut setara dalam berbagai hal, orang tersebut cenderung memilih calon dari partai Y jika ia sendiri adalah anggota atau simpatisan partai Y. Penilaian tersebut semata-mata karena calon dari partai Y sekelompok dengan orang yang menilai.
Dalam keadaan tertentu, sangat mungkin kita juga menampilkan bias yang bertentangan dengan anggota in group. Bias tersebut bisa jadi karena anggota kelompok kita sendiri bertingkah laku secara negative. Artinya anggota kelompok kita itu telah bergeser dari nilai dan norma kelompok. Bias ini sangat terkait dengan masalah identitas kelompok social kita. Ketika seseorang dalam kelompok social saya melakukan sesuatu yang baik maka saya juga merasa baik tentang diri saya. Akan tetapi kalau seseorang dari kelompok saya melakukan hal yang buruk, maka saya merasa buruk juga, bisaa saja hal ini terjadi karena saya mengetahui bahwa orang lain akan menilai saya berdasarkan tingkah laku anggota-anggota kelompok saya bergabung. Dalam keadaan tersebut, saya mungkin memperlakukan atau mengevaluasi hal-hal buruk yang dilakukan oleh anggota kelompok saya secara lebih negative daripada hal-hal buruk serupa yang ditampilkan orang dari kelompok lain. Nah kondisi atau keadaan yang demikian ini dalam psikologi social dikenal dengan sebutan efek kambing hitam atau black sheep effect (Marques & Leyens, 1988).
Bias dalam persepsi social juga bisa terjadi karena adanya asimetri antara kelompok sendiri dan kelompok lain (in group-out-group asymmetry), yaitu kecenderungan orang untuk memepersepsikan kelompok sendiri dengan cara-cara standart yang berbeda dengan cara dan standart mempersepsikan orang lain.
2. Beberapa Sumber Kesesatan Atribusi
Dalama atribusi ada beberapa sumber yang menyebabkan kesesatan sehingga orang akan mengalami kesalahan dalam memberikan interpretasi mengenai perilaku seseorang. Sumber-sumber kesesatan tersebut adalah .
1. the fundamental attrubusional error
kesesatan yang disebabkan karena orang sangat menekankan factor internal dalam melihat perilaku seseorang (cenderung mengesampingkan factor ekternal). Misalnya seorang teller bank marah dan menegur nasabahnya yang hendak nyetor uang karena menyerobot antrian. Orang mungkin akan menilai pegawai bank tersebut merupakan orang pemarah yang tidak patut menjadi teller. Perilaku yang tampak disebabkan karena factor internal dari yang bersangkutan, sedangkan factor ekternal tidak dihiraukan. Kesimpulan tersebut mungkin tidak tepat karena adanya kemungkinan bahwa pegawai bank tersebut marah karena di dorong oleh factor situasi atau factor luar, bukan semata-mata karena sifat atau factor dalam. Kesasatan yang disebabkan karena hanya melihat factor internal dalam perialu, dan tidak menghiraukan factor situasi atau factor luar, ini yang disebut the fundamental attribution error.
2. The actor-observer effect
Merupakan sumber kesesatan dalam melihat perilaku orang lain yang disebabkan karena factor dalam, sedangkan perilakunya sendiri disebabkan karena factor luar. Misalnya ketika si A melihat orang lain tersandung batu kemudian jatuh, si A mengatakan orang itu jatuh karena tidak hati-hati sehingga ia jatuh. Jadi jatuhnya orang itu karena factor dalam (sifat tidak hati-hati) tanpa melihat factor lain yang mungkin ikut berperan. Namun kalau dirinya sendiri yang jatuh, si A menyatakan bahwa jalannya gelap dan licin sehingga dirinya terjatuh. Jadi dalam meninjau perilaku orang lain menekankan pada factor dalam yang berperanan,tetapi kalau perilakunya sendiri factor luar yang berperan. Inilah yang disebut the actor-observer effect .
3. The self-serving bias
Sumber kesesatan orang memandang atau berasumsi bahwa dirinya itu tidak dapat berbuat salah.Bila orang mengalami keberuntungan orang menyatakan bahwa itu disebabkan karena factor dalam, namun sebaliknya kalau orang mengalami kegagalan hal itu disebabkan karena factor luar. Seorang mahasiswa yang memperoleh nilai A , maka ia menyatakan hal itu karena ia rajin belajar, intelegensinya baik dan sebagainya, yang pada pokoknya menujukkan bahwa keberhasilannya itu bersumber dari dalam dirinya. Namun sebaliknya bial mahasiswa tersebut memperoleh nilai D atau E , maka ia menyatakan bahwa soal ujiannya terlalu sulit, dosennya pelit nilai dan sebagainya, yang pada pokoknya hal itu disebabkan karena hal-hal di luar dirinya. Mengapa orang melakukan self serving ini ? (1) untuk mempertahankan harga dirinya (2) berharap orang lain akan tetap repsek kepadanya, karena hal-hal yang tidak baik itu disebabkan oleh factor-faktor yang berada diluar dirinya, sehingga masyarakat akan tetap menghargainya. Hal inilah yang oleh Baron dan Byrne disebut self-presentation.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar